Moneter.id – Pemerintah sedang gencar menggalakkan konsep circular economy di berbagai aspek kehidupan. Berbeda dengan linear economy yang menganut prinsip take-make-dispose, prinsip utama dalam
konsep circular economy adalah Rethink, Reduce, Reuse, Recycle, dan Recovery/Repair, yang lebih dikenal dengan “5R”.
“Prinsip 5R dapat dilakukan melalui pengurangan pemakaian material
mentah dari alam (reduce) melalui
optimasi penggunaan material yang dapat digunakan kembali (reuse) dan penggunaan material hasil dari proses daur ulang (recycle) maupun dari proses perolehan
kembali (recovery) atau dengan
melakukan perbaikan (repair),” kata
Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Industri (BPPI) Kementerian
Perindustrian, Ngakan Timur Antara di Jakarta, Sabtu (16/6).
Dengan demikian, kata Ngakan, material mentah dapat digunakan
berkali-kali dalam berbagai daur hidup produk. Sehingga ekstraksi material
mentah dari alam jauh lebih efektif dan efisien dibandingkan dengan linear economy.
“Selain itu, timbulan limbah akibat proses dispose dapat dikurangi melalui upaya reuse, recycle dan recovery
limbah yang masih memiliki value atau
nilai,” imbuhnya.
Ngakan menilai, besarnya kontribusi industri pengolahan dalam ekonomi
nasional, diharapkan sektor manufaktur ini menjadi leading sector dan memberikan dampak luas dalam mentransformasi
ekonomi nasional menuju circular economy.
“Saat ini, industri pengolahan masih menjadi pilar penting bagi ekonomi
nasional. Pada kuartal pertama tahun ini, industri pengolahan merupakan
kontributor terbesar Produk Domestik Bruto (PDB), dengan share mencapai 20,2% terhadap total PDB nasional,” ungkapnya.
Untuk mewujudkan hal tersebut, Kementerian Perindustrian telah
melaksanakan program industri hijau. “Industri hijau merupakan amanat
Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2014 tentang Perindustrian,” kata Ngakan.
Dalam Undang-Undang tersebut, industri hijau didefinisikan sebagai
industri yang dalam proses produksinya mengutamakan upaya efisiensi dan
efektivitas penggunaan sumber daya secara berkelanjutan sehingga mampu
menyelaraskan pembangunan Industri dengan kelestarian fungsi lingkungan hidup
serta dapat memberikan manfaat bagi masyarakat.
“Penerapan industri hijau dapat dilakukan melalui efisiensi penggunaan
sumber daya, penerapan teknologi rendah karbon, penerapan 3R hingga 5R,
minimisasi limbah dan menurunkan emisi Gas Rumah Kaca (GRK),” lanjutnya.
BPPI Kemenperin
melalui Pusat Penelitian dan Pengembangan Industri Hijau dan Lingkungan Hidup
(Puslitbang IHLH) terus
mendorong industri manufaktur nasional untuk menerapkan industri hijau melalui beberapa program,
salah satunya adalah Sertifikasi Industri Hijau.
Sertifikasi
Industri Hijau adalah rangkaian kegiatan penerbitan sertifikat terhadap
perusahaan industri dalam pemenuhan Standar
Industri Hijau (SIH). SIH merupakan
acuan para pelaku industri dalam melakukan proses industrinya sesuai dengan
prinsip industri hijau.
“Di dalam SIH, memuat batasan mengenai aspek teknis dan aspek manajemen.
Aspek teknis terdiri dari bahan baku, energi, air, proses produksi, produk,
limbah, dan emisi GRK. Sedangkan batasan aspek manajemen terdiri dari kebijakan
dan organisasi, perencanaan strategis, pelaksanaan dan pemantauan program,
tinjauan manajemen, tanggung jawab sosial perusahaan dan ketenagakerjaan yang
bertujuan untuk mewujudkan industri yang berkelanjutan,” paparnya.
SIH diselenggarakan oleh Lembaga Sertifikasi Industri Hijau (LSIH) baik
yang berada di bawah Kemenperin maupun LSIH swasta. Hingga saat ini, tercatat
14 LSIH telah ditunjuk oleh Kemenperin melalui Peraturan Menteri Perindustrian
nomor 41 tahun 2017 tentang LSIH. Perusahaan
industri dapat langsung
mengajukan permohonan kepada LSIH sesuai dengan ruang lingkupnya.
“Guna meningkatkan awareness
perusahaan terhadap industri hijau dan untuk menyosialisasikan SIH, Kemenperin
meluncurkan program bantuan SIH sejak tahun 2017,” ujar Ngakan.
Program bantuan tersebut telah menyasar kepada kelompok industri semen portland, pupuk tunggal buatan hara makro primer, karet remah (crumb rubber), pengasapan karet (ribbed smoked
sheet/RSS),
dan pengolahan
susu bubuk. Untuk
penyelenggaraan kegiatan bantuan SIH pada tahun 2018, diproyeksi ada 16 perusahaan industri yang akan tersertifikasi sebagai industri hijau.
Selain mengembangkan
skema SIH, lanjut Ngakan,
langkah strategis
yang juga dilakukan
Kemenperin adalah melalui pemberian penghargaan industri hijau dalam
rangka meningkatkan produktivitas dan daya saing.
Sejak
tahun 2010, Kemenperin telah memberikan Penghargaan
Industri Hijau (Green Industry Award)
kepada industri yang telah menerapkan pola-pola penghematan sumber daya,
termasuk penggunaan bahan baku dan energi terutama energi yang ramah lingkungan
serta terbarukan.
Pada periode tahun 2010–2017, sebanyak 614
perusahaan industri telah
menerima penghargaan industri hijau. Penghargaan industri ini sifatnya
partisipatif dan tidak dipilih oleh pemerintah. Dapat diikuti oleh industri
kecil, menengah dan besar.
Melalui
kegiatan ini, diharapkan perusahaan industri dapat mulai melakukan sinkronisasi
kebijakan perusahaan dengan prinsip industri
hijau sebagai tahapan awal
menuju penerapan SIH
melalui skema sertifikasi industri
hijau.
Pada
tahun 2018,
Kemenperin telah membuka kembali pendaftaran
untuk
Penghargaan Industri Hijau dengan menargetkan sebanyak 100 perusahaan industri.
(TOP)