Moneter.id
–
Kantor World Health Organization (WHO) di Mediterania Timur dan Eropa
menerbitkan kampanye online terkait
minyak kelapa sawit yang masing-masing berjudul “Nutrition Advice for Adults during Covid-19” dan “Food and Nutrition Tips During Self
Quarantine”. Kedua artikel tersebut memuat informasi kesehatan dan
tips mengonsumsi makanan selama pandemi Covid-19.
Dalam artikel berjudul “Nutrition Advice for Adults during Covid-19” dituliskan
bahwa selama pandemi Covid-19 disarankan untuk mengonsumsi lemak tak jenuh
(misalnya yang ditemukan dalam ikan, alpukat, kacang-kacangan, minyak zaitun,
kedelai, kanola, minyak bunga matahari, jagung) dibandingkan konsumsi lemak
jenuh (seperti daging, mentega, minyak kelapa, minyak kelapa sawit, krim, keju,
ghee, dan lemak babi).
Sementara dalam artikel yang berjudul “Food and Nutrition Tips During Self
Quarantine” yang diterbitkan WHO regional Eropa ditemukan imbauan yang
tertulis mengurangi konsumsi makanan seperti daging merah dan berlemak,
mentega, produk susu berlemak, minyak kelapa sawit, minyak kelapa, dan lemak
babi.
Terkait artikel yang dipublikasikan oleh WHO tersebut,
Kementerian Luar Negeri RI melakukan aksi proses. “Bahwa surat keberatan
tersebut secara resmi sudah disampaikan oleh Kemenlu RI kepada perwakilan WHO
Indonesia pada minggu lalu,” kata Wakil Menteri Luar Negeri RI, Mahendra
Siregar.
Kata Mahendra, bahwa Indonesia menyerukan kepada WHO
untuk membuat perubahan pada isi publikasi, menerapkan prinsip imparsialitas
sebagaimana layaknya Badan PBB, menciptakan perspektif yang lebih seimbang
tentang asupan minyak nabati dalam diet sehat khususnya minyak sawit, serta
menerapkan prinsip kehati-hatian ketika menerapkan saran yang bersifat umum ke
dalam konteks yang bersifat khusus.
Dalam surat tersebut, terdapat tujuh poin yang
mengoreksi artikel WHO tersebut:
1. Menghargai inisiatif WHO yang baik dalam memberikan
saran nutrisi bagi masyarakat. Indonesia sangat prihatin dengan konten materi
yang tidak berimbang dan bahkan mengesampingkan konsumsi minyak kelapa sawit
sebagai produk yang layak dikonsumsi selama pandemi.
2. Asumsi bahwa konsumsi minyak sawit berdampak buruk
terhadap kesehatan merupakan mispersepsi yang masih dipertentangkan, mengingat
terdapat berbagai penelitian lain yang menunjukkan manfaat nutrisi minyak
sawit, termasuk untuk meningkatkan sistem kekebalan tubuh.
Berbagai penelitian oleh Cazzola (2017), Mukjerjee and
Mitra (2009), Slover (1971), dan Gunstone (1986) menemukan bahwa minyak kelapa
sawit: (1) mengandung fitosterol, yakni senyawa yang secara alamiah membantu
menurunkan kolesterol, meningkatkan fungsi otak, mengurangi risiko pembentukan
gumpalan darah di arteri dan menurunkan tekanan darah; (2) mengandung vitamin A
dan E terutama tocopherol dan tocotrienol (antioksidan) yang mampu meningkatkan
sistem kekebalan tubuh; (3) memiliki kandungan vitamin E lebih banyak
dibandingkan minyak nabati lainnya.
3. Kemenlu RI mengingatkan pula bahwa dalam salah satu
jurnal di buletin WHO (2019) yang berjudul “The
palm oil industry and non-communicable diseases”, WHO menekankan
perlunya penelitian yang independen dan komprehensif mengenai dampak kelapa
sawit terhadap kesehatan mengingat adanya beragam penelitian yang tidak
konklusif (saling berlawanan) tentang kelapa sawit.
4. Konten semacam itu makin memperburuk citra
stereotip dan mispersepsi mengenai minyak kelapa sawit, dengan mengabaikan
berbagai penelitian yang justru membuktikan manfaat baik kelapa sawit untuk
kesehatan.
5. Kemenlu RI mencatat bahwa informasi tersebut
diambil dari saran yang bersifat umum (general
advice) WHO mengenai prinsip-prinsip diet sehat. Namun demikian,
mengaitkan secara langsung saran yang bersifat umum tersebut dengan konteks
pandemi yang bersifat spesifik berpotensi menjadi informasi yang menyesatkan (misleading information) karena
seolah-olah menyampaikan bahwa mengonsumsi saturated fats menjadi
penyebab langsung peningkatan risiko terkena penyakit menular, khususnya
Covid-19.
6. Penggambaran negatif dan dorongan untuk tidak
membeli minyak kelapa sawit dalam publikasi tersebut juga akan mengancam
kesejahteraan jutaan petani kecil di berbagai negara, yang pada saat yang sama
telah merasakan berbagai dampak ekonomi dan sosial dari pandemi.
7. Indonesia menyerukan kepada WHO untuk membuat
perubahan pada isi publikasi, menerapkan prinsip imparsialitas sebagaimana
layaknya Badan PBB, menciptakan perspektif yang lebih seimbang tentang asupan
minyak nabati dalam diet sehat, khususnya minyak sawit, serta menerapkan
prinsip kehati-hatian ketika menerapkan saran yang bersifat umum ke dalam
konteks yang bersifat khusus.