MONETER – Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wimboh Santoso mengatakan inklusi keuangan di Tanah Air bergerak semakin cepat dalam setahun terakhir karena dipengaruhi oleh kemajuan teknologi digital yang pengaplikasiannya melalui telepon seluler.
“Produk
digital sekarang ini sangat marak karena ditawarkan kepada masyarakat secara
langsung melalui gadget,” Wimboh, Senin (27/6/2022).
Ia
mengatakan adanya digitalisasi ini membuat akses masyarakat untuk menggunakan
jasa keuangan produk keuangan menjadi lebih cepat. “Itulah target kita itu di
tahun 2024 sudah capai 90 persen,” kata dia.
Tingkat
inklusi keuangan pun ditargetkan terus meningkat hingga mencapai 90 persen pada
2024 sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 114 Tahun 2020 tentang Strategi
Nasional Keuangan Inklusif. Aturan tersebut diterbitkan untuk menggantikan
Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2016.
Sejauh
ini target inklusi keuangan yang dipatok dalam Perpres Nomor 82 Tahun 2016
yakni sebesar 75 persen telah terlewati.
Berdasarkan
Perpres Nomor 114 Tahun 2020 itu, OJK bersama dengan pemerintah dan lembaga
terkait mempersiapkan serta mengimplemantasikan langkah-langkah yang bertujuan
untuk mendongkrak tingkat inklusi keuangan.
“Literasi
terus ditingkatkan karena masih banyak masyarakat yang tidak apakah produk jasa
keuangan ini legal atau tidak,” kata dia.
Sementara
Kepala OJK Regional VII Sumbagsel Untung Nugroho mengatakan, berdasarkan survei
terbaru indeks literasi di Sumsel mencapai 40 persen atau di atas angka
rata-rata nasional 38 persen, sedangkan untuk inklusi keuangan mencapai 85
persen atau di atas angka rata-rata nasional 75 persen.
“Walau
sudah di atas angka rata-rata nasional tapi ada gap yang cukup jauh antara
tingkat literasi dan inklusi,” kata dia.
Kesenjangan
yang cukup jauh, dimana indeks literasi jauh lebih rendah dibandingkan inklusi
keuangan ini menunjukkan bahwa masyarakat di Sumsel sudah aktif tapi belum
memahami karakteristik produk jasa keuangan.
“Inilah
salah satu penyebab mudahnya masyarakat terjebak dalam investasi bodong hingga
pinjaman online ilegal,” kata dia.
Untuk
mengurangi gap antara literasi dan inklusi keuangan ini dibutuhkan sinergi
antara berbagai pihak terkait, mulai dari pemerintah provinsi, pemerintah
kabupaten/kota, Bank Indonesia, Kementerian Keuangan, dan Tim Percepatan Akses
Keuangan Daerah (TPAKD).
Sementara
itu, Gubernur Sumsel Herman Deru mengharapkan OJK dan lembaga terkait terus
meningkatkan literasi keuangan masyarakat di Sumsel walau saat ini sudah
mencapai 85 persen. “Tetap harus ditingkatkan, jika perlu sampai 100 persen
sebelum 2024,” kata Herman Deru.