Moneter.id – Kamar dagang Indonesia (Kadin)
Kalimantan Barat mendesak pemerintah mencabut Permendag No. 44/2012 tentang
Barang Dilarang Ekspor, pasca diterbitkannya Permen LHK No. P.20/2018 tentang
Jenis Tumbuhan dan Satwa Yang Dilindungi.
“Dengan diterbitkannya
Permen LHK No. P.20/2018, buah atau biji Tengkawang seharusnya sudah boleh
dilakukan ekspor, tetapi karena Permendag No. 44/2012 belum dicabut, sehingga
belum bisa,” kata Wakil Ketua KADIN Kalbar, Rudyzar Zaidar Mochtar di
Pontianak seperti dilansir Antara, Jumat (31/8).
Ia menjelaskan, dalam
Permendag No 44/2012, dalam lampiran regulasi tersebut, buah Tengkawang
tercatat sebagai buah terlarang untuk diekspor. Kemudian pada Permen LHK No.
P.20/2018, buah Tengkawang sudah tidak dilarang untuk diekspor.
“Sehingga kami mendesak
pemerintah melalui Kemendag sudah seharusnya mencabut aturan larangan ekspor
buah Tengkawang tersebut demi peningkatan kesejahteraan masyarakat atau petani
buah Tengkawang,” ujarnya.
Rudyzar menilai kebijakan
tersebut bertentangan dengan semangat Nawacita Presiden Joko Widodo. “Ini
kebijakan yang merugikan petani, kalau tangkai atau batang Tengkawang yang
dilarang, saya setuju saja, sebab jika tidak dilarang akan mendorong orang
menebang pohon. Tetapi kalau buahnya untuk apa dilarang,” katanya.
Dia membandingkan dengan
Permen LHK No P.20/2018 tentang Jenis Tumbuhan dan Satwa yang Dilindungi. Dalam
lampiran regulasi ini, ada 921 jenis tumbuhan dan satwa dilindungi, namun buah
Tengkawang tidak masuk dalam kategori itu.
“Harusnya Permendag No
44/2012 ini dicabut karena sudah bertentangan dengan peraturan yang terbaru,
dalam membantu menggerakkan perekonomian petani di pedalaman Kalimantan. Sebab,
sejauh ini biji Tengkawang sudah ditanam oleh masyarakat pedalaman secara turun
temurun,” ungkapnya.
Rudyzar menambahkan,
larangan ekspor biji Tengkawang ini sudah membuat petani di pedalaman resah.
“Saya juga amati pembinaan masyarakat lewat lembaga non pemerintah sudah
sangat bagus, masyarakat tidak lagi menebangi pohonnya, karena ada nilai tambah
perekonomian lewat buah yang dipanen itu,” katanya.
Menurut dia, buah Tengkawang
bisa dipanen tahunan, baik panen besar maupun panen kecil. Harganya jualnya pun
relatif tinggi, yakni sekitar Rp6 ribu per kilogramnya untuk di tingkat
penampung.
Namun, sejak diterbitkannya
Permendag No 44/M-DAG/PER/7/2012 tentang Barang Dilarang Ekspor, harga biji
Tengkawang pun anjlok hingga 300 persen. “Harga biji Tengkawang hanya
Rp1.500 per kilogram. Bahkan tidak laku dijual. Di sinilah petani kita
mulai menjerit,” kata Rudyzar.
Dia menjelaskan, hal
tersebut dipicu oleh regulasi yang tidak berpihak pada petani. Alasannya, pihak
pengumpul tidak punya alternatif pasar, sementara di Kalbar, hanya ada satu
perusahaan yang bisa menampung biji Tengkawang itu.
Salah satu poin dalam
Permendag 44/2012 disebutkan biji Tengkawang masuk dalam Pos Tarif/HS, ex
1207.99.40.00, akibatnya, pihak pengumpul enggan membeli barang tersebut.
Permendag ini hanya menguntungkan satu perusahaan pengolah biji Tengkawang di
Kalbar. Padahal, jika biji Tengkawang bisa diekspor, maka harga jualnya bisa
naik berkali-kali lipat di pasar internasional, katanya.
Menurut dia, sejatinya,
pemerintah mencabut atau mengeluarkan Pos Tarif/HS ex 1207.99.40.00 dari
Permendag No 44/M-DAG/PER/7/2012 agar biji Tengkawang boleh diekspor.
“Ini akan sangat
membantu petani, dikarenakan Permen LHK No P.20/2018 sudah tidak masuk daftar
list bahwa buah Tengkawang sebagai larangan dari 921 item tersebut,” ujarnya.
Berdasarkan hasil pertemuan
Jaringan Tengkawang Kalimantan, Kamis (30/8) kemarin, terungkap bahwa potensi
Tengkawang di Kalbar tersebar di 73 desa, delapan Kabupaten. Luasannya mencapai
9.653 kilometer per segi dan dikelola oleh 22.644 kepala keluarga atau 122.122
jiwa.
Adapun jenis Tengkawang yang
sudah terdeteksi, yakni meliputi Tengkawang tungkul, cerindak, rambai, layar,
dan tengkawang bintang, katanya.
(HAP)




