Moneter.id – Kementerian Perindustrian semakin serius memacu
produktivitas industri manufaktur dalam negeri agar mampu memenuhi permintaan domestik
hingga mengisi pasar ekspor. Oleh karena itu, implementasi kebijakan strategis perlu
segera diakselerasi, di antaranya adalah yang terkait dengan ketersediaan bahan
baku dan pasokan energi.
“Terjaganya kebutuhan bahan baku dan energi
bagi sektor industri, tentu membawa dampak positif bagi keberlangsungan produksi
mereka. Apalagi, bisa didukung dengan harga yang kompetitif, seperti gas
industri,” kata Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita di Jakarta, Selasa
(4/2).
Menperin menjelaskan, Indonesia memiliki potensi
pasar yang sangat besar, sehingga bisa memberikan peluang bagi pengembangan bisnis
sektor industri manufaktur. Terlebih lagi ditopang dengan kebijakan Peningkatan
Penggunaan Produk Dalam Negeri (P3DN).
Lebih lanjut, upaya untuk memperluas pasar
ekspor sektor industri, pemerintah terus mempercepat penyelesaian perjanjian
kerja sama yang komprehensif dengan sejumlah negara potensial. “Kami juga
mendorong agar bisa menembus ke pasar-pasar nontradisional seperti ke Asia Pasifik,
Timur Tengah dan Afrika,” imbuhnya.
Agus menambahkan, langkah lainnya yang perlu
dipacu guna mendongkrak kapasitas dan daya saing industri, antara lain melalui peningkatan
investasi, penguatan struktur manufaktur dari hulu sampai hilir, pemanfaatan
teknologi terkini, mengintegrasikan rantai pasok, dan kelancaran arus logistik.
“Selain itu, pemerintah telah siap memfasilitasi
pemberian insentif fiskal dan nonfiskal,” tuturnya.
Menteri AGK optimistis, industri manufaktur
di Indonesia bakal terus menunjukkan kinerja yang positif, seiring tekad pemerintah
menciptakan iklim usaha yang kondusif dan penerapan program prioritas pada peta
jalan Making Indonesia 4.0.
Merujuk data Badan Pusat Statistik (BPS), pertumbuhan
produksi industri manufaktur skala besar dan sedang (IBS) pada tahun 2019,
mampu naik hingga 4,01% dibandingkan 2018. Lonjakan tersebut, terutama disebabkan oleh meningkatnya
produksi industri pencetakan dan reproduksi media rekaman, sebesar 19,58%.
Kontribusi terbesar terhadap total produksi
IBS selama 2019, disumbangkan oleh industri makanan, yang mencapai 23,57%. Kemudian, diikuti share
kelompok industri bahan kimia dan barang dari bahan kimia, yang berada di angka
10,54%.
Selanjutnya, pertumbuhan produksi industri
manufaktur skala besar dan sedang pada triwulan IV tahun 2019, juga naik
mencapai 3,62% (yoy)
terhadap triwulan IV/2018.
Lonjakan tersebut, terutama didukung oleh meningkatnya produksi industri farmasi,
produk obat kimia dan obat tradisional, sebesar 18,58%.
Sedangkan, pertumbuhan produksi industri
manufaktur mikro dan kecil (IMK) pada tahun 2019, juga menggembirakan. Kenaikannya
menyentuh angka 5,80% terhadap tahun sebelumnya. Kenaikan terbesar di sektor IMK terjadi
pada industri komputer, barang elektronika dan optik, yakni 22,03%.
Berikutnya, industri percetakan dan
reproduksi media rekaman yang naik 18,76%,
serta industri minuman yang naik hingga 8,57%.
Dari sisi kontribusi, sektor yang menyumbang
nilai tertinggi terhadap total produksi IMK, adalah industri makanan sebesar
20,44%. Selanjutnya, disusul oleh
kelompok industri barang galian bukan logam dengan kontribusi sebesar 10,57%.