
KSP : Indikator Perekonomian Indonesia di Awal 2022 Masih Kuat dan Baik
Moneter –
Perekonomian Indonesia dalam kondisi baik, meskipun saat ini situasi global
masih bergejolak. Hal ini terlihat dari beberapa indikator perekonomian di awal
2022 masih tetap kuat, yang tercermin dari kinerja permintaan positif dan
kekuatan produksi.
Demikian disampaikan Tenaga Ahli Utama Kantor Staf
Presiden Edy Priyono dalam siaran pers di Jakarta, Minggu (08/05/2022).
Kinerja demand yang positif, kata Edy, tercermin dari
Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) yang berada di level 111 atau zona optimis,
serta ditunjukkan oleh Indeks penjualan ritel yang tumbuh 8,6% (yoy) pada Maret 2022.
Edy bilang, pertumbuhan penjualan ritel yang cukup
tinggi menjadi hal penting, mengingat penopang utama Pendapatan Domestik Bruto
(PDB) Indonesia adalah konsumsi rumah tangga.
"Tren positif pertumbuhan penjualan ritel dan IKK
diharapkan dapat menopang pertumbuhan ekonomi di triwulan I/2022,"
jelasnya.
Sementara dari sisi kekuatan produksi, lanjut Edy,
terlihat dari keyakinan manajer bisnis di sektor manufaktur Indonesia, yang
masih di zona ekspansif di level 51,3 pada Maret 2022, dan konsisten ekspansi
selama tujuh bulan berturut-turut.
Selain itu, kinerja positif sisi produksi juga tampak
dari utilisasi industri pengolahan, yang mendekati level sebelum pandemi, yakni
72,45% pada triwulan I/2022. "Dengan demikian risiko inflasi ke depan
dapat diminimalisir,"jelas Edy.
Menurutnya, keberhasilan pemerintah dalam menjaga stabilitas
perekonomian Indonesia. “Pemerintah juga berhasil melakukan penanganan dan
pengendalian COVID-19, dan pemulihan ekonomi nasional. Sedangkan secara eksternal,
sambungnya, Indonesia diuntungkan dengan komoditas unggulan ekspor yang
memberikan dukungan fiskal,” bebernya.
"Ini dibuktikan dengan cadangan devisa kita dan
stabilitas rupiah. Indonesia mencatat surplus neraca dagang 23 bulan
berturut-turut. Kombinasi faktor-faktor ini menguatkan kepercayaan investor
terhadap ekonomi Indonesia, sehingga investasi asing (FDI) pada triwulan I/2022
tumbuh signifikan 31,8% yoy," jelasnya.
Meski demikian, lanjut Edy, Indonesia tetap harus
mewaspadai dampak lanjutan transmisi dari perang, kenaikan harga komoditas,
kondisi pandemi COVID-19 di China, dan potensi penurunan pertumbuhan ekonomi
global.
Jika kondisi tersebut terus berkelanjutan, kata Edy,
akan berdampak pada meningkatnya inflasi, penurunan daya beli, dan menekan fiskal.
"Mengingat APBN harus lebih banyak menyediakan
dukungan bantalan sosial bagi masyarakat, dan terakhir menekan pasar keuangan
melalui pelemahan rupiah serta meningkatnya tingkat bunga pasar," ujarnya.
Menghadapi kondisi tersebut, pemerintah menyiapkan
berbagai langkah antisipatif. Di antaranya, melakukan diversifikasi tujuan
ekspor maupun sumber impor dan mendorong penggunaan local currency settlement system (LCS) dalam transaksi ekspor
impor, serta mendorong efisiensi dan pemulihan industri pengolahan.
"Pemerintah juga
memperkuat perlindungan sosial ekonomi yang lebih tepat sasaran melalui
reformasi subsidi dan pembenahan basis data," tungkas Edy.