Moneter.co.id – Perekonomian Indonesia saat ini dinilai telah berada di
jalur yang benar atau on the track
dan mengarah pada tren pertumbuhan positif. Demikian disampaikan Menteri
Perindustrian Airlangga Hartarto ketika menjadi narasumber Diskusi Panel pada
Rapat Kerja Kepala Perwakilan RI dan Kementerian Luar Negeri RI Tahun 2018 di
Jakarta, Selasa (13/2).
Turut hadir juga menjadi pembicara adalah Menteri
Perdagangan Enggartiasto Lukita dan Kepala BKPM Thomas Lembong dengan dipandu
Staf Khusus Menteri Luar Negeri Mahendra Siregar.
“Dari geoekonomi, Indonesia sudah masuk dalam one trillion club. Dan, Bapak Presiden
Jokowi berhasil untuk terus mendorongnya. Saat ini, pertumbuhan ekonomi kita
lebih tinggi dibanding rata-rata dari pertumbuhan ekonomi ASEAN,” ungkap
Menperin.
Dengan upaya strategis pemerintah tersebut, perekonomian
Indonesia terus mengalami perbaikan dari berbagai aspek selama lima belas tahun
terakhir.
Capaian positif itu, lanjut Menperin, antara lain
Indonesia menjadi negara populasi tenaga kerja terbesar ke-4 di dunia, dengan
jumlah mencapai 30 juta pekerja dan rata-rata gaji pekerja telah naik dalam dua
kali lipat.
“Selama lima belas tahun terakhir pula, nilai investasi
Indonesia telah naik 13 kali lipat dari 22% menjadi 34% pada Produk Domestik
Bruto (PDB) nasional,” katanya.
Pertumbuhan konsumsi masyarakat domestik pun mengalami
peningkatan delapan kali lipat dan saat ini berkontribusi sebesar 55% pada PDB.
Diikuti dengan kapitalisasi pasar modal, naik 15 kali lipat, yang nilainya kini
setara mencapai USD500 miliar.
Sementara itu, dukungan dari sektor industri manufakur
nasional, daya saing dan nilai tambahnya ikut mengalami peningkatan. Hal ini
dilihat berdasarkan kontribusi ekspor produk manufaktur sebesar 74% terhadap
nilai ekspor Indonesia pada tahun 2017.
“Nilai ekspor industri pengolahan naik 13,14% dari tahun
2017 dibanding 2016,” ujar Airlangga.
Beberapa industri pengolahan yang menyumbangkan ekspor
cukup signfikan tahun 2017, yaitu industri kelapa sawit sebesar Rp287,24
triliun, industri logam Rp141,16 triliun, industri makanan Rp134,93 triliun, industri
alat transportasi Rp116,63 triliun, industri elektronika Rp105,94 triliun,
industri pakaian jadi Rp90,31 triliun, industri pulp dan kertas Rp84 triliun, serta industri logam Rp59,9 triliun.
“Produk-produk
manufaktur tersebut menunjukkan daya saing yang kuat dan memiliki nilai tambah
tinggi,” tutur Menperin.
Dari
sisi manufacturing value added (MVA), Indonesia mampu
menempati posisi
tertinggi dibanding negara-negara di ASEAN. MVA Indonesia
mencapai 4,84%, sedangkan rata-rata di ASEAN berkisar 4,5%. Bahkan, untuk
tingkat dunia, Indonesia berada di peringkat ke-9.
“Saat ini, negara tujuan ekspor utama kita antara lain
adalah China, Amerika Serikat, Jepang, India, dan Singapura,” tuturnya.
Adapun lima negara yang berkontribusi besar melalui
investasi di Indonesia sepanjang tahun 2017, yaitu Jepang yang menanamkan modal
hingga USD2,13 miliar, diikuti Singapura USD2,05 miliar, China USD1,14 miliar,
Korea Selatan USD0,93 miliar, dan Swiss USD0,32 miliar.
Menurut Airlangga, pertumbuhan dan ekspor industri yang
mencatat lonjakan tajam, terjadi pada sektor pengolahan logam dan mineral. Hal
ini karena kebijakan hilirisasi industri yang didorong Kementerian
Perindustrian dalam upaya meningkatkan nilai tambah sumber daya alam Indonesia.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), industri logam dasar merupakan
salah satu subsektor
yang mengalami pertumbuhan cukup tinggi sebesar 7,05% pada kuartal IV/2017.
Capaian ini di atas pertumbuhan ekonomi nasional sebesar 5,07% tahun 2017.
Di samping
itu, kelompok
industri logam, mesin dan elektronik mencatatkan sebagai subsektor yang
menunjukkan perkembangan investasi terbesar kedua di Indonesia, dengan
kontribusi sebesar Rp64,10 triliun.
Capaian ini di atas perolehan investasi dari industri
kimia dan farmasi sebesar Rp48,03 triliun. Sedangkan, yang tertinggi dari
industri makanan sebesar Rp64,74 triliun.
“Pemerintah terus berkomitmen untuk menjalankan
kebijakan pengembangan daya saing investasi di Tanah Air. Hal ini terlihat dari
kenaikan peringkat ease of doing business.
Kemudian, pemerintah juga tengah berupaya untuk memberikan insentif fiskal guna
memberikan daya tarik bagi industri,” tuturnya.
Misalnya, pemberian fasiitas tax
allowance untuk sektor industri padat karya berorientasi
ekspor. Selain itu, tax allowance sebesar 200% bagi
industri yang mengembangkan pendidikan vokasi, serta tax allowance 300%
bagi perusahaan yang aktif dalam kegiatan riset dan
pengembangan (R&D).
Menperin menambahkan, alasan utama mengapa investor
asing berminat menanamkan investasi di Indonesia adalah potensi pertumbuhan
pasar domestik serta kondisi pasar domestik saat ini. Selanjutnya, tenaga kerja
dengan upah yang lebih kompetitif serta adanya supply base untuk industri perakitan.
(TOP)