Moneter.id – Kementerian Perdagangan melalui Direktorat Jenderal
Pengembangan Ekspor Nasional, menggelar forum teknis dengan tema ‘Pengembangan
Ekspor Produk Farmasi dan Alat Kesehatan’ di Tangerang, Banten, pada Selasa
(9/10) lalu. Forum ini merupakan bentuk perhatian pemerintah terhadap
perkembangan industri farmasi dan alat kesehatan di Indonesia.
Kegiatan ini diikuti oleh perwakilan dari Badan Pengawas
Obat dan Makanan (BPOM), perwakilan dari Kementerian Kesehatan, perwakilan dari
Kementerian Perindustrian, perwakilan Kementerian Keuangan, serta beberapa
perusahaan industri farmasi dan alat kesehatan.
“Pemerintah bekerja sama dengan pelaku usaha akan terus
bersinergi meningkatkan ekspor produk farmasi dan alat kesehatan. Salah satunya
dikarenakan peluang pasar produk farmasi dan alat kesehatan masih sangat besar.
Selain itu, permintaan produk segmen ini terus meningkat dari masa ke masa,” kata
Direktur Kerja Sama Pengembangan Ekspor, Ditjen PEN Marolop Nainggolan, Rabu
(17/10).
Marolop menjelaskan, guna mendukung pengembangan ekspor
produk farmasi dan alat kesehatan, Pemerintah telah mengeluarkan kebijakan
percepatan pengembangan industri farmasi dan alat kesehatan melalui Instruksi
Presiden Nomor 6 Tahun 2016. Salah satu yang menjadi sorotan adalah upaya
pengembangan produksi bahan baku obat, obat, dan alat kesehatan untuk pemenuhan
kebutuhan dalam negeri dan ekspor.
“Produk farmasi dan alat kesehatan Indonesia layak
diperhitungkan dan bersaing dengan produk dari negara lain. Untuk itu, Inpres
No.6 Tahun 2016 harus segera ditindaklanjuti bersama kementerian/lembaga
terkait. Diharapkan melalui Inpres tersebut dapat terwujud peningkatan ekspor
produk segmen ini,” ujar Marolop.
Marolop menyampaikan, ada beberapa tantangan dan kendala
yang mengemuka dalam kegiatan ekspor produk farmasi dan alat kesehatan ini,
antara lain semakin sulit dan ketatnya persyaratan untuk registrasi produk
farmasi di negara tujuan ekspor. Hal ini disebabkan setiap negara tujuan ekspor
berupaya melakukan proteksi, salah satunya dalam bentuk proses perizinan yang
memakan waktu lama, bahkan hingga lima tahun.
Tantangan selanjutnya yaitu persaingan harga dengan
produsen produk sejenis dari negara lain. Pesaing utama untuk produk segmen
ini, khususnya datang dari China dan India yang dapat memproduksi obat dengan
harga yang sangat murah. Selanjutnya terkait bahan baku farmasi produksi
Indonesia yang umumnya masih impor dengan komponen mencapai 80—90%. Hal ini
disebabkan kurangnya pasokan bahan baku dari dalam negeri. Kendala lainnya
adalah belum terciptanya harmonisasi regulasi antara kementerian/lembaga
terkait dengan berbagai negara tujuan ekspor.
Masalah teknis, lanjut Marolop, sering kali terjadi pada
proses pengiriman. Hal ini karena ekspor produk farmasi seperti vaksin harus
dikirim segera dan dalam waktu 24 jam harus tiba di lokasi, sehingga
menggunakan mekanisme pengiriman khusus (cold chain) dan kontainer khusus. Hal
ini menyebabkan beban pengiriman menjadi mahal terutama ke negara-negara di
kawasan yang cukup jauh, seperti ke benua Amerika.
“Belum lagi apabila suatu negara mensyaratkan produk yang
masuk harus menggunakan kemasan khusus atau sumber daya setempat. Selain itu,
terkadang timbul permasalahan pembayaran apabila negara pembeli berasal dari
negara yang sedang diembargo atau dari negara dengan sistem pembayaran yang
belum sempurna,” terang Marolop.
Marolop menambahkan, diperlukan peningkatan penelitian
dan pengembangan produk farmasi dan alat kesehatan untuk menciptakan inovasi.
Di samping itu, perlu perlindungan kekayaan intelektual (HKI) bagi merek produk
Indonesia agar tidak dipalsukan di negara tujuan ekspor. Tidak kalah penting,
diperlukan peran lembaga pembiayaan nasional untuk memberikan fasilitas
pembiayaan, penjaminan, dan asuransi untuk kegiatan ekspor produk ini.
Untuk meningkatkan pemahaman calon mitra (buyer)
diperlukan dukungan promosi, baik dari pemerintah, maupun pelaku usaha. Untuk
itu, diperlukan bimbingan dan bantuan dari lembaga pemerintah dan perwakilan di
luar negeri untuk menjangkau pelaku usaha setempat yang terpercaya dan
berkomitmen melakukan kerja sama.
Untuk kegiatan promosi dibutuhkan lembaga seperti
Pharmacy Council yang dibentuk khusus untuk membantu mencari rekanan di negara
tujuan ekspor. Selain itu, juga produsen farmasi dan alat kesehatan harus aktf
mengikuti pameran atau kegaitan misi dagang yang disertai forum bisnis dan business
matching.
“Kerja sama antar negara atau wilayah harus terus
dilakukan, khususnya dalam hal harmonisasi peraturan (regulatory harmonization)
di beberapa forum bilateral, regional, dan multilateral. Melalui upaya ini,
diharapkan negara-negara tujuan ekspor dapat dengan mudah menerima produk
farmasi dan alat kesehatan dari Indonesia,” pungkas Marolop.
Pada 2016 pasar farmasi Indonesia diperkirakan mencapai
Rp 69 triliun dan akan mencapai lebih dari Rp 100 triliun pada 2020.
Berdasarkan Rencana Induk Pembangunan Industri Nasional pada 2015—2035, sektor
industri farmasi merupakan salah satu sektor industri penggerak utama ekonomi
nasional di masa mendatang yang mampu menyerap sebanyak 40.000 tenaga kerja.
Saat ini, terdapat sekitar 239 perusahaan farmasi yang
beroperasi di Indonesia dan sebagian besar berada di Jawa Barat, Jawa Timur,
dan DKI Jakarta dan memasok 70% kebutuhan obat dalam negeri.
Beberapa perusahaan farmasi besar nasional telah bergerak
di pasar ekspor. Salah satunya PT Bio Farma (Persero) telah berhasil mengekspor
produk farmasi ke sejumlah negara di dunia. Bio Farma tercatat menjadi salah
satu produsen vaksin terbesar dunia dengan negara tujuan ekspor sebagian besar
di negara berkembang.
Sementara itu, pasar industri alat kesehatan nasional
pada tahun 2018 diperkirakan mencapai Rp 13,5 triliun atau tumbuh 10% dibanding
tahun 2017. Saat ini produksi alat kesehatan Indonesia didominasi produk
furnitur rumah sakit.
Meski belum dapat memproduksi produk berteknologi tinggi,
produsen lokal mulai merambah ke alat kesehatan teknologi menengah seperti USG,
x-ray, dan mesin anastesi. Sementara produk alat kesehatan berteknologi tinggi
didatangkan dari negara-negara Eropa, Jepang, Amerika Serikat, dan China.
(TOP)