Moneter.id – Asosiasi Fintech Syariah Indonesia
(AFSI) mengharapkan pemerintah dapat membantu pengembangan layanan teknologi
finansial (fintech) di Indonesia dengan memberikan kemudahan kepada perusahaan
rintisan atau startup.
Ketua AFSI Ronald Yusuf Wijaya
mengatakan, selain memiliki sistem tata kelola yang baik, perusahaan yang
bergerak di bidang syariah termasuk fintech syariah, wajib diawasi oleh Dewan
Pengawas Syariah (DPS).
“Sebenarnya banyak sekali mereka
yang ingin menjadi fintech syariah, tapi begitu mendengar ada DPS, mereka
langsung terfikir biaya. Harusnya ini bisa difasilitasi pemerintah untuk
mendorongnya,” ujar Ronald di Jakarta, Rabu (13/2).
Selain itu, lanjut Ronald, persyaratan
modal minimum untuk mendirikan fintech syariah, juga menjadi tantangan
tersendiri. Berdasarkan Peraturan OJK (POJK) Nomor 77/POJK.01/2016 tanggal 29
Desember 2016 tentang Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi
Informasi, untuk menyelenggarakan bisnis pinjam meminjam (peer to peer
lending), modal minimal Rp1 miliar pada saat pendaftaran. Namun pada saat
mengajukan perizinan, jumlah modal tersebut harus naik mencapai Rp2,5 miliar.
“Fintech syariah banyak yang idenya
bagus. Mereka daftar dulu baru cari pendanaan, karena 1 miliar banyak
juga,” kata Ronald.
Setelah terdaftar di OJK, perusahaan
fintech syariah harus mengajukan label syariah ke Dewan Syariah Nasional-Majelis
Ulama Indonesia (DSN-MUI). Lalu DSN MUI akan memelajari alur bisnis perusahaan
fiintech syariah tersebut, baru menunjuk DPS. Setelah semua syarat terpenuhi,
DSN-MUI akan memberikan label syariah.
Saat ini, dari 99 fintech P2P Lending
yang terdaftar dan berizin di OJK, baru tiga fintech syariah yang sudah
terdaftar dan berizin antara laiin PT Dana Syariah Indonesia (Danasyariah), PT
Ammana Fintek Syariah (Ammana), dan PT Berkah Kelola Dana (BKDana).
Ronald menambahkan, saat ini fintech
syariah yang tergabung dalam AFSI sudah mencapai 55 perusahaan. Ia berharap
akan semakin banyak bermunculan fintech syariah mengingat potensi berkembangnya
masih sangat besar.
“Jumlah anggota kami ingin
sebanyaknya, kalau bisa 100-150 idealnya, 55 pun kami masih kewalahan. Banyak
potensi di daerah apakah fokus ke perkebunan pertanian, dan sebagainya,”
ujar Ronald. (Ant)