Moneter.id – Kementerian Perindustrian terus
mendorong peningkatan
investasi Korea Selatan di Indonesia, terutama untuk sektor industri. Ini merupakan langkah
strategis dalam upaya
memperdalam struktur manufaktur nasional agar lebih berdaya saing di kancah
global. Guna menarik penanaman modal
tersebut, Pemerintah Indonesia telah bertekad menciptakan
iklim bisnis yang kondusif serta memberi kemudahan dalam perizinan usaha.
“Saat ini,
kerja sama Indonesia dan Korea
Selatan berada di level baru. Korea punya peran di industri baja yang disebut mother of industry yang memperdalam
struktur industri otomotif. Investasi Korea Selatan sudah membuka satu juta
lapangan kerja di Indonesia. Kami
berharap, jumlah ini meningkat
dua kali lipat pada 2024,” kata
Menteri Perindustrian Airlangga
Hartarto saat memberikan
sambutan pada rangkaian Acara Korean Business Dialogue dengan tema Together We
Grow di Jakarta, Rabu (27/2).
Menurut Menperin, Korea
Selatan konsisten menjadi investor kelima terbesar di Indonesia dalam lima
tahun terakhir melalui berbagai
investasi di sektor manufaktur
dasar seperti industri baja
dan petrokimia. “Di
sektor baja, kita mengenal perusahaan POSCO, lalu Lotte Chemical Indonesia
sebagai pemain petrokimia serta ada
juga industri ban Hankook,” ungkapnya.
Melalui penguatan kemitraan Indonesia–Korea Selatan, Airlangga meyakini, akan dapat saling menguntungkan
bagi kedua negara. “Potensi perdagangan kedua negara sangat besar,” imbuhnya.
Pada tahun
2017, neraca perdagangan RI-Korsel mengalami surplus sebesar US$78 juta dari
total nilai perdagangan yang mencapai US$17 miliar. Diproyeksi, nilai
perdagangan kedua negara semakin meningkat dengan target sebesar US$30 miliar
tahun 2022.
“Kami juga harapkan terjadi pertumbuhan investasi di sektor permesinan,
karet, kayu, dan elektronik dari Korea Selatan di Indonesia,” ungkapnya.
Ini akan membawa efek berantai
yang luas bagi ekonomi nasional, baik melalui peningkatan pada nilai tambah sumber
daya alam di dalam negeri, penyerapan tenaga kerja lokal, hingga penerimaan
devisa dari ekspor.
Airlangga menujukkan study
McKinsey, bahwa pada
tahun 2025 terdapat peluang
dari sektor ekonomi digital sebesar USD150 miliar
bagi Indonesia yang akan mempekerjakan lebih dari 10 juta tenaga kerja, empat
juta di antaranya adalah pekerja dari sektor industri. “Kami sudah berkomitmen
dengan Korea Chamber of Commerce and Industry in Indonesia (Kocham), bahwa dari empat juta tenaga
kerja sektor industri, dua juta dari investasi Korea Selatan,” tuturnya.
Airlangga juga menegaskan, besarnya peluang ekonomi
digital bisa menjadi multiplier effect bagi
industri lainnya, misalnya smartphone
dan elektronik. Dengan bonus
demografi yang akan dirasakan Indonesia hingga tahun 2030, semakin banyak penduduk Indonesia
yang bekerja menggunakan ponsel pintar.
“Pasar smartphone di Indonesia diperkirakan
mencapai 60 juta. Tidak ada penjualan di negara ASEAN lain yang bisa mencapai
ini,” ujarnya.
Terlebih, bahan baku yang dibutuhkan
untuk industri smartphone dan
elektronika sudah tersedia. “Sehingga untuk bisa mengurangi impor elektronika,
harus mendorong lokalisasi industri smartphone,”
lanjutnya.
Menurut Airlangga, pertumbuhan ekonomi
Indonesia pada 2018 berada di 5,17 persen, paling tinggi dalam empat tahun
terakhir. Ini menunjukkan angin sedang bertiup ke Indonesia. Artinya, industri
Indonesia semakin percaya diri di kancah global dan masih memiliki peluang ekspansi.
Pada tahun 2018, beberapa sektor
industri tumbuh hampir dua kali lipat atau di atas pertumbuhan ekonomi. Misalnya,
permesinan dan logam tumbuh hampir 9,5 persen.
Indonesia juga telah menetapkan peta
jalan Making Indonesia 4.0 yang sudah diresmikan oleh Presiden Joko Widodo.
Kunci dari peta jalan ini adalah menjadikan Indonesia 10 besar ekonomi dunia di
2030.
“Strateginya dengan ekspor,
produktivitas serta riset and development
(RnD). Saya rasa tiga sektor ini yang dikuasai industri Korea Selatan. Sehingga
kami ingin perusahaan Korea betah di Indonesia,” kata Airlangga.
Airlangga mangatakan, untuk mendorong
pertumbuhan invetasi, Pemerintah Indonesia sudah menyiapkan berbagai kebijakan
keringanan pajak atau tax holiday
yang diprioritaskan untuk industri baru. Saat investor tersebut memasukan
proposal investasi, pemerintah Indonesia menentukan berapa lama perusahaan akan
menerima fasilitas tax holiday. Dalam
aturannya, ditetapkan lima hingga 20 tahun untuk investasi hingga Rp30 triliun.
“Kami membuka diri seluas mungkin. Di
luar ini, kalau ada investasi spesial, saya rasa investor dapat datang ke kami,
sehingga kami bisa menentukan tax holiday
tambahan bagi industri tersebut,” imbuh Airlangga.