Moneter.co.id – Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Industri (BPPI)
Kementerian Perindustrian, Ngakan Timur Antara menyatakan sektor industri
manufaktur memiliki kontribusi terbesar dalam struktur Produk Domestik Bruto
(PDB) nasional sekaligus menjadi sumber pertumbuhan utama PDB nasional dengan
capaian 20,16%.
“Di tingkat global, Indonesia saat ini berada di
peringkat ke-9 dunia dari aspek penghasil nilai tambah (manufacturing value
added) atau menempati posisi tertinggi dibanding negara ASEAN lainnya,”
katanya, Jumat (09/02)
“Perkembangan ekonomi Indonesia tidak terlepas dari
peningkatan investasi dan ekspor Indonesia. Dari sisi ekspor, produk industri
merupakan kontributor utama dengan peranan mencapai 75,6% dari total ekspor
Indonesia,” tuturnya.
Menurut Ngakan, komoditas yang mendominasi ekspor produk
Indonesia pada tahun 2017 berasal dari lima kelompok industri, yaitu produk
industri makanan, industri bahan kimia dan barang dari bahan kimia, industri
logam dasar, industri karet, barang dari karet dan plastik, serta industri
pakaian jadi.
“Oleh karena itu, berbagai kebijakan dan strategi telah
dan akan terus dilakukan untuk semakin memacu ekspor produk tersebut,” ujarnya.
Terkait dengan pembangunan ekonomi inklusif, kata
Ngakan, bahwa konsep pembangunan tersebut harus mampu menurunkan kemiskinan,
menciptakan lapangan kerja yang tinggi dan menurunkan ketimpangan ekonomi. Oleh
karena itu, Pemerintah menetapkan beberapa kebijakan.
Langkah strategis itu antara lain pembangunan
infrastruktur, penguatan daya saing industri, penguatan kawasan ekonomi (KEK
dan Kawasan Industri), serta membangun kawasan pariwisata di seluruh wilayah
Indonesia melalui kebijakan pemerataan ekonomi (lahan, kesempatan, dan
kapasitas sumber daya manusia/SDM).
“Upaya tersebut telah didukung dengan Paket Kebijakan Ekonomi
Jilid I-XV, yang hasilnya cukup nyata dengan membaiknya penilaian lembaga asing
terhadap Indonesia dari sisi daya tarik investasi, perbaikan peringkat daya
saing global competitiveness index,
dan membaiknya kemudahan berusaha (ease
of doing business),” paparnya.
Dalam rangka mendorong pembangunan ekonomi inklusif,
Kementerian Perindustrian telah menetapkan empat strategi, yaitu kebijakan
pembangunan SDM industri, pembangunan industri ke luar pulau Jawa, kebijakan e-smart IKM, dan kebijakan penerapan revolusi
industri 4.0.
“Kebijakan pembangunan SDM ini dalam rangka mencapai tujuan
penyerapan lapangan kerja. Untuk itu, dilakukan melalui penyelenggaraan
pendidikan vokasi industri berbasis kompetensi, program link and match SMK dan industri, serta program pelatihan industri
dengan sistem 3 in 1 (pelatihan,
sertifikasi dan penempatan),” ujar Ngakan.
Selanjutnya, strategi pembangunan industri ke luar pulau
Jawa ditujukan untuk mendorong pengurangan ketimpangan ekonomi. Kebijakan ini
dilakukan dengan rencana pembangunan 16 zona industri (kawasan industri) sampai
dengan tahun 2019 yang mayoritas berlokasi di luar pulau Jawa.
Mengenai kebijakan e-smart
IKM, ditujukan dalam rangka peningkatan kesempatan IKM nasional dalam
memasarkan produk secara lebih masif melalui platform digital. “Hal ini sejalan
dengan arah kebijakan pembangunan Industry 4.0 yang saat ini tengah
dikembangkan,” kata Ngakan.
Saat ini, Kemenperin sedang menyusun roadmap pengembangan Industry 4.0 yang
difokuskan pada lima sektor, yakni indutri makanan dan minuman, tekstil dan
pakaian jadi, otomotif, elektronik, dan kimia.
Ngakan berharap peran pengusaha dalam mendukung
pembangunan ekonomi Indonesia, khsusnya sektor industri manufaktur. “Pengusaha
memiliki peranan yang vital sebagai aktor utama penggerak ekonomi nasional.
Dengan dunia usaha semakin meningkat, maka potensi penumbuhan menumbuhkan
usaha-usaha baru di sektor produktif akan mampu menciptakan peluang kerja yang
lebih banyak lagi,” paparnya.
(HAP)