Moneter.id – Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia
(Aprindo) mengungkapkan, kerugian pusat perbelanjaan atau mal di kawasan
Jakarta yang menutup kegiatan operasionalnya karena demo 22 Mei 2019 lalu setidaknya mencapai Rp
1,5 triliun dalam satu hari.
Ketua Umum Aprindo, Roy N. Mandey
mengatakan, setidaknya untuk satu toko ritel modern dengan kelas seperti
hypermart, supermarket dan departement store meraup omzet sekitar Rp15 miliar
sampai Rp20 miliar per hari dengan jam operasional normal pukul 10.00 sampai
22.00 WIB.
“Satu toko ritel modern saja
omzet rata-ratanya Rp15 miliar sampai Rp20 miliar per hari. Kalau diambil
rata-rata ada 76 mall di Jakarta, berarti perkiraan kehilangan omzet mencapai
Rp1,5 triliun jika tutup seharian. Ini belum termasuk tenan-tenan kecil ukuran
20 meter persegi,” ujarnya di
Jakarta, Kamis (23/5).
Menurut Roy, dampak langsung dari aksi massa 22 Mei
ini adalah kehilangan transaksi dari konsumen karena tutupnya pusat
perbelanjaan. Padahal, konsumsi masyarakat di toko ritel modern cukup tinggi
pada bulan Ramadan dibandingkan hari biasanya.
Kerugian omzet ini tidak hanya terjadi pada ritel
modern, tetapi juga Pasar Tanah Abang yang ditaksir merugi lebih dari Rp100
miliar per hari. Belum lagi ritel waralaba seperti Alfamart dan Indomaret di
kawasan aksi massa yang mengalami penurunan pengunjung.
“Ritel-ritel kecil, seperti Indomaret dan
Alfamart memang tidak di dalam mal, tetapi juga terganggu karena masyarakat
takut keluar rumah, sehingga berdampak pada penurunan pengunjung,”
ujarnya.
Dia menambahkan bahwa penutupan sejumlah pusat
perbelanjaan juga mengganggu jalur distribusi logistik karena adanya penutupan
jalan dan pergerakan massa menuju dan sekitar kawasan Jalan Thamrin. Dengan
demikian, sektor hulu seperti produsen dan pabrik juga tidak bisa mengeluarkan
barang dan berpotensi mengurangi produksi mereka sementara.
Aprindo berharap lumpuhnya aktivitas perekonomian
akibat aksi massa ini tidak berlangsung lama dan segera kondusif agar pusat
perbelanjaan dan toko-toko ritel dapat membuka kembali kegiatan operasionalnya.
“Semua toko ritel modern dan perbelanjaan
intinya akan terus berupaya hadir membuka toko untuk memenuhi kebutuhan
masyarakat, namun sesuai protap masing-masing, kegiatan bisnis pusat belanja
dan ritel disesuaikan dengan kondisi yang berkembang. Asosiasi tidak mengatur
itu,” kata Roy. (Ant)