Moneter –
Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi menyampaikan, ke depan, perdagangan dunia
akan menghadapi berbagai tantangan. Untuk itu, kolaborasi antarnegara menjadi
kunci dalam menghadapi tantangan perdagangan di masa depan.
Hal ini disampaikan Mendag Lutfi saat memberikan sambutan
pada acara Standard Chartered’s Global Research Briefing H1 2022 yang digelar
secara virtual pada Rabu (12/1/2022).
“Inilah waktunya untuk berkolaborasi antarnegara dan
bangsa. Diharapkan kita dapat menciptakan perdagangan yang adil dan perdagangan
yang menguntungkan untuk setiap orang,” ujar Mendag Lutfi.
Mendag mengungkapkan, pada 2022 dunia menghadapi
berbagai tantangan. Tantangan tersebut yakni perubahan nilai logistik, krisis
energi, dan pandemi Covid-19 yang masih berlangsung. Terkait logistik, jika penyumbatan
di berbagai pelabuhan di dunia tidak diselesaikan, perdagangan akan sulit untuk
menopang pada 2022. Sementara untuk krisis energi, jika harganya masih tinggi,
seperti saat ini, dikhawatirkan dapat memberikan ancaman dalam ekonomi.
“Ketiga permasalahan ini akan Indonesia bawa ke G20
dan juga sistem perdagangan multilateral. Diharapkan kita dapat mengatasi
ketiga permasalahan tersebut dan dapat terus melanjutkan perdagangan. Sehingga
perdagangan dapat menjadi mesin pertumbuhan, bukan hanya untuk Indonesia tapi
juga untuk seluruh dunia, karena kita tidak dapat melakukannya sendiri,” ungkap
Mendag.
Lanjut Mendag, tahun 2021 merupakan tahun pemecahan
rekor bagi perdagangan Indonesia. Pada periode Januari-November 2021, ekspor
Indonesia mencapai USD 209,16 miliar atau naik 42,62 persen dibanding periode
yang sama 2020.
“Pada periode ini, Indonesia juga mengalami surplus
USD 34,32 miliar. Tahun ini, pertumbuhan perdagangan sangat kuat. Jika kondisi
ini konsisten, surplus Indonesia pada 2021 berkisar USD 36-37 miliar. Ini
jumlah tertinggi, lebih tinggi dari 2011,” kata Mendag.
Dikatakannya, ekspor nonmigas terbesar Indonesia
berasal dari batubara, diikuti minyak kelapa sawit (CPO), serta produk besi dan
baja. Khusus untuk besi dan baja, pada periode Januari-November 2021 tercatat
sebesar USD 18,62 miliar tumbuh mencapai 92,83 persen dibanding periode yang
sama tahun 2020.
“Batubara dan CPO tumbuh cukup baik, akan tetapi besi
dan baja juga tumbuh sangat bagus sehingga diversifikasi ekspor menjadi lebih
baik. Elektronik juga tumbuh cukup baik menempati posisi keempat. Namun, yang
terpenting sektor otomotif juga meningkat dan diharapkan tahun ini akan lebih
meningkat lagi sehingga menjadi salah satu sektor yang paling penting untuk
Indonesia,” jelas Mendag.
Mendag juga menyampaikan, saat ini Produk Domestik
Bruto (PDB) Indonesia mencapai Rp16.032 triliun dan sekitar 4 persen atau Rp632
triliun berasal dari ekonomi digital.
Pada 2030, PDB tersebut diprediksi akan tumbuh menjadi
sekitar Rp28.000 triliun dan digital ekonomi akan tumbuh paling tidak sekitar
delapan kali lipat menjadi Rp4.531 triliun. Pertumbuhan ekonomi digital
terbesar berasal dari niaga elektronik sekitar Rp1.908 trilun atau sekitar 34
persen. Sektor bisnis akan mencakup satu per empat ekonomi digital Indonesia.
Mendag menambahkan, pada 2030, ekonomi digital
Indonesia diperkirakan sebesar USD 323 miliar. Artinya, ekonomi digital
Indonesia 6 kali lebih besar dari Malaysia, 7 kali lebih besar dari Filipina, 8
kali lebih besar dari Singapura, dan paling tidak 4 kali lebih besar dari
Vietnam.
“Jika Indonesia bisa mengikuti perkembangan Malaysia,
ekonomi digital Indonesia bisa mencapai USD 417 miliar, sehingga menjadikan
Indonesia sebagai negara paling menguntungkan di Asia Tenggara untuk ekonomi
digital,” tutup Mendag.