Setelah dua tahun penuh kehati-hatian akibat suku bunga tinggi, pasar properti Indonesia akhirnya menunjukkan tanda-tanda kebangkitan. Penurunan suku bunga acuan Bank Indonesia (BI7DRR) menjadi 4,75% pada September 2025 memberi sinyal positif bagi pembeli rumah dengan cicilan mulai terasa ringan, dan rasa percaya diri untuk memiliki hunian kembali tumbuh.
Data terbaru Flash Report Oktober 2025 menunjukkan geliat baru di pasar properti, terutama di kawasan Jabodetabek. Tangerang mencatat porsi pencarian rumah tertinggi secara nasional (14,1%), menggeser Jakarta Selatan (12,7%) dan Jakarta Barat (11,2%). Fenomena ini mengindikasikan bahwa pembeli kini mencari keseimbangan antara harga, akses, dan kualitas hidup.
“Turunnya bunga KPR bukan hanya membuat cicilan lebih ringan, tapi juga mengembalikan rasa percaya diri masyarakat untuk mulai membeli properti. Dalam situasi ekonomi yang stabil, momentum seperti ini penting untuk mendorong pasar bergerak kembali.” ujar Marisa Jaya, Head of Research Rumah123.
Tak hanya faktor bunga, perubahan gaya hidup dan infrastruktur juga memainkan peran besar. Konektivitas yang kian baik seperti proyek Tol Serpong–Balaraja dan perluasan jaringan transportasi massal, menjadikan Tangerang pilihan realistis bagi keluarga muda dan pekerja yang ingin tetap dekat dengan Jakarta. Sementara itu, kawasan Jakarta Selatan tetap populer di kalangan profesional urban, dan Jakarta Barat mulai menyaingi dengan stok rumah tapak dan fasilitas publik yang berkembang pesat.
Kawasan penyangga lain seperti Bekasi (9,8%) dan Depok (8,6%) menunjukkan permintaan stabil, sementara Bandung dan Denpasar mulai menarik perhatian di luar Jawa. Tren work-from-anywhere yang bertahan sejak pandemi membuat mobilitas dan preferensi hunian semakin tersebar.
Selain faktor lokasi, digitalisasi pencarian properti juga menjadi pendorong utama perubahan perilaku konsumen. Platform seperti Rumah123 mencatat peningkatan penggunaan fitur simulasi KPR dan perbandingan harga antar wilayah. Pembeli kini bisa menghitung kemampuan finansial dan mengajukan KPR secara daring yang menjadikan proses yang dulu kompleks kini jauh lebih transparan dan efisien.
“Pembeli rumah saat ini jauh lebih rasional dan digital-savvy. Mereka tak hanya mencari lokasi strategis, tapi juga mempertimbangkan kemampuan bayar, akses transportasi, dan nilai jangka panjang. Dengan bunga rendah dan informasi yang makin mudah diakses, keputusan membeli rumah bisa diambil lebih cepat dan terukur.” tambah Marisa.
Menjelang akhir tahun, prospek pasar properti Indonesia terlihat stabil dengan arah pertumbuhan positif. Dengan kombinasi suku bunga rendah, proyek infrastruktur baru, dan kepercayaan konsumen yang pulih, sektor ini diprediksi menjadi salah satu motor pertumbuhan ekonomi pada 2026.




