Moneter.id – Financial Technology Peer to Peer (Fintech P2P) lending yang semakin banyak peminatnya di Indonesia membuat sejumlah perusahaan-perusahaan baru berlomba
meramaikan pasar industri jasa layanan pembiayaan berbasis teknologi ini.
Direktur
Pengaturan, Perizinan, dan Pengawasan Financial Technology Otoritas Jasa
Keuangan (OJK) Hendrikus Passagi mengungkapkan
saat ini ada sekitar 202 perusahaan Fintech P2P lending yang mengantri di
lembaganya untuk mendapat izin beroperasi di Indonesia.
“Total yang mengantri itu ada 202, tetapi kami sangat selektif
dalam hal ini,” kata Hendrikus di Bogor, Jumat (19/10).
Selain itu, lanjut Hendrikus, ada 17 perusahaan Fintech P2P lending
yang sebelumnya telah terdaftar di OJK mengajukan perizinan baru, baik karena
masa izin operasionalnya yang akan habis dalam waktu dekat atau ingin segera
mendapat izin operasional permanen.
“Sekarang sudah 17 yang mengajukan
perizinan, mereka sudah lengkapi semua dokumen. OJK menunggu kesiapan mereka
mengundang OJK untuk pengujian,” kata Hendrikus.
Berdasarkan data
OJK per Oktober 2018, ada total 73 perusahaan Fintech P2P lending di Indonesia, di antaranya satu yang sudah
berizin dan sisanya berstatus terdaftar, termasuk 17 perusahaan tadi.
Perbedaan status berizin di sini, kata
Hendrikus, adalah memiliki kewenangan beroperasi secara permanen. Sementara
untuk status terdaftar adalah memiliki kewenangan beroperasi berjangka hanya
untuk satu tahun.
“Jadi, sebelum jatuh masa registrasi
setahun, mereka harus mengajukan perizinan. Bahasa hukumnya, mereka jadi
perusahaan Fintech terdaftar tapi sedang mengajukan perizinan. Kalau tidak
mengajukan, maka tanda terdaftar gugur dengan sendirinya,” ujarnya.
Usai perusahaan mengajukan perizinan baru,
pihak OJK menunggu kesiapan perusahaaan tersebut untuk proses pengujian. Batas
waktu pengumuman perizinan baru akan didapat dalam tempo dua hari setelah
proses pengujian selesai.
(TOP)