Moneter.id – Pemerintah semakin fokus menggenjot
kinerja industri pengolahan yang berorientasi ekspor untuk memperbaiki struktur
perekonomian saat ini. Apalagi, selama ini produk manufaktur memberikan
kontribusi paling besar terhadap nilai ekspor nasional.
“Industri manufaktur mampu menyumbang
nilai ekspor hingga 74 persen. Selain itu, berkontribusi terhadap PDB sebesar
20 persen serta untuk perpajakan sekitar 30 persen,” kata Menteri Perindustrian
Airlangga Hartarto di Jakarta, Minggu (3/2).
Dari capaian tersebut, industri manufaktur dinilai
berperan penting dalam memacu nilai investasi dan ekspor sehingga
menjadi sektor andalan untuk mengakselerasi pertumbuhan ekonomi nasional.
Oleh karena itu, pemerintah
berkomitmen merevitalisasi industri manufaktur melalui pelaksanaan peta jalan
Making Indonesia
4.0 agar juga siap memasuki era revolusi industri 4.0.
“Roadmap
menyebutkan, kenaikan signifikan ekspor netto akan menggerakkan pertumbuhan
ekonomi. Diperkirakan, 5-10 persen rasio ekspor netto terhadap PDB pada tahun
2030,” ungkap Menperin. Artinya, pada era digital, industri manufaktur nasional
akan lebih berdaya saing di kancah global.
Kementerian Perindustrian mencatat, ekspor
dari industri pengolahan nonmigas terus meningkat dalam empat tahun terakhir.
Pada 2015, nilai ekspor produk manufaktur mencapai USD108,6 miliar, naik
menjadi USD110,5 miliar di tahun 2016. Pada 2017, tercatat di angka USD125,1
miliar, melonjak hingga USD129,9 miliar di tahun 2018.
“Jadi, pada tahun 2019, kami akan lebih
genjot lagi sektor industri untuk meningkatkan ekspor, terutama yang punya
kapasitas lebih,” ungkapnya.
Kemenperin akan fokus memacu kinerja ekspor di lima sektor industri
yang mendapat prioritas pengembangan sesuai peta jalan Making Indonesia 4.0. Lima sektor itu, yakni industri makanan
dan minuman, tekstil dan pakaian, otomotif, elektronika, dan kimia. Sebab, lima
kelompok manufaktur ini mampu memberikan kontribusi sebesar 65 persen terhadap
total nilai ekspor nasional. Selain itu bisa menyumbang 60 persen untuk PDB dan
60 persen tenaga kerja industri ada di lima sektor tersebut
“Namun, ada beberapa
sektor lain yang juga punya potensi besar dalam menopang perekonomian
nasional melalui kinerja ekspornya.
Misalnya, industri perhiasan, permesinan, furnitur,
pengolahan ikan, dan hortikultura,” sebutnya.
Pada 2019, pemerintah menargetkan ekspor
nonmigas tumbuh 7,5 persen. Proyeksi
tersebut mempertimbangkan pertumbuhan ekonomi global sebesar 3,7 persen. Adapun tiga pasar ekspor
utama, yakni Amerika
Serikat, Jepang, dan Tiongkok. Penetrasi
pasar ekspor ke negara-negara nontradisional juga dilakukan, seperti
ke Bangladesh,
Turki, Selandia Baru, Myanmar dan Kanada.
“Meski
demikian,
diharapkan ada perbaikan ekonomi global, sehingga bisa mendorong ekspor
nonmigas lebih tinggi lagi di
tahun 2019,” tutur Airlangga.
Selain itu, pemerintah juga menargetkan
segera merampungkan sebanyak 12
perjanjian dagang baru pada
tahun ini.
Guna
memenuhi proyeksi peningkatan ekspor di tengah melambatnya ekonomi global, Airlangga menuturkan, sesuai dengan komitmen
Presiden Joko Widodo untuk terus mendorong naiknya kualitas ekspor produk
Indonesia, perlu
mengakselerasi ekspor produk yang memiliki nilai tambah tinggi. Strategi utama
pemerintah adalah dengan berupaya menarik investasi industri untuk menjalankan hilirisasi sehingga dapat mensubstitusi
produk impor.
Kebijakan
lainnya dalam rangka
meningkatkan daya saing ekspor dalam kurun 1-3 tahun ke depan, antara lain perbaikan iklim usaha
melalui sistem perizinan berusaha terintegrasi secara elektronik (online single submission/OSS), fasilitas
insentif perpajakan, program vokasi, penyederhanaan prosedur untuk mengurangi
biaya ekspor, dan pemilihan komoditas unggulan.




