Moneter.co.id – Kementerian
Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) membangun fasilitas pengolahan emas non
merkuri pada PESK di Kabupaten Lebak, Provinsi Banten. Hal ini menyikapi penggunaan
merkuri pada sektor industri dan Pertambangan Emas Skala Kecil (PESK),
berpotensi menimbulkan pencemaran dan kerusakan lingkungan, serta mengancam
kesehatan manusia.
Direktur Jenderal Pengelolaan Sampah,
Limbah dan Bahan Beracun Berbahaya (PSLB3), Rosa Vivien Ratnawati menyampaikan,
bahwa hal ini merupakan tindak lanjut instruksi Presiden R.I. Joko Widodo,
tentang penghapusan penggunaan merkuri pada pertambangan rakyat tanggal 9 Maret
2017 lalu, dan implementasi Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2017, tentang
Pengesahan Konvensi Minamata Mengenai Merkuri.
“Berkaitan dengan upaya
penghapusan merkuri pada PESK, ada dua hal yang menjadi fokus utama. Hal yang
pertama adalah bagaimana mencari teknologi pengolahan emas yang bisa
menggantikan merkuri. Kemudian apa yang harus dilakukan pada daerah-daerah yang
menggunakan merkuri dan ditinggalkan,” ujarnya, Sabtu (25/11).
Ia mengungkapkan bahwa selain mencari
solusi alternatif (pengolahan emas) tersebut, diperlukan dukungan semua pihak
dalam penegakan hukum, khususnya dalam melawan peredaran sinabar dan merkuri
illegal, serta penggunaan merkuri illegal.
Pembangunan fasilitas seluas 1.200 m2
ini, berada di Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR) Kampung Sampay, Desa
Lebaksitu, Kecamatan Lebak Gedong, dan sebagai pelaksanaan Nota Kesepahaman
tentang PSLB3, antara Direktorat Jenderal PSLB3 KLHK dengan Pemerintah Daerah
Kabupaten Lebak, tanggal 27 April 2017 lalu.
Rosa Vivien menjelaskan, Ditjen PSLB3
juga melakukan kegiatan studi kelayakan (feasibility study) untuk pemulihan
lahan-lahan terkontaminasi merkuri. “Kami juga melakukan identifikasi
daerah-daerah yang akan kami lakukan pendekatan untuk pengalihan teknologi
menjadi non merkuri,” ucapnya.
“Di sini ada 7 (tujuh) tempat yang
sedang dikaji (feasibility study-nya), yaitu di Kecamatan Cibeber, Lebak
Gedong, Bayah, Cipanas, Panggarangan, Muncang, dan Kecamatan Cilograng, untuk
dilakukan pemulihan nantinya. Tentunya masyarakat di sekitar (lokasi pemulihan)
harus menerima, kemudian (pemilihan) teknologinya juga”, jelasnya.
Proses pengolahan emas bebas merkuri
di Kabupaten Lebak, menggunakan sianida dengan kapasitas bahan baku 1,5 ton.
Hal ini merupakan hasil kajian Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT),
berdasarkan kesesuaian karakteristik batuan mineral mengandung emas di sekitar
lokasi penambangan. Dengan kapasitas bahan baku 1,5 ton tersebut, dapat
mereduksi penggunaan merkuri sebanyak 200 kg per bulan (2,4 ton per tahun).
Fasilitas ini diharapkan dapat
menghimpun sekitar 600 orang penambang, serta memberikan dampak ekonomi yang
lebih baik, melalui kinerja perolehan emas lebih tinggi yaitu sekitar 80%,
dibandingkan dengan penggunaan merkuri yaitu sekitar 40%.
Metode Sianidasi adalah metode
pengolahan emas non merkuri yang umum digunakan. Metode ini memang dikenal
dengan risikonya yang tinggi, tetapi risiko tersebut bisa diminimalisir dengan
penggunaan teknologi yang mampu mencegah terbentuknya senyawa asam sianida (HCN)
yang berbahaya bagi kesehatan manusia, dan disertai dengan peningkatan
kapasitas bagi para penambang khususnya dalam hal teknik operasional fasilitas
pengolahan ini.
Saat ini, KLHK melakukan koordinasi
dengan berbagai sektor dalam upaya persiapan pengelolaan fasilitas pengolahan
emas bebas merkuri, diantaranya melakukan kerja sama dengan Kementerian
Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah terkait Pembangunan Badan Usaha Milik
Desa (BUMDes); Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral terkait Formalisasi
PESK; Kementerian Kesehatan terkait Pemantauan Dampak Merkuri Terhadap
Kesehatan; dan BPPT terkait Teknologi Pengolahan Emas Bebas Merkuri.
“Ke depannya kita harapkan dengan
adanya Program Lebak Sehat, dapat menjadi tindakan preventif, pencegahan dampak
merkuri terhadap kesehatan (masyarakat),” pungkas Rosa Vivien.