Moneter.co.id – Perundingan Regional
Comprehensive Economic Partnership (RCEP) putaran ke-19 telah berlangsung pada
24-28 Juli 2017, di Hyderabad, India, didahului sejumlah perundingan pada
tingkat Kelompok Kerja dan Subkelompok Kerja.
Perundingan ini dihadiri hampir
700 orang delegasi dari 16 negara peserta ini telah memasuki tahapan penting untuk
menentukan seberapa jauh perundingan substantif dapat diselesaikan pada 2017
ini, setelah mengalami perpanjangan target penyelesaian sebanyak dua kali,
yakni tahun 2015 dan 2016.
Perundingan
dibuka secara resmi oleh Secretary of
Commerce India, Rita Teaotia, dan berlangsung dengan intensif di bawah
arahan Ketua Komite Perundingan RCEP sekaligus Direktur Jenderal Perundingan
Perdagangan Internasional Kementerian Perdagangan, Iman Pambagyo. Dalam
perundingan ini, Iman juga berperan sebagai Koordinator ASEAN.
“Tantangan yang cukup menghambat kemajuan
perundingan selama ini berakar dari perbedaan tingkat ambisi dan sensitivitas sejumlah negara yang tidak mudah
dijembatani. Hal ini mengingat RCEP mencakup negara maju, negara berkembang,
dan negara kurang berkembang di kawasan, serta beberapa di antaranya belum
pernah memiliki ikatan FTA dengan beberapa lainnya,” kata Iman diketerangan rilis yang Moneter.co.id terima, Senin (31/7).
RCEP
merupakan kesepakatan regional terbesar yang sedang dirundingkan di dunia saat
ini. Negara-negara peserta perundingan RCEP secara bersama menyumbang USD23
triliun PDB dunia, yang diikuti EU-Japan USD 21,3 triliun dan North American Free Trade Agreement
(NAFTA) sebesar USD 21,1 triliun. Sementara Trans
Pacific Partnership (TPP) hanya menyumbang USD 10,2 triliun tanpa
keikutsertaan Amerika Serikat sejak Januari 2017.
“Tak heran, perhatian dunia kini semakin
terarah ke perundingan RCEP yang bila diselesaikan akan menciptakan pasar sebesar 3,4 miliar jiwa,”
tambah Iman.
Perundingan
di Hyderabad antara lain menyepakati sejumlah elemen kunci yang ditargetkan
selesai pada akhir 2017. Elemen kunci ini mencakup semua isu perundingan, mulai
dari perundingan barang dan yang terkait dengan barang, jasa, investasi, HKI,
persaingan usaha, dan e-commerce.
Sementara, perundingan isu UKM dan kerja sama ekonomi dan teknik telahdiselesaikan pada tahun lalu.
Sesuai
keputusan Menteri-Menteri Ekonomi ASEAN pada Maret 2017 lalu, perundingan di
Hyderabad juga ditandai oleh perundingan putaran pertama Kelompok Kerja Belanja
Pemerintah (government procurement/GP).
Sesuai mandat, negara-negara ASEAN akan membatasi perundingan
GP ini hanya pada aspek transparansi dan kerja sama, serta tidak akan dikaitkan
dengan pembukaan akses pasar.
Indonesia sebagai Ketua Komite Perundingan dalam perundingan RCEP putaran ke-19 ini kembali memainkan peran kunci untuk mencari terobosan pada isu perundingan yang
cukup sulit.
Misalnya di bidang barang, Indonesia berhasil mendapatkan dukungan
ASEAN untuk mengusulkan draf modalitas perundingan final yang dapat menampung
sensitivitas negara-negara ASEAN, namun tetap memperhatikan tingkat ambisi yang
layak dari sudut pandang pelaku bisnis. Demikian pula di bidang jasa dan
investasi, Indonesia menekankan perlunya keseimbangan antara ambisi dan ruang
kebijakan, khususnya bagi negara berkembang.
“Kita perlu cermat dalam perundingan RCEP ini
untuk memastikan hasilnya bermanfaat bagi kemajuan perekonomian Indonesia. Berbeda dari TPP, perundingan RCEP
melibatkan negara paling maju di kawasan, seperti Jepang; dan negara kurang
berkembang, seperti Myanmar; serta ekonomi raksasa seperti RRT dan India,”
imbuh Iman.
Di sela
perundingan di Hyderabad, para juru runding dari 16 negara peserta RCEP juga
kembali mendengarkan masukan kritis dari perwakilan lembaga swadaya masyarakat
atau LSM yang memberi perhatian khusus pada kelangsungan hidup petani, nelayan,
UKM, ibu rumah tangga, dan penderita HIV/AIDs, serta kalangan bisnis yang
diwakili oleh East Asian Business Council
(EABC).
LSM menegaskan perlunya keseimbangan dalam
perundingan RCEP. Meskipun tidak mudah karena negara maju cenderung menekankan
ambisi yang tinggi, Indonesia bersama negara-negara ASEAN lainnya justru semakin
‘solid’ untuk menekankan keseimbangan dimaksud.
Hasil
perundingan di Hyderabad ini akan dilaporkan kepada Pertemuan ke-5
Menteri-Menteri RCEP yang akan diselenggarakan di Filipina pada 10 September
2017. Sedangkan, putaran perundingan RCEP berikutnya atau yang ke-20 akan
diadakan pada Oktober 2017 di Incheon, Korea Selatan.
Para perunding sepakat
agar waktu yang tersedia antara saat ini dan September; dan antara September
dan Oktober akan dimanfaatkan semaksimal mungkin untuk mencapai kemajuan
substansial guna dilaporkan kepada Pertemuan Kepala Negara/Pemerintahan RCEP
pada November yang akan datang.
Rep.Top