Moneter.id – Kementerian
Perindustrian optimistis pada pengembangan TubanPetro yang akan berkontribusi besar
dalam membangkitkan kembali pertumbuhan industri petrokimia di Indonesia. Langkah
strategis ini juga dinilai mampu menjadi solusi untuk substitusi impor bahan
baku industri petrokimia.
“Maka
itu, jika ingin membesarkan kemampuan dari sisi petrokimia, persoalan di
perusahaan tersebut perlu diselesaikan terlebih dahulu,” kata Sekretaris Jenderal
Kemenperin Achmad Sigit Dwiwahjono di Jakarta, Jumat (13/9).
Pengembangan
TubanPetro akan membuat pasokan petrokimia bagi sektor industri lebih terjamin. Oleh karenanya, proses
konversi utang Multi Years Bond (MYB)
PT Tuban Petrochemical Industries (TubanPetro) tinggal menunggu Peraturan
Pemerintah (PP).
“Regulasi
tersebut bisa menjadi titik tolak pengembangan TubanPetro sebagai basis
industri petrokimia nasional yang terintegrasi,” katanya.
Kata Sigit, kebijakan pemerintah yang menyelesaikan utang MYB
TubanPetro Rp3,3 triliun melalui konversi, sudah tepat. Hal ini akan memberi
ruang kepada TubanPetro untuk mengembangkan bisnisnya lagi.
Kebijakan
konversi tersebut telah masuk dalam Undang Undang (UU) Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara (APBN) tahun 2019. Saat ini, Kementerian Keuangan memiliki saham
70 persen di TubanPetro. Pascakonversi, pemerintah akan memiliki 95,9 persen
saham di TubanPetro.
Sementara, Direktur Industri Kimia Hulu Kemenperin Fridy Juwono
mengatakan, langkah pengembangan TubanPetro harus didukung semua pihak. “Kapasitas
produksi di anak usaha TubanPetro, khususnya PT Trans Pacific Petrochemical
Indotama (TPPI) yang selama ini hanya difungsikan pengolah BBM, bisa
ditingkatkan lagi,” tuturnya.
Langkah
pengembangan dilakukan dengan membuat masterplan integrated petrochemical
cluster. Dalam masterplan tersebut, direncanakan TPPI yang merupakan
anak usaha TubanPetro dibangun aromatic center dan olefin center.
Saat
ini, baru terbangun aromatic plant yang menghasilkan benzene toluene dan
xylene (BTX), satu-satunya yang dimiliki Indonesia. “Karena produk-produk
tersebut masih diimpor, sehingga bisa dijadikan substitusi impor untuk
menghemat devisa,” ungkap Fridy.
Direktur
Utama PT Tuban Petrochemical Industries Sukriyanto menyampaikan, perusahaan
sudah siap untuk dikembangkan lebih lanjut melalui upaya revitalisasi yang
diinisiasi pemerintah. Pasalnya, tiga anak usahanya, yakni PT TPPI, PT Petro
Oxo Nusantara, dan Polytama Propindo, sudah beroperasi dengan baik dan stabil
dengan pangsa pasar yang sudah cukup besar.
“Dari
ketiga perusahaan tersebut, kami sudah lakukan perbaikan. Sehingga kalau hari
ini, pemerintah melakukan pengambilalihan grup ini pun sudah siap untuk
dikembangkan lebih lanjut guna menjawab kebutuhan,” paparnya.
Sementara
itu, Sekretaris Jenderal Asosiasi Industri Olefin, Aromatik, dan Plastik
Indonesia (Inaplas) Fajar Budiyono mengatakan, penambahan saham pemerintah dari
70 persen menjadi 95,9 persen di TubanPetro semakin cepat selesai maka lebih
baik.
“Industri
petrokimia merupakan tulang punggung kemajuan ekonomi negara, setelah industri
logam dan industri pangan,” paparnya.
Urgensi
pengembangan industri petrokimia dinilai mendesak karena Indonesia pernah
menjadi yang terbesar di ASEAN di periode tahun 1985-1998 dari sisi kapasitas produksi.
“Untuk itu, negara harus hadir dalam penguatan struktur industri petrokimia
agar bisa kembali menjadi yang terbesar di ASEAN,” tandasnya.