Moneter.id – Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita menyatakan
pemerintah melalui Kementerian Perdagangan (Kemendag) memutuskan melakukan
evaluasi terhadap kebijakan tata niaga untuk mengatasi defisit neraca
perdagangan,
“Untuk mengatasi defisit neraca perdagangan
dan mengendalikan impor, instrumen yang akan diatur adalah melalui tata
niaganya,” ungkap Mendag saat menghadiri konferensi pers bersama dengan Menteri
Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasiution, Menteri Keuangan Sri Mulyani,
dan Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto di kantor Kementerian Keuangan,
Jakarta, pada Rabu (5/9).
Mendag menjelaskan, Kemendag akan mengatur
beberapa komoditas impor wajib melalui Pusat Logistik Berikat (PLB). Beberapa
produk yang diwajibkan melalui PLB yaitu besi baja, minuman beralkohol, ban,
dan produk tertentu. Selain itu, Kemendag juga akan mengkaji peraturan beberapa
impor barang konsumsi yang sebelumnya bebas tata niaga impornya menjadi diatur
ketentuannya impornya.
“Barang impor tersebut bukan merupakan bahan
baku untuk kebutuhan industri dalam negeri. Selain itu Kemendag akan
meningkatkan pengawasan terhadap kualitas dan kesesuaian standar sanitasi dan
phitosanitasi (SPS) terhadap barang impor,” ujarnya.
Langkah lainnya, Kemendag akan mendorong
optimalisasi dan akurasi perolehan devisa hasil ekspor. Salah satunya dengan
melakukan evaluasi terhadap Permendag Nomor 4 Tahun 2015 jo Nomor 67 Tahun 2015
tentang Ketentuan Penggunaan Letter Of Credit (L/C) untuk ekspor barang
tertentu yaitu komoditas sumber daya alam. Hal ini dilakukan untuk penguatan
penerapan dan pengawasan sanksi, monitoring implementasi L/C dan revisi pos
tarif.
“Dengan diwajibkannya penggunaan L/C,
diharapkan hasil ekspor komoditas sumber daya alam dapat kembali ke dalam
negeri,” terang Mendag.
Mendag menambahkan bahwa upaya meningkatkan
ekspor juga telah dilakukan dengan meningkatkan daya saing produk ekspor
Indonesia melalui percepatan kerja sama perdagangan dengan beberapa negara
mitra seperti dengan Australia, Pakistan dan beberapa negara di kawasan Afrika
yaitu Tunisia, Maroko dan Mozambik. Indonesia juga telah melakukan negosiasi
dengan Amerika Serikat (AS) agar ekspor produk baja dan aluminium mendapat
pengecualian dari US global tariff.
“Permintaan Ini telah dikabulkan USDOC yang
membebaskan 161 produk baja Indonesia dari kenaikan tarif di AS. Pemerintah
Indonesia juga telah menegosiasikan agar Indonesia tetap mendapatkan
Generalized System of Preferences (GSP) atas country review oleh AS,” jelas
Mendag.
Kebijakan lain yang diambil Kemendag adalah
melakukan relaksasi kebijakan ekspor untuk beberapa komoditas ekspor strategis.
Komoditas tersebut antara lain batu bara, minyak kelapa sawit, dan produk hasil
hutan khususnya rotan.
(TOP)