Moneter.id – Ketua
Umum Partai Berkarya Tommy Soeharto mengatakan kemandirian Indonesia hanya bisa
dicapai lewat pembangunan ekonomi kerakyatan dengan kearifan lokal.
“Ekonomi
kerakyatan adalah dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat, yang dibangun
dengan kearifan lokal,” kata Tommy Soeharto dalam kunjungan ke Kabupaten
Purbalingga untuk acara panen raya bersama petani binaan Partai Berkarya, Jumat
(22/03).
Tommy
menjelaskan, kearifan lokal adalah tata nilai atau perilaku hidup masyarakat
lokal dalam berinteraksi dengan lingkungan secara arif. “Kearifan lokal di satu
dan tempat lain tidak sama, dan kerap menjadi bahan kajian peneliti,” ujarnya.
Partai
Berkarya, ujar putra ketiga Presiden Soeharto itu, hadir dengan solusi itu.
Selama ini isu kearifan lokal dalam pembangunan ekonomi kerakyatan cenderung
terabaikan, kendati menjadi bahan kajian ilmiah di berbagai universitas. “Jadi,
Partai Berkarya hadir tidak membawa janji dan slogan-slogan,” katanya.
Menurut
Tommy Soeharto, idealnya reformasi memperbaiki yang buruk dan membuat yang baik
menjadi lebih baik. Setelah 21 tahun reformasi, yang terjadi adalah kita tidak
tahu lagi kapan Indonesia menjadi negara maju.
“Kita
kian jauh dari sebutan negara berdaulat, negara adil, dan negara makmur. Pada
saat yang sama kesenjangan kaya-miskin makin lebar, dan kemiskinan terus
bertambah,” tungkasnya.
Pembangunan
ekonomi kerakyatan dengan kearifan lokal akan membuat sektor pertanian, peternakan,
perkebunan rakyat, dan nelayan, terlibat dalam pembangunan Indonesia yang
berdaulat, adil, dan makmur.
Di
sektor pertanian, Partai Berkarya memberi bukti dengan penyediaan pupuk
bregadium hypernano ke petani di Kabupaten Purbalingga. Uji percontohan di lima
titik memperlihatkan pupuk teknologi tinggi itu meningkatkan hasil panen sampai
355.
“Kita
juga akan membantu petani memasarkan hasil produksi. Selama ini, petani
menikmati harga rendah dan konsumen terbebani harga tinggi. Ini semua akibat
mata rantai perdangan yang sangat panjang,” bebernya.
Menurut
Tommy, Partai Berkarya berusaha membantu petani memasarkan produknya langsung
ke konsumen dengan menghadirkan toko grosir Goro. Cara ini akan membuat petani
menikmati harga lebih baik, dan konsumen tidak terbebani harga tinggi.
“Selama
ini mata rantai yang panjang tidak hanya merugikan konsumen, tapi juga membuat
petani tidak pernah makmur,” katanya.
Sebagai
contoh, tahun lalu Banyuwangi adalah penyuplai 70% kebutuhan cabe Jakarta. Di
tingkat petani, harga cabe saat itu Rp 20 ribu sampai Rp 30 ribu per kilogram.
Di Jakarta, konsumen membeli cabe itu Rp 20 ribu per ons.