Moneter.co.id – Beredar
informasi dan berita yang simpang siur di tengah masyarakat mengenai polemik
dan dikotomi garam industri dan garam konsumsi serta permasalahan mengenai
kebijaksanaan impor garam seperti, terbitnya PP No 9 tahun 2018 tentang Tata
Cara Pengendliaan Impor Komoditas Perikanan dan Komoditas Pergaraman sebagai
Bahan Baku dan Bahan Penolong Industri, telah menyebarkan isu-isu yang tidak
jelas kebenarannya ditengah masyarakat pada tahun politik ini oleh beberapa
oknum menggunakan isu ini sebagai isu seksi untuk kepentingan politik.
Dilansir dari siaran
pers Jaringan Pemerhati Industri dan Perdagangan (JPIP) di Jakarta, Jumat
(13/4) dijelaskan, komoditi garam industri harus dapat dipahami dengan jelas
oleh masyarakat dan seluruh pemangku kepentingan, supaya dapat dimengerti
dengan jelas posisi strategisnya sebagai bahan baku dan bahan penolong industri-industri
yang menunjang pertumbuhan ekonomi, ekspor yang dihasilkan oleh masyarakat
petambak garam dan perusahaan garam swasta yang masih membutuhkan perlindungan
dan dukungan Pemerintah dalam produksi, pemasaran dan pengendalian harga untuk
menghasilkan devisa dan penyerapan tenaga kerja di Indonesia.
Ketua Umum DPP
JPIP, Lintong Manurung mengatakan, dalam rangka produksi dan Tata Kelola impor
garam, baik garam konsumsi maupun garam lndustri, Pemerintah telah menetapkan
kebijaksanaan yang tepat, efektif dan efisien untuk melindungi dan mengamankan
kebutuhan garam nasional melalui UU No 7 Tahun 2016 tentang Perlindungan dan
Pemberdayaan Nelayan, Pembudi Daya Ikan dan Petambak Garam.
“Kemudian disempurnakan
dengan PP No 9 Tahun 2018 tentang Tata Cara Pengendalian lmpor Komoditas
Perikanan dan Komoditas Pergaraman sebagai bahan baku dan Bahan Penolong
Industri,” ujarnya.
Baca juga:
- Tahun Ini, Industri Garam Komitmen Serap dari Petani 1,43 Juta Ton
- Terkait Impor GaramIndustri, Poros Maritim Dunia: Faisal Basri Jangan Asal Kritik
Akibatnya dari
perubahan tersebut, lanjut Lintong, ada beberapa isu-isu yang meresahkan
masyarakat terutama para petani param, pelaku usaha garam, Asosiasi terkait dan
lndustri Penguna Garam.
Pertama, terjadinya penyalahgunaan pemakaian
garam impor oleh oknum importir garam dengan menjual garam industri impor ke
pasar untuk pemakaian garam konsumsi (Garam lndustri impor bisa digunakan
menjadi Garam Konsumsi) karena adanya perbedaan harga yang besar antara garam
produksi petani nasional dan harga Garam Industr impor.
“Harga Garam
lndustri impor CIF kurang lebih Rp 500 per Kg sedang Garam Konsumsi produksi
petani kira-kira Rp 2000 hingga 2500 per Kg,” jelasnya.
Kedua, terjadinya kartel importer garam atau penguasaan importir
garam hanya diberikan izin kepada beberapa perusahaan saja, sehingga bisa
mengatur harga garam, atau yang disebut dengan “Mafia Garam”.
“Apabila hal
tersebut dilaksanakan maka harga garam produksi petani garam dan perusahaan
Garam Nasional akan jatuh dan petani garam akan bangkrut,” tegasnya.
Lintong
menjelaskan, atas hal tersebut, kami dari JPlP tergugah dan berkewajiban untuk
mencari kebenaran dan meluruskan kondisi yang sebenarnya dengan mengutamakan
tetap melindungi petani garam, tetapi iuga melindung industri pengguna garam
industri yang telah memberikan kontribusi yang sangat besar bagi pertumbuhan
ekonomi nasional, menciptakan lapangan kerja dan menghasilkan devisa dari
ekspor.
Sementara,
Ketua Litbang JPIP, Heroe Wiedjatmiko menambahkan, maksud dan tujuan Pemerintah
untuk mengatur dan mengendalikan Tata Kelola impor garam untuk garam konsumsi dan
garam industri adalah untuk mengoptimalkan Tata Kelola impor garam secara
effektif dan etisien.
“Kemudian untuk
pengamanan dan kelancaran produksi lndustri Pengguna Garam Industri. Pembinaan
dan pengembangan potensi dan produksi garam lndustri dan garam konsumsi secara
terpadu di Indonesia,” ucap Heroe.
Menurut Heroe, pengaturan
tata kelola garam ini harus dilaksanakan dengan seksama dan jelas, agar
produksi petambak garam dan pengusaha garam swasta disatu pihak dan industri pengguna
garam industri dipihak lain akan berkembang dan bertumbuh dengan baik secara
bersama-sama.
Berdasarkan
data yang didapat dari Badan Pusat Statistik (BPS), Kementerian Perdagangan dan
Kementerian Perindustrian pada tahun 2018, potensi ladang garam (On Farm), dibawah pembinaan Kementerian
Kelautan dan Perikanan sebagai berikut, Produksi sebesar 1,88 Iuta ton/tahun,
Penyerapan Tenaga Kerja mencapai 20.000 orang dan sumbangan terhadap PDB sebesar Rp72 Miliar dengan luas lahan mencapai
28.000 Ha dengan produktivitas 70 ton/ha
Lalu, pengolahan
garam (Off Farm) dibawah pembinaan
Kementerian Perindustrian dengan kapasitas produksi sebesar 3,9 juta ton, penyerapan
tenaga kerja hingga 13.380 orang, nilai
tambah/sumbangan terhadap PDB sebesar Rp393 Miliar dengan jumlah industri besar
sebanyak 19 Perusahaan dan IKM sebanyak 500 perusahaan.
Dan industri
pengguna garam dengan kebutuhan garam sebesar 3.770.000 ton, penyerapan tenaga
kerja hingga 3.440.000 orang, nilai tambah/sumbangan terhadap PDB sebesar Rp1.197
Triliun. Serta untuk ekspor mencapai US 19.4 Milyar dengan jumlah industri
pengguna garam industri sekitar 2.427 perusahaan.
Berdasarkan
data dan informasi tersebut dapat dilihat bahwa industri pengguna garam sangat
strategis dan memiliki posisi cukup dominan untuk mendukung pengembangan dan
pertumbuhan ekonomi nasional.
Heroe
menjelaskan, yang menjadi kendala untuk menjamin tersedianya bahan baku
industri pengguna garam sehingga garam industri harus di impor adalah persyaratan
bahan baku garam untuk industri kimia minimal kandungan Nacl nya 97 %.
“Lalu, industri
pangan membutuhkan garam dengan kandungan Ca dan Mg dibawah 600 ppm, karena
akan menyebabkan penggumpalan dan mempengaruhi kekeruhan,” jelasnya lagi.
Baca juga:
Kendala
lainnya, kata Heroe, harga kompetitif karena hasil produksi harus bersaing di
pasar global (ekspor) dan jaminan supply yang lancar untuk produksi dan
perluasan usaha
Berdasarkan
hal-hal tersebut, Lintong menegaskan, penerbitan PP No 9 tahun 2018 adalah
kebijaksanaan yang tepat dari Pemerintah guna menyelesaikan kemelut dan masalah
yang timbul dalam pengadaan garam sebagai bahan baku industri. Dan pemberian
rekomendasi untuk kebutuhan bahan baku garam industri adalah portfolio
Kementerian Perindustrian.
“Hasil produksi
petani garam harus ditingkatkan mutunya agar memenuhi persyaratan kualitas
garam yang dibutuhkan untuk lndustri,” tungkasnya.
Dari hasil
kajian dan pengamatan JPIP, menurut Lintong tidak temukan adanya praktek kartel
(mafia) dalam kegiatan importasi garam. “Hasil penyelidikan yang dilaksanakan
oleh KPPU tidak terbukti adanya pihak yang terlibat praktek kartel (mafia),”
jelasnya.
“Fungsi
pengawasan Tata Kelola garam impor harus ditingkatkan, untuk mencegah adanya
penyimpangan atau perembesan alokasi peruntukan garam, dengan peningkatan
aplikasi teknologi lT yang sudah canggih yang tersedia saat ini,” pungkasnya.
(TOP)