Moneter.id – Mantan Gubernur Bank Indonesia (BI) periode 2003-2008
Burhanuddin Abdullah meminta agar pemerintah turun tangan langsung dalam
perkembangan ekonomi syariah di Indonesia. Hal ini terkait lambatnya
perkembangan ekonomi syariah, bahkan market share perbankan
syariah di Indonesia masih 5%.
“Pemerintah pusat bisa meniru apa yang dilakukan oleh
Pemerintah Daerah Aceh dan Pemda Nusa Tenggara Barat (NTB) yang mendorong
tumbuhnya bank syariah dengan melakukan konversi dari bank konvensional ke bank
syariah,” paparnya, Senin (15/04).
Ia menjelaskan, peran pemerintah juga harus besar,
mengingat dari sisi infrastruktur, fasilitas perbankan syariah masih sangat
terbatas. Kalau bisa pemerintah bisa turun tangan supaya industri bank syariah
besar, kalau perlu salah satu bank pemerintah dijadikan bank syariah.
“Daripada BNI dan Mandiri bersaing, lebih baik membuat
salah satu bank syariah (konversi ke syariah),” kata Burhanuddin.
Menurutnya salah satu kendala yang menghambat kemajuan
industri perbankan syariah adalah, pertama, sikap politik yang tidak jelas.
Kedua, penciptaan kreativitas instrumen syariah yang perlu dikembangkan lebih
baik ke depan.
“Kendala sikap politik yang mendorong, kalau sikap
politiknya jelas, ini salah satu yang penting. Kedua, orang-orangnya sekarang
harus sejahtera, kreativitas untuk menciptakan instrumen syariah untuk industri
keuangan kita,” ungkapnya,
Ke depan, Burhanuddin memperkirakan industri keuangan
syariah akan mengalami penurunan jika terobosan-terobosan perbankan syariah
tidak dimaksimalkan dengan baik oleh pemerintah.
“Sekarang ini stagnan 5%, ke tolong karena Aceh
menjadi bank syariah. Mungkin tahun depan bisa jadi turun karena bank
konvesional makin besar, karena keuntungan besar dan mengambil suku bunganya
besar-besar, maka bank asing pada masuk,” ucapnya.
Sementara itu, Ekonom UGM Yogyakarta Anggito Abimanyu
menambahkan ada dua hal yang harus dilakukan untuk mendorong ekonomi dan
keuangan syariah. Pertama, kebijakan top down oleh pemerintah,
pemerintah daerah dan regulator.
“Kedua, bottom up dari industri,
lembaga fatwa atau lembaga pendidikan, seperti mendirikan program studi ekonomi
Islam atau keuangan syariah terapan di perguruan tinggi, mendorong kreativitas
produk syariah, lahirnya fatwa-fatwa produk syariah dan keuangan syariah,
memperbesar promosi dan sosialisasi syariah di majelis ilmu, masjid, pondok
pesantren, media sosial, target milenial dan lain sebagainya,” tungkasnya.