Moneter.id – Industri baja di Indonesia semakin memperkuat struktur
manufakturnya, karena tidak hanya memasok untuk sektor konstruksi, tetapi sudah
mampu memenuhi kebutuhan sektor otomotif. Langkah ini diyakini dapat mendorong industri baja domestik
menjadi sektor yang diperhitungkan di kancah dunia melalui kemampuan teknologi
dan kualitas produknya yang bersaing.
“Sebagian
besar produsen kendaraan di Indonesia telah memakai baja dan komponen lokal.
Hal ini juga memacu pengoptimalan terhadap tingkat kandungan dalam negeri
(TKDN),” kata Direktur Jenderal Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi dan
Elektronika (ILMATE) Kementerian Perindustrian, Harjanto pada Peresmian Pabrik Galvanizing,
Annealing and Processing Line (GAPL) PT. Krakatau Nippon Steel Sumikin (KNSS) di Cilegon,
Banten, Selasa (7/8).
Menurut
Harjanto, produk baja yang cukup banyak digunakan di sektor
otomotif adalah jenis Hot Rolled Steel
Coil (HRC), Cold Rolled Steel Coil
(CRC), dan Galvanized Steel. Untuk
itu, dengan beroperasinya pabrik PT. KNSS yang akan memproduksi CRC dan
Galvanized Steel dengan kapasitas sebesar 480.000 ton per tahun, diharapkan
terus mengurangi ketergantungan terhadap produk impor serupa.
“Jadi, adanya
pabrik ini akan memberikan keuntungan dan dampak positif bagi perekonomian
nasional melalui penghematan devisa dari substitusi impor, peningkatan
pendapatan pajak, serta penggunaan bahan baku dan tenaga kerja lokal. Selain
itu, mendorong pembangunan dan penguatan industri hilir di dalam negeri,”
paparnya.
Sekedar
informasi, nilai investasi PT KNSS mencapai USD300 juta dengan target
penyerapan tenaga kerja sebanyak 280 orang.
Harjanto
menyebutkan, Kemenperin telah memiliki program dan kebijakan strategis
dalam peningkatan daya saing industri baja domestik. Upaya yang dilakukan, di
antaranya implementasi
industri 4.0 agar dapat meningkatkan efisiensi dan produktivitas. Langkah ini
juga menjadi kunci mendongkrak nilai tambah dan industri hilir yang
berteknologi tinggi untuk kompetitif di global.
“Kami juga menerapkan persyaratan konten lokal dalam proyek
infrastruktur serta mengembangkan Standar Nasional Indonesia (SNI) untuk produk
baja,” ungkap Harjanto.
Saat ini, terdapat 28 SNI wajib untuk produk baja dalam
rangka meningkatkan kualitas dan keamanan di industri baja domestik.
Direktur KNSS
Djoko Muljono menyampaikan, sebagai produsen penghasil baja otomotif terkemuka
di Indonesia dan didukung oleh sumber daya manusia yang profesional, KNSS
berkomitmen mendukung kemajuan industri baja di Indonesia.
“Melalui
tekhnologi canggih, KNSS akan menghasilkan lembaran baja berkualitas dan
bermutu tinggi untuk menghadapi kebutuhan mobil berstandar tinggi,” ujarnya.
KNSS pun
optimistis bahwa produk-produk yang dihasilkan akan dapat diterima baik oleh
pasar domestik maupun luar negeri. “Kehadiran KNSS diharapkan dapat memberikan
kontribusi yang signifikan bagi industri otomotif di Indonesia,” imbuh Djoko.
Kemenperin mencatat, kebutuhan
crude steel (baja kasar) nasional saat
ini hampir mencapai 14 juta ton, namun baru bisa dipenuhi produksi crude steel dalam negeri sebanyak
8-9 juta ton per tahun, sisanya dipasok dari China, Jepang,
Korea Selatan, Taiwan, India, dan lain-lain.
Oleh karena
itu, Kemenperin semakin memacu peningkatan kapasitas produksi industri baja
nasional. “Produksi industri baja dalam negeri terus dioptimalkan dan diarahkan
pada pengembangan produk khusus bernilai tambah tinggi, sehingga kita tidak
perlu lagi impor,” tegas Menteri Perindustrian, Airlangga Hartarto.
Kemenperin
pun mendorong percepatan pembangunan klaster industri baja, misalnya di Cilegon,
Banten yang ditargetkan dapat memproduksi hingga 10 juta ton baja pada tahun
2025. Selain itu, klaster industri baja di Batulicin, Kalimantan Selatan dan Morowali, Sulawesi
Tengah.
(TOP)