Moneter.id – Konvergensi
dan koordinasi multi sektor di tingkat nasional dan daerah menjadi poin penting
dalam mempercepat penanganan problem stunting di Indonesia.
Wakil Menteri
Keuangan Mardiasmo mengatakan pemerintah sudah menggelontorkan dana untuk
stunting pada tahun 2018 mencapai Rp47 triliun melalui anggaran di Kementerian
dan Lembaga.
“Pemerintah
juga mengucurkan dana Rp93 triliun melalui Dana Transfer Daerah dan Dana Desa. Apalagi
dengan akumulasi dana untuk stunting sejak Indonesia merdeka, maka jumlahnya
sangat besar,” ucap Mardiasmo di acara Press Briefing sekaligus Seminar
Strategi Multi Sektor dalam Penanganan Stunting di Jakarta, Selasa (14/8).
Ia
menjelaskan, bahwa dengan apa yang mengemuka saat ini, tampak bahwa tujuan
Nawacita, mengurangi kemiskinan, meningkatkan kesehatan, belum tercapai
sepenuhnya karena koordinasi dan kerja sama yang masih belum maksimal. “Masalah
stunting adalah basic dan fundamental sehingga penting untuk diatasi bersama,”
ujarnya.
Selain itu,
Mardiasmo juga menegaskan bawah harapannya pemerintah pusat tidak hanya menjadi
andalan, tapi bisa juga bantuan dari multi sektor, peran swasta, LSM/NGO, serta
media massa.
Bambang
Widianto, Deputi Bidang Dukungan Kebijakan Pembangunan Manusia dan Pemerataan
Pembangunan, Sekretariat Wakil Presiden RI, mengatakan masalah klasik
penanganan stunting ialah konvergensi dan koordinasi.
“Selama ini
penanganan stunting terpisah-pisah, misalnya satu desa ditangani secara parsial
dengan adanya posyandu, tapi kurang adanya sanitasi. Begitu pun dengan wilayaj
lain yang tidak terkoordinasi dengan baik,” kata Bambang.
Bambang
menjelaskan, Pemerintah menetapkan 160 kabupaten prioritas penanganan stunting,
bertambah dari tahun lalu yang hanya 100 kabupaten, di antaranya NTB, NTT,
Babel, dan Sulawesi Tengah.
“Ada sekitar
37% atau 9 juta anak Indonesia mengalami stunting atau sepertiga anak-anak dengan
usia di bawah 5 tahun,” bebernya.
Menurutnya, Stunting
berdampak pada tingkat kecerdasan, kerentanan terhadap penyakit, menurunkan
produktifitas dan kemudina mengambat pertumbuhan ekonomi, meninggkatkan kemiskinan
dan ketimpangan.
“Ada 5 pilar
penanganan stunting yakni Pilar 1 komitmen dan visi pimpinan tertinggi negara,”
ucapnya.
Pilar 2,
lanjut Bambang, kampanye nasional yang fokus pada pemahaman dan edukasi, Pilar
3 konvergensi, koordinasi dan konsolidasi program nasional daerah dan masyarat,
Pilar 4 mendorong kebijakan nutritional food security, dan Pilar 5 pemantauan
dan evaluasi.
Sementara, Meida
Octarina MC, Asisten Deputi Ketahanan Gizi, Kesehatan Ibu dan Anak (KIA), dan
Kesehatan Lingkungan (Kesling), Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan
Manusia dan Kebudayaan RI mengatakan
ada 15 payung hukum mengenai penanggulangan stunting di Indonesia baik
berbentuk UU maupun Perpres. Hanya saja implementasi program di lapangan
menjadi problem bersama.
“Ada 15
payung hukum untuk membantu mendorong percepatan penanggulangan sunting, di
antaranya Perpres Nomor 52 tahun 2013, Perpres Nomor 83 tahun 2017, ada UU
Nomor 26 2009 tentang Kesehatan, dan ada UU Nomor 18 tahun 2012 tentang Pangan,”
tegasnya.
Meida
menambahkan, implementasi program yang masih lemah, di lokasi yang sama. “Ada
dua progress pencegahan stunting yakni intervensi kesehatan (spesifik) dan non-kesehatan
(sensitif) bisa diimplementasikan dan terintegrasi dari pusat ke daerah,”
tungkasnya.
Pada
kesempatan yang sama, Kepala Pusat Kebijakan Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara (APBN), Badan Kebijakan Fiskal, Kementerian Keuangan Hidayat Amir PhD, mengatakan persoalan penanganan stunting bukan
persoalan anggaran tapi cara kerja. Pemerintah pusat terus mencari cara agar
semua dapat berjalan dengan baik.
“Salah
satunya mengembangkan budget tanggung di tingkat KL agar mudah dimonitor dan
dievaluasi,” pungkasnya.
(TOP)