Moneter.id
–
Komisi X DPR menyepakati pagu anggaran Kementerian Pariwisata dan Ekonomi
Kreatif/Badan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf/Baparekraf) untuk tahun
anggaran 2021 sebesar Rp 4,9 miliar.
Jumlah tersebut mengalami kenaikan sebesar 19,4 persen
atau sebesar Rp795 juta dari pagu indikatif (ancar-ancar pagu anggaran) TA 2021
sebesar Rp 4.1 miliar.
Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif/Kepala Badan
Pariwisata dan Ekonomi Wishnutama Kusubandio dalam rapat kerja dengan Komisi X
DPR, Rabu (23/9/2020), mengapresiasi dukungan yang diberikan DPR kepada
pemerintah khususnya dalam membangkitkan kembali sektor pariwisata dan ekonomi
kreatif akibat pandemi COVID-19.
“Belanja pemerintah merupakan salah satu aspek
penting dalam menjaga perputaran roda ekonomi dalam masa pandemi ini. Anggaran
tidak hanya bicara seputar angka-angka rupiah, tapi anggaran yang ada merupakan
upaya implementasi dari kebijakan agar berdampak bagi masyarakat. Sehingga
kebijakan mampu memberikan harapan baru untuk tahun depan sebagai tahun
pemulihan,” katanya.
Wishnutama menjelaskan Kemenparekraf/Baparekraf
memiliki tiga program strategis. Yakni percepatan pemulihan pariwisata,
pariwisata berkualitas, dan ekonomi kreatif, serta digitalisasi dan kedaulatan
digital. Ketiga program strategis tersebut akan diimplementasikan di tiap level
kedeputian.
Dalam kesempatan tersebut, Menparekraf juga
menyampaikan kembali strategi Kemenparekraf/Baparekraf yang telah dan akan
dijalankan dalam upaya pemulihan pariwisata dan ekonomi kreatif akibat pandemi
COVID-19.
Sesuai dengan arahan Presiden, mitigasi dampak pandemi
COVID-19 bertujuan untuk membangun ketahanan dan menyelamatkan perekonomian,
yang dilaksanakan melalui tiga program utama. Yaitu program perlindungan
sosial, program padat karya, juga program stimulus.
Wishnutama menjelaskan, terlepas dari upaya yang sudah
dilakukan, pihaknya juga melihat perlu adanya usaha ekstra agar industri sektor
pariwisata dan ekonomi kreatif segera pulih. Usaha ekstra ini diperlukan karena
ada beberapa isu yang menghambat pemulihan, di antara sekian isu tersebut ada
dua isu yang dominan.
Isu yang pertama adalah “Fear Factor” yang
menurut data dari McKinsey, masyarakat Indonesia mayoritas khawatir tentang
penggunaan layanan transportasi umum, bepergian menggunakan pesawat, dan menginap
di hotel. Tiga kategori kegiatan oleh McKinsey tersebut sangat terkait dengan
sektor pariwisata.
Isu yang dominan kedua adalah soal daya beli. Menurut
data dari McKinsey, terlihat ¾ dari konsumen mengalami penurunan pendapatan dan
penurunan nominal tabungan yang dialami masyarakat. Dari data ini bisa
disimpulkan bahwa secara logika masyarakat hanya akan mengeluarkan uang untuk
kebutuhan pokok karena pendapatan yang menurun.
“Pengeluaran untuk berwisata akan menjadi hal
yang sekunder bagi kebanyakan orang. Ini tentu menjadi tantangan bagi kami
untuk membangkitkan industri pariwisata pascapandemi, dan membantu industri
pariwisata bertahan di tengah pandemi,” kata Wishnutama.
Karenanya ke depan Kemenparekraf/Baparekraf juga akan
melakukan berbagai upaya, salah satunya menjalankan program sertifikasi CHSE
gratis bagi industri pariwisata dan ekonomi kreatif dalam memulihkan
kepercayaan masyarakat.