Moneter.id – Pemerintah merespons dinamika perekonomian global yang
saat ini berubah sangat cepat, dengan melakukan penyesuaian tarif Pajak
Penghasilan (PPh) Pasal 22 terhadap 1.147 barang konsumsi dari luar negeri.
Kebijakan pengendalian impor ini bertujuan untuk menjaga pertumbuhan industri
dalam negeri, peningkatan penggunaan produk lokal, dan perbaikan neraca
perdagangan.
“Sebenarnya ini tools untuk menaikkan utilisasi,
apalagi Purchasing Managers’ Index (PMI) manufaktur Indonesia
juga naik pada bulan Agustus. Artinya, masih ada geliat positif dan upaya
ekspansi dari sektor industri,” kata Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto
di Jakarta, Rabu (5/9).
Tarif PPh Pasal 22 merupakan pembayaran pajak penghasilan di muka
yang dapat dikreditkan dan bisa terutang pada akhir tahun pajak. Untuk itu,
kenaikan PPh impor tidak akan memberatkan sektor manufaktur. Ongkos produksi
bisa berkurang karena industri diarahkan memakai bahan baku dalam negeri.
Dampak jangka panjangnya bisa menciptakan kemandirian industri manufaktur
nasional.
Menperin menegaskan, pengendalian impor tersebut menjadi momentum
baik dan juga sebagai bentuk keberpihakan pemerintah guna memacu produktivitas
dan daya saing industri nasional. Regulasinya akan tertuang dalam Peraturan
Menteri Keuangan yang berlaku pekan depan atau tujuh hari setelah
ditandatangani oleh Menteri Keuangan, kemarin.
“Tentu keberpihakan ini diapresiasi oleh kalangan industri
manufaktur. Sebelumnya kan tidak ada keberpihakan antara barang impor dan
barang domestik karena dengan struktur tarif yang sudah bebas. Dengan demikian,
bisa menjadi pemacu local content,” paparnya.
Airlangga menjelaskan, yang membedakan besaran tarif PPh 22
tersebut adalah sifat produk, baik itu yang digunakan oleh industri hulu,
antara, atau hilir dengan mempertimbangkan ketersediaan produksi dalam negeri
dan perkembangan industri nasional. “Prinsipnya kalau belum diproduksi di dalam
negeri, kami tidak utak atik, seperti bahan baku untuk industri farmasi. Jadi,
ada pemilahan,” tuturnya.
Adapun, hasil tinjauan terhadap penyesuaian tarif PPh Pasal 22
untuk 1.147 barang konsumsi impor ini dilakukan melalui instrumen fiskal, yakni
sebanyak 210 item komoditas yang sebelumnya dikenakan tarif PPh 22 sebesar 7,5%
naik menjadi 10% untuk barang mewah, termasuk mobil impor utuh (CBU) bermesin
di atas 3.000 cc dan sepeda motor bermesin besar (di atas 500 cc).
Selanjutnya, 218 item dengan tarif PPh awal 2,5% naik menjadi 10%,
meliputi barang konsumsi yang sebagian besar bisa diproduksi di dalam negeri,
seperti barang elektronik, keperluan sehari-hari (sabun, sampo, dan kosmetik),
serta peralatan masak dan dapur.
Sisanya, 719 item dari tarif PPh 22 yang 2,5% naik menjadi 7,5%,
berupa barang yang digunakan dalam proses konsumsi dan keperluan lainnya. Contoh
komoditasnya antara lain bahan bangunan (keramik), ban, peralatan elektronik
audio-visual, dan produk tekstil.
Pengelompokkan barang-barang menjadi tiga golongan tersebut,
karena harus dilihat kelompok barang yang memiliki peranan penting untuk pasokan
bahan baku industri sehingga punya kontribusi besar untuk memacu pertumbuhan
ekonomi, dan untuk menjaga produksi yang menggunakan bahan baku atau barang
konsumsi.
(TOP)