Moneter.id – Pertemuan Dana Moneter Internasional dan Bank Dunia atau
The Annual Meetings of International Monetary Fund & World Bank Group
(IMF-WBG) 2018 di di Nusa Dua, Bali menjadi momen penting dalam upaya menjalin perjanjian kerja sama ekonomi komprehensif antara Indonesia
dengan negara mitra strategis, terutama di sektor industri manufaktur. Gelaran
tahunan ini juga bisa dimanfaatkan Indonesia untuk memperlihatkan fundamental
ekonomi nasional ke kancah global.
“Pemerintah punya target segera menyelesaikan perundingan
dan penandatanganan beberapa CEPA (Comprehensive Economic Partnership Agreement). Kerja sama
bilateral Indonesia-Australia CEPA yang sudah final diharapkan menjadi milestone bagi CEPA lainnya,” kata
Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto di Bali, Rabu (10/10).
Menperin menyampaikan, Indonesia dan negara mitra terus
memformulasikan skema baru dalam kerangka CEPA, sehingga bisa terciptanya
peningkatan nilai perdagangan bagi kedua belah pihak yang sama-sama
menguntungkan.
“Namun demikian, untuk mencapai lompatan besar,
diperlukan industri yang berdaya saing dan meningkatkan nilai tambah tinggi
terutama untuk memenuhi pasar ekspor,” ucapnya.
Menurut Airlangga, pertemuan internasional di Bali dapat
pula menjadi kesempatan untuk membahas sekaligus mencari solusi terkait
dinamika perekonomian global yang sedang terjadi, misalnya dampak perang dagang
antara Amerika Serikat dengan China.
“Semoga event
ini dapat meringankan negara-negara berkembang. Sebab, negara yang lebih stabil
bisa memengaruhi kekuatan mata uang negara berkembang,” terangnya.
Apalagi, Indonesia sudah mempunyai peta jalan Making
Indonesia 4.0 yang memiliki sejumlah strategi dalam kesiapan memasuki era
revolusi industri 4.0. Tujuannya adalah mendongkrak perekonomian nasional,
dengan target menjadikan Indonesia masuk jajaran 10 besar negara ekonomi
terkuat di dunia pada tahun 2030.
“Di 2030, saat generasi muda memimpin Indonesia dengan skill dan talent baru, kita bisa mengantisipasi digitalisasi ekonomi. Ini
potensi yang akan digunakan sebagai pengungkit. Studi McKinsey menunjukkan, ada
potensi pertumbuhan ekonomi sebesar USD200 miliar di tahun 2030 apabila kita
bisa menyiapkan 17 juta tenaga kerja yang mampu menghadapi ekonomi digital,”
papar Menperin.
Oleh karena itu, diperlukan kolaborasi di bidang
pendidikan khususnya yang terkait program vokasi guna meningkatkan kompetensi
tenaga kerja Indonesia agar sesuai kebutuhan dunia industri saat ini.
“Jadi, selain peluang CEPA, kerja sama yang perlu
dijajaki adalah bidang vokasi serta pengembangan ekonomi digital. Kami yakin
upaya tersebut bisa menjadi pendorong utama ekonomi Indonesia,” imbuhnya.
Pengembangan sumber daya manusia dan ekonomi digital
menjadi salah satu tema pembahasan di pertemuan IMF-Bank Dunia 2018 kali ini.
Isu tersebut juga menjadi agenda dan kepentingan nasional saat ini. Kegiatan
yang berlangsung pada tanggal 8-14 Oktober 2018 ini akan dihadiri lebih dari 32
ribu peserta dari 189 negara. Mereka meliputi para pembuat kebijakan di sektor
keuangan, pelaku bisnis, akademisi, dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM).
Dalam agendanya menghadiri kegiatan IMF-WBG 2018 di Bali,
Menperin dijadwalkan menjadi pembicara pada Forum Tri Hita Karana (THK) dengan
tema The Rise of Innovation Hubs. Kemudian, melakukan pertemuan dengan Perdana
Menteri Singapura dan perwakilan pemerintah Vietnam.
(TOP)