Moneter.id – Kementerian Perindustrian terus mendorong peningkatan
investasi di sektor industri petrokimia. Selain menumbuhkan sektor hulu,
tujuannya juga guna mendongkrak kapasitas produksi sehingga dapat memenuhi
kebutuhan di pasar domestik dan ekspor sekaligus sebagai substitusi impor.
“Industri petrokimia merupakan sektor hulu yang berperan penting dalam
menunjang kebutuhan produksi di sejumlah manufaktur hilir. Produk yang
dihasilkan oleh industri petrokimia, antara lain digunakan sebagai bahan baku
di industri plastik, tekstil, cat, kosmetik dan farmasi,” kata Menteri
Perindustrian Airlangga Hartarto di Jakarta, Selasa (14/5).
Menurut Menperin, pihaknya
bertekad semakin menguatkan sektor induk (mother of industry) agar
rantai pasok dan struktur manufaktur di dalam negeri lebih dalam sehingga bisa
berdaya saing di kancah global.
“Keberlanjutan dalam
pembangunan industri petrokimia sangat penting bagi aktivitas ekonomi atau
membawa multiplier effect. Apalagi, industri kimia masuk sektor pionir dalam
Making Indonesia 4.0,” tuturnya.
Airlangga menyebutkan, salah satu industri petrokimia skala besar siap berinvestasi di Kawasan Industri Java
Integrated Industrial and Port Estate (JIIPE) di Gresik, Jawa Timur. “Kami mendapat konfirmasi dari beberapa industri,
termasuk kawasan industri di Jawa Timur, akan ada investor besar masuk di
sektor industri petrokimia,” ungkapnya.
Lebh lanjut, industri pterokimia tersebut saat ini
sedang dalam tahap pembebasan lahan. Rencana beroperasinya pada tahun 2022.
“Kalau sudah pembebasan lahan, artinya kan sudah serius. Biasanya konstruksi
untuk pembangunan paling lama 2-3 tahun,” imbuhnya.
Kemenperin mencatat, industri petrokimia turut
memberikan kontribusi cukup signifikan bagi perekonomian nasional. Pada tahun
2018, investasi di sektor industri kimia dan farmasi mencapai Rp39,31 triliun.
Selain itu, kelompok industri bahan kimia dan barang dari bahan kimia
menorehkan nilai ekspor sebesar USD13,93 miliar.
Menperin optimistis investasi dan ekspansi di sektor
industri manufaktur akan semakin menggeliat seusai perhelatan pemilihan umum
dan pemilihan presiden, beberapa waktu lalu. Ini sekaligus membuktikan bahwa
iklim ekonomi, politik dan keamanan di Indonesia masih kondusif, yang akan
meningkatkan rasa kepercayaan para investor dalam berusaha.
“Kontribusi manufaktur terhadap PDB konsisten paling tinggi. Kemudian, beberapa sektor industri, pertumbuhannya ada yang double digit dan
melampaui pertumbuhan ekonomi. Kita juga lihat bahwa ke depan itu investasi akan meningkat,
salah satu indikatornya adalah pembelian
lahan di kawasan industri yang terus naik,” paparnya.
Pada triwulan I/2019, sektor manufaktur yang mengalami
pertumbuhan tertinggi adalah industri tekstil dan pakaian jadi sebesar 18,98%.
Disusul industri pengolahan tembakau yang tumbuh hingga 16,10%, kemudian
industri furnitur tumbuh 12,89% serta industri kimia, farmasi dan obat
tradisional yang tumbuh 11,53%.
Kinerja positif juga diikuti oleh industri kertas dan
barang dari kertas, percetakan dan reproduksi media rekaman yang mengalami
pertumbuhan 9,22%, industri logam dasar tumbuh 8,59%, serta industri makanan
dan minuman tumbuh 6,77%. Sektor-sektor manufaktur ini yang mampu melampaui
pertumbuhan ekonomi nasional di triwulan I/2019 sebesar 5,07%.
“Sebagian besar industri-industri tersebut adalah yang
sedang mendapat prioritas pengembangan sesuai peta jalan Making Indonesia 4.0.
Sektor ini yang memiliki dampak ekonomi besar dan kriteria kelayakan
implementasi industri 4.0,” tegas Airlangga.