Moneter.id – Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam program
prioritas Nawacita mengeluarkan beberapa kebijakan, salah satunya penyelesaian
konflik agrarian yang ada di Tanah Air. Dalam berbagai kunjungan dan blusukan
ke daerah, Presiden membagi-bagikan sertifikat tanah kepada masyarakat,
sekaligus menerima banyak keluhan terkait dengan konflik tanah atau agraria.
Konflik agraria yang sudah terlapor di Istana terhitung
sampai tanggal 2 Mei 2018 terdapat 334 kasus yang melibatkan 96 ribu lebih
Kepala Keluarga (KK), dan total luas lahan konflik seluas 233 ribu hektar.
“Penyelesaian ini menjadi bagian integral dalam
Nawacita Presiden Jokowi. KSP mendorong Instruksi Presiden (Inpres) terkait
penyelesaian konflik agraria dan sengketa lahan. Poin-poin dalam
Inpres itu antara lain pembentukan tim penyelesaian konflik di daerah,
mengambil langkah cepat dan tepat, upaya penyelesaian dan pemulihan
pascakonflik, serta respons cepat dan penyelesaian secara damai,” kata Kepala
Staf Kepresidenan Meoldoko di hadapan seluruh Ketua DPRD se-Indonesia yang
tergabung dalam Asosiasi DPRD Kabupaten Seluruh Indonesia (ADKASI), di Hotel
Harris Bali, (30/8).
Moeldoko menjelaskan empat hal penting dalam
konflik agraria. Pertama, belum diselesaiakannya konflik agraria masa lalu dan
ditambah adanya konflik-konflik baru.
“Kedua, sektoralisme implementasi dari
perundang-undangan, dan kebijakan pengelolaan sumber-sumber agraria di bidang
pertanahan, kehutanan, pesisir kelautan, pertambangan dan perkebunan,” ucapnya.
Ketiga, lanjut Moeldoko, terdapat kasus-kasus
mal administrasi dalama pemberian ijin atau hak sehingga terjadi tumpang tindih
penguasaan.
Dan terakhir, kata Moeldoko, adanya praktik-praktik
pendekatan keamanan yang tidak menjawab akar masalah. “KSP telah membentuk Tim
Percepatan Penanganan Penyelesaian Konflik Agraria karena tingginya pelaporan
konflik agraria ke istana,” jelasnya.
Kepala Staf Kepresidenan menguraikan beberapa
capaian yang diperoleh Tim Percepatan Penyelesaian Konflik Agraria yang
dibentuk melalui Keputusan Kepala Staf Kepresidenan No 9 Tahun 2017 di
antaranya adalah membantu penyelesaian konflik Pulau Pari Jakarta, penggusuran
Pedagang di Puncak Bogor, konflik kehutanan di Kalimantan Timur, dan konflik
eks HGU di Desa Mangkit, Minahasa Tenggara, Sulut.
“Program reforma agraria ada 3 sasaran yaitu
sertifikasi, redistribusi aset, dan perhutanan sosial,” ungkap Moeldoko.
Dikatakan, pada tahun 2018 ini, pemerintah
menargetkan 7 juta sertifikat untuk dibagikan ke masyarakat. Berkaitan dengan
redistribusi tanah atau asset, HGU yang tidak produktif yang jumlahnya kurang
lebih 500 ribu hektar akan dibagikan kepada masyarakat. Sementara berkaitan
dengan perhutanan sosial, masyarakat sekitar hutan diberikan hak kelola selama
35 tahun dan dapat diperpanjang. “Ada slogan di masyarakat, ‘Ingat sertifikat,
Ingat Jokowi’,” kata Moeldoko.
Ketua ADKASI Lukman Hakim mengatakan menyambut
baik bantuan Kantor Staf Presiden. ADKASI menegaskan segera merekomendasikan
dukungan terhadap Presiden Jokowi untuk mengeluarkan Inpres yang memberikan
mandat kepada Kementerian Dalam Negeri untuk membentuk Komisi Penyelesaian
Konflik Agraria.
“Komisi tersebut memiliki tugas khusus dan
wewenang untuk menyelesaikan konflik agraria akibat dari salah kebijakan di
masa lalu, tanpa tebang pilih, dengan mengedepankan prinsip-prinsip keadilan
dalam penegakan hukum agraria,” katanya.
Moeldoko menambahkan, KSP membuka program KSP
mendengar, dan terbuka bagi seluruh masyarakat untuk menyampaikan berbagai
masalah.
“Saya selalu sampaikan dalam setiap kesempatan,
pemerintah telah menjalankan program yang selama ini berjalan untuk segera
diselesaikan. Pemerintah membangun fondasi dalam rangka melompat lebih jauh
lagi ke depan,” tutupnya.
(TOP)