Moneter.co.id – Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) dan regenerasi kepemimpinan di dalamnya terus menjadi perdebatan terkait masa depan pada partai banteng itu.
Sejumlah kalangan menyarankan Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri harus melakukan regenerasi usai menelan kekalahan Pilkada DKI 2017. Namun kalangan lain mengaku bingung jika PDI Perjuangan tidak dipimpin Megawati Soekarnoputri sebagai ketua umum karena PDIP tanpa Megawati dikhawatirkan limbung.
Ada baiknya para politisi PDIP menyadari bahwa Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri (70 tahun) berulang kali mengungkapkan kepenatannya bergelut di dunia politik dan menyatakan ingin pensiun.
Sebelumnya, Megawati menyampaikan hal itu saat menghadiri HUT Ke-17 Banteng Muda Indonesia di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, akhir Maret lalu.
“Saya berkata kepada diri saya, mereka (kader) itu, kok, enggak kapok-kapok. Saya sebetulnya sudah dari tahun lalu mau pensiun karena tidak mudah, apalagi seorang wanita menjadi ketua umum partai di republik ini,” ucap Megawati.
Wajar dan sehat cara berpikir Mega karena secara alamiah regenerasi harus dilakukan. Megawati telah membuka ruang untuk perubahan kepemimpinan itu, tinggal kader-kadernya berani atau tidak memunculkan tokoh baru yang lebih segar dan menyegarkan, dalam konteks regenerasi kepemimpinan politik,
Maklumlah, PDIP menghadapi dua poros parpol yang membayangi kiprah politik mereka. Setidaknya, di Partai Gerindra ada Prabowo Subianto dan di Partai Demokrat ada sosok Susilo Bambang Yudhoyono, yang menjadi saingan bebuyutannya.
Megawati makin menyadari bahwa PDI-P tampaknya kalah selangkah dari Demokrat besutan SBY. Sebab dengan diajukannya Agus Harimurti Yudhoyono (38 tahun) sebagai calon gubernur DKI, Demokrat SBY sudah bergerak lebih cepat.
Apakah Megawati akan menunjuk Prananda Prabowo, puteranya atau Puan Maharani, puterinya, publik belum tahu. Namun, kegelisahan Megawati agar segera ada regenerasi kepemimpinan, nampak tak terhindarkan.
Menurut Fajar Kurnianto, peneliti Pusat Studi Islam dan Kenegaraan Universitas Paramadina, gaya politik lama di kalangan PDIP yang menyandarkan pada karisma tokoh tua sudah saatnya diubah ke gaya politik baru yang lebih inovatif, kreatif, dan progresif dengan kaum muda terutama sebagai penopang utama.
Dengan cara demikian, ketergantungan total kepada kharisma Megawati bisa diakhiri. Dan regenerasi kepemimpinan di PDIP bisa dimulai. Rasionalitas politik itulah yang harus disadari oleh seluruh kader dan jajaran PDIP sendiri dalam menjawab tantangan zaman, apalagi yang abadi adalah perubahan itu sendiri.
Rep.Hap