MONETER – Pengamat Ekonomi Universitas Mulawarman Samarinda Aji Sofyan
Effendi mengatakan kenaikan harga Bahan Bakar
Minyak (BBM) non subsidi yang ditetapkan per 1 Februari akan rentan terhadap
lajunya tingkat inflasi, dalam artian tentu akan berpengaruh terhadap kenaikan
harga barang di pasar publik.
“Terkait kenaikan harga BBM non subsidi, saya melihat sedikit banyak akan
berpengaruh terhadap naiknya ongkos komponen angkutan atau transportasi barang
dagangan, meskipun yang naik itu adalah BBM non subsidi, karena sulit ditakar
kendaraan ekspedisi mana yang tidak menggunakan,” papar Aji Sofyan di
Samarinda, Kamis (2/2/2023).
Menurut dia, momentum kenaikan harga BBM non subsidi dinilai tidak tepat di
saat pemerintah berupaya keras menekan laju angka inflasi, sebab lembaga
eksekutif di tingkat daerah tengah berusaha melakukan pengendalian inflasi
menjelang puasa dan lebaran.
Lanjutnya, kebijakan yang diambil tersebut tentu anomali terhadap penekanan
laju inflasi, sebab tanpa naiknya harga produk BBM saja, inflasi bisa terjadi,
apalagi ada kenaikan, tentunya isu ini rentan dimanfaatkan oleh para pelaku
bisnis terutama yang bergerak di bidang distributor untuk menaikkan harga
barang, di antaranya sembilan bahan pokok (sembako).
“Di dalam proses produksi barang, distribusi, sampai barang tersebut berada
di pasar-pasar publik, komponen angkutan barang memakan 25 persen sampai 30
persen pembiayaan yang berasal dari transportasi, sehingga inilah salah satu
formula yang digunakan dalam menentukan harga pokok penjualan,” jelas Aji
Sofyan.
Ia menerangkan, klasifikasi kendaraan besar yang menggunakan atau yang
tidak menggunakan BBM non subsidi sulit ditakar, karena truk yang berasal dari
korporasi besar tentu menggunakan BBM non subsidi dengan alasan efisiensi,
karena jika membeli BBM subsidi antri sampai harian.
Tambahnya, para distributor pandai membaca situasi, kenaikan barang itu
adalah momentum, sebagai mana momen dalam menghadapi bulan puasa atau lebaran,
apa lagi jika itu terkait dengan komponen penentuan harga pokok produksi dan
penjualan, akibatnya kenaikan barang sulit dikendalikan.
“Kemungkinan harga bahan pokok mulai merangkak naik, karena komponen mode
transportasi terpengaruh atas kebijakan kenaikan BBM, meski pun itu non
subsidi, namun tak menutup kemungkinan sebagian kendaraan angkutan barang
menggunakan produk BBM tersebut, melihat panjangnya antrian akan BBM subsidi,”
kata Aji Sofyan.
Imbuhnya, yang paling rentan adalah permainan para pengepul yang akan
seenaknya memanfaatkan kebijakan tersebut, meskipun pada fakta mereka
menggunakan BBM subsidi.
Sebagai mana diinformasikan, PT Pertamina (Persero) kembali melakukan
penyesuaian harga BBM non subsidi yang resmi berlaku mulai Rabu, 1 Februari
2023. Setidaknya, dua jenis BBM non subsidi mengalami kenaikan harga, di
antaranya yakni Pertamax Turbo (RON 98) dan Pertamina Dex.
Harga Pertamax Turbo misalnya, mengalami kenaikan Rp800 per liter menjadi
Rp 14.850 per liter pada 1 Februari, dari sebelumnya Rp 14.050 per liter pada
periode Januari 2023. Sementara itu, untuk Pertamina Dex kini di bandrol Rp
16.850 per liter, naik dari sebelumnya Rp 16.750 per liter.
Pertamina beralasan kenaikan tersebut sebagai penyesuaian berkala dan
penetapan harga BBM Pertamax Turbo dan Pertamina Dex mengacu pada regulasi
Pemerintah (Keputusan Menteri ESDM Nomor 245.K/MG.01/MEM.M/2022 tentang Formula
Harga Dasar Dalam Perhitungan Harga Jual Eceran Jenis BBM Umum Jenis BBM dan
Minyak Solar.
Pasalnya, harga produk BBM Pertamina masih paling kompetitif dibandingkan
perusahaan lain. Karena harga tersebut telah sesuai dengan Harga Eceran
Tertinggi (HET) atau batas atas pada periode Februari 2023 yang ditetapkan
untuk setiap jenis BBM. (Ant)
