Moneter.id -Jakarta – Flash Report edisi September 2024 menunjukkan Semarang memimpin kenaikan harga rumah seken di Pulau Jawa sebesar 1,2% secara bulanan, diikuti Yogyakarta (1%) dan Bandung naik tipis sebesar 0,1%. Sejak awal tahun 2021, indeks harga rumah seken di Semarang secara konsisten lebih tinggi dibandingkan dengan pergerakan indeks harga konsumen atau laju inflasi tahunan di kota tersebut.
“Per bulan Agustus 2024, pertumbuhan harga rumah di Semarang tercatat 2,2% lebih tinggi dibandingkan laju inflasi tahunan di Semarang. Hal ini tercatat konsisten sejak bulan April 2024. Sementara mayoritas kota-kota lain di Indonesia mengalami pertumbuhan harga tahunan yang secara umum lebih rendah dibandingkan inflasi, sehingga Semarang menjadi salah satu kota yang cukup potensial bagi investasi properti.” kata Head of Research Rumah123, Marisa Jaya yang dikutip pada Rabu (2/10/2024).
Di sisi lain pertumbuhan harga rumah di Semarang tercatat sebesar 3,8% secara tahunan, lebih tinggi dibandingkan rata-rata pertumbuhan nasional, yaitu sebesar 0,2%. Rumah123 pun telah melihat adanya lonjakan tren permintaan (enquiries) terhadap rumah yang dijual mulai pertengahan tahun 2023 lalu.
Puncak permintaan terjadi pada bulan Agustus 2023, dengan pertumbuhan permintaan rumah yang dijual sebesar 82,5% dan rumah yang disewa tumbuh sebesar 64,1% secara tahunan. Setelah Agustus 2023, tren permintaan bergerak relatif stabil. Secara year-to-date, per Agustus 2024, permintaan rumah yang dijual tumbuh 8%, sementara rumah yang disewa mengalami penurunan 10,6%. Hal ini memperlihatkan adanya pergeseran preferensi di kalangan calon pembeli potensial dengan lebih memilih rumah yang dijual.
Pencari properti di Semarang saat ini mayoritas masih berasal dari kawasan itu sendiri sebesar 48,7%, disusul peminat dari Jakarta 18,2% dan Surabaya sebesar 4,4%. Selain tiga kota tersebut, peminat juga berasal dari sejumlah daerah lainnya, seperti Bandung, Depok, Malang, Kuta dan Tangerang. Sementara dari segmen usia, calon pembeli potensial di Semarang umumnya berusia 25-34 tahun (32%), diikuti kelompok usia 45-54 tahun (23,8%) dan usia 18-24 tahun (18,6%).
Permintaan di Semarang didominasi oleh kelas menengah dan menengah-bawah, terutama pada segmen harga di bawah Rp400 juta, seperti di Tembalang (54,8%), Banyumanik (52%), Semarang Barat (57,6%), Semarang Tengah (42,4%), dan Pedurungan (41,7%). Namun, Semarang Tengah juga mencatat permintaan signifikan untuk rumah di segmen Rp1-3 miliar (23,2%) dan di atas Rp5 miliar (12,3%), lebih tinggi dibanding kecamatan lain. Ini menunjukkan potensi Semarang Tengah bagi pasar kelas menengah dan menengah-atas.
“Faktor utama yang mendorong daya tarik ini adalah pertumbuhan ekonomi kota yang stabil dan harga properti yang masih relatif terjangkau dibandingkan dengan kota-kota besar lain seperti Jakarta atau Surabaya. Sehingga Semarang menjadi kota yang potensial bagi investasi, terlebih pertumbuhan harga yang cukup konsisten melampaui inflasi,” papar Marisa.
Selain itu, perkembangan infrastruktur di Semarang semakin pesat, termasuk pembangunan jalan tol dan transportasi umum yang lebih baik, yang mempermudah mobilitas di dalam kota maupun ke luar kota. Semarang juga menawarkan peluang kenyamanan hidup dengan fasilitas lengkap, dari pendidikan, kesehatan, hingga hiburan. Hal-hal ini menjadikan Semarang sebagai pilihan ideal bagi generasi muda dewasa yang mencari hunian nyaman dan investasi properti yang menjanjikan.
Lima area terpopuler di Semarang yang diminati pencari properti adalah Tembalang, Banyumanik, Semarang Barat, Semarang Tengah, dan Pedurungan. Pada 2024, pencarian rumah terkonsentrasi di area timur, khususnya Tembalang dan Banyumanik. Kedua wilayah itu dan kawasan Pedurungan dilewati rute tol Semarang yang menghubungkan area dalam kota dan luar kota.
Selain itu, di sekitar kawasan juga terdapat dua universitas negeri, yaitu Universitas Diponegoro dan Universitas Negeri Semarang, sehingga pengembangan properti di sekitar area ini juga dapat menargetkan pasar mahasiswa yang berasal dari luar Semarang.
Sementara Semarang Barat, terletak di utara kota dan dekat dengan Bandara Ahmad Yani serta kawasan wisata Kota Lama, merupakan area padat yang strategis karena dekat pusat kota. Di masa depan, pengembangan perumahan berskala besar di utara Semarang Barat diperkirakan akan menarik minat pencari properti.
Posisi Semarang yang terbilang strategis dalam sektor industri juga menjadi salah satu daya tarik bagi para pencari properti. Hal ini mengingat terdapat beberapa kawasan industri dan pergudangan berskala cukup besar di Semarang dan kabupaten sekitarnya, dan mendorong para karyawan yang bekerja di kawasan industri menjadi target pasar potensial bagi sektor rumah tapak.
Rumah123 mengobservasi adanya kesinambungan korelasi tren permintaan properti sektor industri, permintaan rumah dan pergerakan tren Indeks Harga Rumah Seken di Semarang. Misalnya, pada April 2023, permintaan properti di sektor industri mencatatkan penurunan bulanan sebesar 42,3%, permintaan rumah pun turun 12,9%, dan pada periode itu indeks harga mencatatkan penurunan 0,8% secara bulanan.
Bulan Agustus 2023, tren permintaan berangsur mengalami peningkatan, dan permintaan properti di sektor industri mencatatkan pertumbuhan permintaan sebesar 10,7%, permintaan rumah juga naik sebesar 8%, dan harga rumah naik 2% secara bulanan. Setelah permintaan dan harga mengalami peningkatan, per April 2024, permintaan pada properti sektor industri sebesar 34,6% secara bulanan, sementara rumah tapak mengalami pertumbuhan 5,5%. Dan indeks harga bergerak tumbuh sebesar 0,9%.
Secara umum kenaikan harga rumah di 13 kota besar Indonesia sebesar 1,8 persen secara tahunan. Denpasar menjadi kota yang mengalami kenaikan harga tahunan tertinggi, sebesar 15,7%, diikuti Bogor (6,1%) dan Yogyakarta (5,3%).
Di kawasan Jabodetabek, selain Bogor, ada dua kota yang mencatat pertumbuhan harga rumah seken dengan kenaikan tipis, yakni Jakarta (0,8%) dan Tangerang (0,7%). Sementara di Pulau Jawa, selain Yogyakarta, tiga kota mengalami kenaikan harga tahunan, seperti Semarang (3,8%), Surakarta (1,1%), dan Bandung (0,5%). Di luar Pulau Jawa, kenaikan harga tahunan tak hanya dialami Denpasar, Medan turut mencatat kenaikan sebesar 2,2%.
Dari segi selisih antara pertumbuhan harga dengan pergerakan inflasi tahunan, terdapat 4 kota memperoleh selisih tertinggi, yaitu Bogor (3,5%), Semarang (2,2%), Yogyakarta (3%), dan Denpasar (12,2%).
“Kenaikan selisih pertumbuhan di atas laju inflasi ini menunjukkan daya tarik yang semakin tinggi terhadap properti di wilayah-wilayah tersebut, serta menjadi indikasi penting bagi konsumen dan pelaku industri untuk memanfaatkan peluang investasi di tengah dinamika pasar properti yang sedang ditopang dukungan kebijakan positif, seperti turunnya suku bunga acuan hingga perpanjangan insentif PPN-DTP,” pungkas Marisa.