Moneter.id – Kementerian Perindustrian
(Kemenperin) dan Badan Standardisasi Nasional (BSN) menandatangani nota kesepahaman (MoU) untuk Pengembangan SDM Industri melalui Pendidikan dan
Pelatihan di Bidang Standardisasi dan Penilaian Kesesuaian (SPK).
Penandatanganan dilakukan oleh Sekretaris
Jenderal Kemenperin Haris Munandar dengan Kepala BSN Bambang Prasetya di
Jakarta, Rabu (19/9). MoU ini berlaku selama lima tahun dan dimulai
sejak tanggal ditandatangani, serta dapat diperpanjang atas kesepakatan para
pihak secara tertulis.
“Di dalam peta jalan Making
Indonesia 4.0, yang telah diluncurkan Bapak Presiden Joko Widodo pada April
lalu, salah satu program prioritas yang perlu dilaksanakan adalah peningkatan
kualitas SDM,” kata Haris, Rabu (19/9).
Ruang lingkup kerja sama Kemenperin dan BSN, antara
lain menyiapkan infrastruktur dalam memacu kompetensi SDM di bidang SPK
yang meliputi Standar Kompetensi Kerja
Nasional Indonesia (SKKNI), Lembaga Sertifikasi Profesi
(LSP), asesor, dan sertifikasi kompetensi.
“Kami juga akan melakukan
pemantauan dan evaluasi atas pelaksanaan tugas dan tanggung jawab masing-masing
pihak, paling sedikit satu kali dalam setahun sesuai peraturan
perundang-undangan,” papar Haris.
Haris optimistis, apabila
nota kesepahaman ini dijalankan secara baik dan tepat, diyakini mampu mendukung
tercapainya target di dalam Making Indonesia 4.0. Misalnya, sasaran untuk lima
sektor manufaktur nasional yang akan menjadi pionir memasuki era digital, yakni
industri makanan dan minuman, industri tekstil dan pakaian, industri otomotif,
industri kimia, serta industri elektronika.
“Berdasarkan roadmap tersebut,
pada tahun 2030 nanti, industri makanan dan minuman kita termasuk lima
eksportir global. Kemudian, industri tekstil menjadi Top 5 dunia khusus di functional
clothing, dan industri otomotif kita akan mulai ekspor mobil listrik ke
negara berkembang,” sebutnya.
Sedangkan, dalam 12 tahun
ke depan, industri kimia di Indonesia bisa menjadi produsen biofuel dan
bioplastik yang berada di jajaran Top 5 dunia. Sementara itu, industri
elektronika nasional akan dapat mengurangi ketergantungan komponen impor yang
signifikan dan mampu meningkatkan nilai tambah bahan baku dalam negeri sehingga
menjadi produsen berdaya saing tinggi di jajaran tiga besar Asean.
“Selama ini, kelima sektor
industri manufaktur itu memberikan kontribusi besar terhadap perekonomian
nasional, di mana secara keseluruhan memberikan kontribusi mencapai 60 persen
terhadap PDB. Selain itu, 65 persen ekspor dan 60 persen tenaga kerja manufaktur
dari lima industri tersebut,” ungkap Haris.
Sementara, Bambang
menyampaikan, pihaknya menyambut baik langkah sinergi yang dilakukan Kemenperin
dan BSN untuk meningkatkan keterampilan SDM industri di Indonesia. “Pasalnya,
sangat penting program ini karena industri merupakan penggerak utama dalam pertumbuhan
ekonomi nasional,” tuturnya.
Bambang menambahkan, untuk
membangun industri nasional yang berdaya saing, investasi yang juga
dibutuhkan adalah pendidikan. “Peranan pengetahuan mengenai standardisasi di
sektor riil sangat perlu untuk mendukung value chain,”
imbuhnya.
SDM industri bidang SPK
ini, antara lain akan berpartisipasi dalam pengembangan Standar Nasional
Indonesi (SNI) melalui hilirisasi riset.
(TOP)