Moneter.co.id – PT Jasa Marga (Persero) Tbk. melalui Jasa Marga Learning Institute
(JLMI) dan PT Jasa Marga Properti (JMP), menggelar seminar bertajuk “Kebijakan
dan Regulasi Pembebasan Lahan Proyek Properti”, di Kantor Pusat Jasa Marga,
Kamis, 15 Maret 2018. Sebagai opening speech dalam seminar tersebut Direktur
Utama Jasa Marga Desi Arryani.
Turut hadir lima
narasumber, yakni Direktur Jenderal Pengadaan Tanah, Kementerian Agraria dan
Tata Ruang Arie Yuriwin, Ketua Umum Ikatan Pejabat Pembuat Akta Tanah (IPPAT)
Syafran Sofyan, Direktur Utama PT PP Properti Taufik Hidayat, Ketua Dewan
Pertimbangan DPP Asosiasi Pengembang Perumahan dan Pemukiman Seluruh Indoesia
(APERSI) Eddy Ganefo, dan Ketua Umum DPP Real Estate Indonesia (REI) Soelaeman
Soemawinata.
Acara ini digelar
bermula dari perkembangan di dunia properti yang tidak terlepas dari peran
pemerintah dalam mendukung bisnis properti. Salah satu dukungan Pemerintah
dalam bisnis properti adalah dengan menerbitkan berbagai regulasi dan
Undang-Undang, seperti Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA), UU Hak Tanggungan
serta UU Perumahan dan Kawasan Pemukiman.
Oleh karena itu, para
pelaku di bidang bisnis properti harus memiliki pemahaman dan pengetahuan
tentang Undang-Undang tersebut, khususnya pengetahuan di bidang legalitas dan
kepemilikan tanah, wajib dimiliki oleh para developer, agar semakin ahli dalam
menjalankan bisnis propertinya.
Direktur Utama Jasa
Marga Desi Arryani menyebutkan bahwa kini Jasa Marga sedang gencar membangun
dan mengoperasikan jalan tol di seluruh negeri sesuai dengan nawacita
pemerintah untuk mengejar ketertinggalan infrastruktur. Bersamaan dengan itu,
Jasa Marga juga mengembangkan bisnis properti melalui anak usahanya, yakni PT
JMP.
“Melalui seminar ini,
Jasa Marga, khususnya JMP akan belajar banyak dari para ahli mengenai bisnis
properti, terutama mengani pembebasan tanah di proyek properti. Terutama perihal
regulasi, sehingga kita tidak akan gamang untuk membesarkan bisnis properti
kita masing-masing,” papar Desi disiaran resminya, Kamis (15/3).
Selain memahami prosedur
legalitas dalam kepemilikan tanah, seminar ini juga bertujuan untuk memberikan
pemahaman yang lebih komprehensif terkait kebijakan pertanahan dalam kaitan
bisnis BUMN, serta memahami kiat sukses membangun bisnis properti baik perusahaan
swasta maupun BUMN mulai dari penguasaan lahan sampai dengan proses penjualan.
Dirjen Pengadaan Tanah,
Kementerian Agraria dan Tata Ruang Arie Yuriwin mengatakan bahwa seluruh
pebisnis di bidang properti, khususnya BUMN, diharapkan melakukan pengelolaan
dan pengadaan aset yang transparan dan akuntabel.
“Seluruh pelaku bisnis
properti, terutama BUMN, agar melakukan pengelolaan dan pengadaan aset dengan
transparan dan akuntabel, sehingga tidak menimbulkan kerugian bagi negara,”
imbaunya.
Lebih lanjut, Arie
mengatakan bahwa ada beberapa poin hukum yang mendasari aset BUMN, yaitu UU No.
19 Tahun 2003 tentang BUMN; PP No. 45 Tahun 2005 tentang Pendirian, Pengurusan,
Pengawasan, dan Pembubaran BUMN; Perpres No. 7 Tahun 2015 tentang Organisasi
Kementerian Negara; dan Permen BUMN No Per. 2/MBU/2010 jo Per. 06/MBU/2010
tentang Tata Cara Penghapusan dan Pemindahtanganan Aktiva Tetap BUMN.
Menurut Ketua Umum IPPAT
Syafran Sofyan, masih banyak tanah yang belum didaftarkan. Hal ini tidak jarang
menjadi konflik antara developer dan pihak-pihak yang merasa dirugikan.
“Ada beberapa faktor
yang menghambat pendaftaran tanah, hal tersebut dikarenakan di Indonesia
pendaftaran terkait Has Atas Tanah (HAT) belum terkoneksi dengan baik, belum
ada standarisasi yang jelas, aturan yang tumpang tindih, dan ketidakpastian
harga,” kata Syafran.
Oleh karena itu, Syafran
meminta para pebisnis properti harus memahami betul regulasi yang mengatur
sistem pertanahan, dan dilakukan secara transparan dan akuntabel agar tidak ada
sengketa yang merugikan pihak manapun dikemudian hari.
Regulasi dan hukum-hukum
yang mengikat terkait pertanahan harus benar-benar dipahami oleh para pebisnis
properti. “Kebutuhan akan properti tidak akan pernah habis,” kata Ketua Umum
DPP REI, Soelaeman Soemawinata.
Meski industri properti
akan terus tumbuh, papar Soelaeman dalam sesi diskusi, tantangan kedepannya
akan semakin besar, diantaranya adalah terbatasnya persediaan lahan, kondisi
ekonomi yang fluktuatif, dan birokrasi yang masih menghambat.
(TOP)