Senin, Oktober 6, 2025

Cegah Korupsi Lebih Efektif, KSP Upayakan Kolaborasi dan Sinergitas

Must Read

Moneter.co.id – Komitmen
Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk pemberantasan korupsi tidak pernah surut. Presiden
juga meminta supaya pemberantasan korupsi mengedepankan aspek pencegahan demi
mendorong terwujudnya pemerintahan yang bersih.

Untuk
menindaklanjuti komitmen Presiden Jokowi tersebut, Kantor Staf Presiden (KSP) bertemu
dan berkoordinasi dengan beberapa kementerian dan lembaga, guna mendorong
terciptanya sistem kolaborasi pencegahan korupsi yang lebih efektif itu.

Turut hadir
pada pertemuan tersebut yakni, Prof. Dr. Jimly Ashiddiqie, SH (Mantan Ketua
Mahkamah Konstitusi), Dr. Bivitri Susanti (Dosen Universitas Indonesia), Sri
Wahyuningsih (Kementerian Dalam Negeri), Prahesti Pandanwangi (Badan
Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas), dan pejabat dari Kementerian
Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (KemenPAN-RB) dan Komisi Pemberantasan
Korupsi (KPK) di Bina Graha, Jakarta, 2 Maret 2018.

Kepala Staf
Kepresidenan Moeldoko mengatakan, bahwa jika ada kemauan dari setiap pihak yang
menangani masalah ini, pasti ada jalan untuk mengurai benang merah. Pencegahan
korupsi harus dilihat sebagai upaya yang positif bagi lembaga yang diminta
untuk melakukan pencegahan korupsi.

“Seorang
inspektur kadang tidak disukai karena memberi pendapat bagaimana cara kita
bekerja, namun inspektur seharusnya dilihat sedang berupaya mencegah kita
melakukan kesalahan yang tidak kita sadari,” kata Moeldoko.

Oleh karena itu,
KSP akan mengurai benang merah ini dengan berkoordinasi dengan Kementerian
terkait. “Setiap titik rawan korupsi harus kita cegah bersama,” tambah
Moeldoko.

Prof. Jimly
menyatakan, terkait korupsi, pencegahan itu penting sekali. Negara harus
mengedepankan pencegahan, tidak hanya penindakan. Penindakan adalah alat negara
yang baru digunakan jika pencegahan sudah tidak bisa dilakukan.

“Menurut UU
tentang KPK, KPK memiliki peran penindakan dan pencegahan. Namun pencegahan
tidak dapat dilakukan sendiri-sendiri. Harus ada kolaborasi dari semua pihak.
Pemimpin harus siap ikut bertanggung jawab apabila bawahannya ada yang korupsi,”
ucap Prof. Jimly.  

Bila perlu, lanjut
Prof. Jimly pemerintah perlu mempertimbangkan merancang Undang-Undang khusus
tentang Sumpah Jabatan dan Tata Cara Pertanggungjawaban Publik.

Sementara itu,
Bivitri Susanti menjelaskan, kolaborasi antara KPK dengan Pemerintah perlu
mempertimbangkan posisi KPK yang independen. Namun independensi ini bukan
berarti KPK tidak bisa berkolaborasi dengan Pemerintah dalam hal pencegahan
korupsi.

”Oleh karena
itu, menurutnya, perlu payung hukum yang tepat supaya bisa mengakomodasi
kolaborasi pencegahan korupsi antara KPK dengan Pemerintah. Payung hukum yang
ideal adalah Peraturan Pemerintah.” ucapnya.

Sementara, Sri
Wahyuningsih melihat, upaya pencegahan belum efektif lebih pada masalah
implementasi. Bukan programnya. Ia mencontohkan peran inspektorat di daerah yang
belum bisa berperan optimal, karena inspektorat tidak memiliki kewenangan yang
cukup untuk melakukan koordinasi dengan dinas-dinas yang lain. Di sisi lain,
KemenPAN-RB menemukan banyaknya penggunaan aplikasi pengawasan yang sering
tumpang tindih antarkementerian.

Ditempat yang
sama, Prahesti Pandanwangi menyampaikan, Bappenas sedang merevisi Perpres
55/2012 tentang Strategi Nasional Pemberantasan dan Pencegahan Korupsi.

”Revisi dari
Perpres 55/2012 dapat mengakomodasi kolaborasi yang lebih efektif. Upaya
peningkatan kolaborasi sudah masuk dalam Rencana Kerja Pemerintah (RKP) 2017
sebagai salah satu kegiatan prioritas Pemerintah di tahun 2017,” ujarnya.

Menurutnya, upaya
pencegahan korupsi bisa lebih bersinergi apabila kolaborasi dan sinergi dimulai
sejak penyusunan rencana pencegahan korupsi di masing-masing K/L.

Sementara itu, pejabat
di bagian Penelitian dan Pengembangan KPK Timotius Partohap menjelaskan, KPK
melaksanakan kegiatan koordinasi dan supervisi pencegahan (korsupgah) pada
beberapa pemerintahan daerah kabupaten/kota di seluruh provinsi.

“Salah satu
sektor yang menjadi fokus adalah pencegahan korupsi di sektor sumber daya alam.
Selama ini, publik lebih banyak melihat penindakan KPK sebagai cara yang paling
efektif memberantas korupsi,” kata Timotius.

Ia menilai, pencegahan
masih dianggap sebelah mata dan belum banyak yang mengetahuinya. Padahal,
katanya, sejak dibentuk 2004 silam, selain menindak para koruptor, KPK juga
memiliki program pencegahan sebagai bagian upaya memberantas korupsi.

 

(TOP)

- Advertisement -spot_img
- Advertisement -spot_img
Latest News

GIIAS Hadirkan Informasi dan Inovasi Otomotif Terbaru Bagi Pelajar dan Mahasiswa Lewat Education Day

Rangkaian pameran otomotif GIIAS Bandung 2025 yang resmi dibuka pada 01 Oktober hingga 05 Oktober 2025 di Sudirman Grand...
- Advertisement -spot_img

More Articles Like This

- Advertisement -spot_img