Moneter.id – Kementerian Perindustrian (Kemenperin) memberikan apresiasi dan dukungan
terhadap penyelenggaraan “Cosmetic
Day” yang bertujuan untuk mempromosikan produk kosmetik yang
dihasilkan oleh industri nasional.
“Kegiatan
cosmetic day ini bisa dilaksanakan secara rutin setiap tahun, tentunya dengan
kolaborasi dengan semua stakeholder,
sehingga bisa menjadi semakin bermanfaat bagi pengembangan industri kosmetik lokal
yang berdaya saing di pasar domestik maupun ekspor,” kata Direktur Jenderal Industri
Kecil, Menengah dan Aneka (IKMA) Kemenperin, Gati Wibawaningsih di
Jakarta, Jumat (15/11).
Kemenperin mencatat,
ekspor produk kosmetik Indonesia pada 2017 tumbuh sebesar 29,8% dan mencapai
angka USD522 juta. Di tahun 2018, ekspornya menjadi USD677 juta. Saat ini, jumlah
perusahaan industri kosmetik di Tanah Air mencapai lebih dari 760 perusahaan.
“Dari total
tersebut, sebanyak 95 persen industri kosmetik nasional berskala industri kecil
dan menengah (IKM), dan sisanya industri skala besar,” tutur Gati.
Menurutnya, jumlah
tersebut menyerap tenaga kerja sebanyak 75 ribu tenaga kerja langsung serta 600
ribu tenaga kerja tak langsung.
Sementara, Direktur
IKM Kimia, Sandang, Kerajinan dan Industri Aneka Kemenperin E. Ratna
Utarianingrum mengungkapkan, saat ini pihaknya bersama Badan Penyelenggara
Jaminan Produk Halal (BPJPH) dan stakeholder terkait lainnya tengah mendorong
sertifikasi halal untuk industri kosmetik.
Untuk
meningkatkan daya saing IKM kosmetik, Kemenperin memfasilitasi cara pembuatan
kosmetik yang baik (CKPB) dan pengurusan izin edar sebagai persyaratan untuk
mengantongi sertifikat halal dari BPJPH. “Tujuannya untuk mendorong daya saing
IKM kosmetik kita dalam menghadapi kosmetik impor,” ungkapnya.
Ratna optimistis,
pemerintah akan mampu menekan impor bahan baku industri kosmetik, mengingat
banyaknya bahan baku alami di Indonesia yang dapat digunakan untuk membuat produk
kosmetik.
“Saat ini, industri
kosmetik masih membutuhkan beberapa zat aditif untuk memberikan efek tertentu
pada kosmetik dan masih belum dapat diproduksi di dalam negeri,” ujarnya.
Menurut
Ratna, rantai produksi kosmetik cukup panjang dari hulu ke hilir, yang di
tengahnya terdapat proses untuk menghasilkan bahan baku siap pakai. “Nah,
sumber bahan bakunya kita sebenarnya punya, tetapi untuk menjadi produk yang siap
pakai di industri kosmetik itu perlu teknologi, yang kita belum miliki,
sehingga harus impor,” imbuhnya.
Kendati
demikian, Ratna menyampaikan bahwa Kemenperin berupaya menarik industri yang
mampu memproses bahan baku dari dalam negeri menjadi bahan baku antara di sektor
kosmetik. Untuk itu, Kemenperin akan memetakan pohon industri kosmetik dari
hulu hingga ke hilir, sehingga mendorong investasi yang tepat sasaran.