Moneter.id –
Jakarta – Kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 12 persen diprediksi
akan menambah penerimaan negara sekitar Rp75 triliun. Namun, jumlah tersebut
tetap tidak cukup untuk menutup gap dengan target penerimaan perpajakan
dalam APBN 2025 yang dipatok Rp2.189,3 triliun, atau tumbuh 13,9 persen dari outlook
2024.
“Dilihat dari kesulitan pemerintah untuk
memenuhi target penerimaan pajak APBN 2025 itu, maka pelaksanaan kenaikan tarif
PPN (12 persen) nyaris hampir pasti dieksekusi ya soalnya ada tekanan politik
yang luar biasa,” kata Ekonom Bright Institute Awalil Rizky di Jakarta, Selasa
(26/11/2024).
Dirinya menilai kebijakan tersebut sebagai
langkah yang hampir pasti, mengingat kesulitan Pemerintah mencapai target
penerimaan perpajakan. Kenaikan PPN diyakini berdampak langsung pada inflasi
dan daya beli masyarakat.
Awalil mengingatkan pengalaman tahun 2022
saat PPN dinaikkan dari 10 persen menjadi 11 persen, terjadi lonjakan inflasi
kala itu mencapai 0,95 persen dalam satu bulan.
“Saya khawatir dampak terhadap sektor
produksi, mengingat adanya potensi efek crowding out yang membatasi dana
masyarakat dan swasta untuk konsumsi serta investasi. Meski demikian, tarif PPN
Indonesia masih lebih rendah dari rata-rata global yang mencapai 15,4 persen,
namun merupakan yang tertinggi di ASEAN,” jelasnya.
Selain kenaikan PPN, pemerintah juga tengah
mempertimbangkan tax amnesty jilid III. Berdasarkan perhitungan Bright
Institute, program ini memiliki potensi menambah penerimaan hingga Rp80
triliun, sehingga dapat mendongkrak penerimaan pajak menjadi Rp1.246 triliun.
Awalil mengingatkan bahwa program tax
amnesty sebaiknya tidak hanya fokus pada penerimaan tebusan, tetapi juga
diarahkan untuk memperbaiki basis perpajakan.
“Sedangkan tax amnesty sangat
mungkin ya, mengingat juga kebutuhannya ada. Kalaupun tidak jadi dilaksanakan
2025, akan dilaksanakan 2026 tax amnesty-nya. Nah, langkah lain yang
meningkatkan penerimaan pajak kan sudah diwacanakan dengan publik,” jelasnya.
Selain menaikkan PPN 12 persen dan tax
amnesty, Awalil menyebutkan beberapa strategi lain yang tengah diwacanakan
untuk meningkatkan penerimaan perpajakan. Di antaranya adalah eksekusi
penagihan pajak yang sudah diputuskan secara hukum, penggalian potensi pajak
dari ekonomi bawah tanah (underground economy), penguatan pengawasan
transaksi digital, serta perbaikan implementasi ketentuan perpajakan.
Adapun kenaikan PPN 12 persen dan
pelaksanaan tax amnesty jilid III tentu memiliki peluang untuk
meningkatkan penerimaan negara. Namun, pemerintah perlu mempertimbangkan
dampaknya terhadap daya beli masyarakat, inflasi, dan stabilitas ekonomi.
“Meskipun target penerimaan pajak adalah
hal yang penting, kebijakan yang diambil harus tetap berpihak pada masyarakat
dan tidak mengorbankan pertumbuhan ekonomi dalam jangka panjang,” terangnya.