Moneter.co.id – Menteri Perhubungan (Menhub) Budi Karya Sumadi mengeluarkan peraturan terkait
penyelenggaraan taksi online berbasis aplikasi melalui rancangan revisi
Peraturan Menteri Nomor 26 Tahun 2016.
Menhub mengatakan, ada sembilan poin yang diatur dalam rancangan revisi Peraturan
Menteri (PM) 26/2017 tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang Dengan Kendaraan
Bermotor Umum Tidak Dalam Trayek. Regulasi yang baru ini bertujuan menjamin
keselamatan masyarakat dan melindungi industri taksi.
“Yang ingin kita capai adalah bagaimana keselamatan itu bisa
terjamin. Kedua, seyogyanya agar monopoli itu tidak terjadi sehingga semua
pihak-pihak di industri pertaksian ini bisa berjalan dengan baik,” kata
Menhub, Kamis (20/10).
Menhub menjelaskan aplikasi daring merupakan suatu keniscayaan, namun
di sisi lain harus melindungi taksi-taksi konvensional. “Ada sembilan poin yang diatur dalam Revisi PM 26 Tahun
2017. Rancangan revisi ini masih akan terus didiskusikan dan ini akan
diberlakukan mulai 1 November 2017,” ujarnya.
Poin pertama mengenai
argometer taksi. Besaran tarif angkutan sesuai yang tercantum pada argometer
atau ada aplikasi berbasis teknologi. Pembayaran dilakukan berdasarkan besaran
tarif yang tercantum pada aplikasi dengan bukti dokumen elektrik.
Kedua mengenai tarif. Penetapan tarif angkutan sewa khusus (taksi
daring) dilakukan berdasarkan kesepakatan antara pengguna jasa dan penyedia
jasa tansportasi dengan berpedoman pada tarif atas dan bawah.
Selain itu, lanjut Menhub tarif
batas dan tarif batas bawah ditetapkan oleh Dirjen Perhubungan Darat atas
usulan dari Kepala BPTJ atau Gubernur sesuai kewenangannya.
“Usulan tarif angkutan sewa khusus batas atas dan batas bawah
terlebih dahulu dilakukan pembahasan bersama seluruh pemangku
kepentingan,” kata Budi.
Poin ketiga mengenai wilayah operasi. Pelayanan angkutan sewa khusus
atau taksi darimg beroperasi pada wilayah operasi yang telah ditetapkan.
Wilayah operasi taksi daring ditetapkan Dirjen Perhubungan Darat atau Kepala
BPTJ atau Gubernur.
Poin keempat mengenai kuota atau perencanaan kebutuhan. Kuota kebutuhan
kendaraan ditetapkan Dirjen Perhubungan Darat atau Kepala BPTJ atau Gubernur.
Poin kelima mengenai persyaratan minimal lima kendaraan. Untuk
perorangan yang memiliki kurang dari lima kendaraan, dapat berhimpun di badan
hukum berbentuk koperasi yang telah memiliki izin penyelenggaraan taksi
daring.
Poin keenam mengenai bukti kepemilikan kendaraan bermotor.
Peraturan mewajibkan memiliki kendaraan yang dibuktikan dari BPKB atau STNK
atas nama badan hukum atau atas nama perorangan untuk badan hukum berbentuk
koperasi.
Poin ketujuh mengenai domisili Tanda Nomor Kendaraan Bermotor (TNKB).
Taksi daring menggunakan TNKB sesuai wilayah operasi yang ditetapkan.
Poin
kedelapan mengenai Sertifikat Registrasi Uji Tipe (SRUT). Ada pun persyaratan
permohonan izin bagi kendaraan bermotor baru harus melampirkan salinan SRUT
kendaraan bermotor.
Dan poin kesembilan mengenai peran aplikator. Perusahaan
aplikasi di bidang transportasi dilarang bertindak sebagai penyelenggara
angkutan umum yang meliputi memberikan layanan akses aplikasi kepada perusahaan
angkutan umum yang belum memiliki izin penyelenggaraan taksi daring.
Menhub Budi menjelaskan ada aspek penting lainnya yang diatur dalam Revisi PM
26 Tahun 2017. “Dalam PM 26 yang baru ada kepemilikan SIM umum untuk pengemudi,
harus ada asuransi dan kewajiban aplikasi kepada Menkominfo,” tutupnya.
(SAM)