Moneter –
PT Dayamitra Telekomunikasi Tbk (MTEL) atau Mitratel memproyeksikan pendapatan
sebesar Rp 7,4 triliun dan laba bersih Rp 1,6 triliun sepanjang tahun 2022.
Target ini lebih tinggi dibandingkan dengan perolehan perseroan pada tahun
2021.
“Target ini akan lebih tinggi dibandingkan
2021,”kata Chief Financial & Risk
Management Officer Mitratel, Ian Sigit Kurniawan di Jakarta, Selasa (11/1/2022).
Target perusahaan infrastruktur telekomunikasi ini berpotensi
bisa lebih tinggi seiring dengan rencana perseroan yang akan mengembangkan
bisnis organik dan anorganik.
“Untuk target 2021 masih dalam tahapan closing dan belum bisa dipaparkan,” ujarnya.
CEO
Mitratel, Theodorus Ardi Hartoko bilang, ada empat strategi yang akan
dijalankan perseroan, yakni memperbesar kontribusi pertumbuhan bisnis organik
dengan cara menggenjot layanan built to suit (B2S)
dan kolokasi menara dari operator jaringan seluler (MNO) yang menjadi klien
perusahaan.
Kemudian, melanjutkan aksi merger dan akusisi
(M&A) aset menara dari Telkomsel maupun mengakuisisi saham perusahaan
menara yang lebih kecil. Selanjutnya, perseroan akan melakukan ekspansi dengan
menyediakan beberapa layanan baru.
“Saat ini kami tengah mengembangkan portofolio
layanan infrastruktur digital lengkap bagi operator, termasuk dengan melakukan
fibersisasi menara, mengaplikasikan infrastructure
as a service, sehingga kami bisa menyediakan jaringan IoT bagi
pelanggan non-MNO, serta ekspansi ke penyediaan small cells sehingga bisa memberikan solusi infrastruktur untuk
pemanfaatan 5G,” ucapnya.
Menurutnya, dengan kemampuan pendanaan baik dari hasil
IPO senilai lebih dari Rp 18 triliun, serta leverage dan
biaya utang (cost of debt) terendah dibanding operator lainnya,
Mitratel optimistis menyambut setiap peluang yang ada di tahun ini.
Terakhir, Mitratel akan terus meningkatkan efisiensi
belanja modal (capex) dan biaya operasional
(opex) perusahaan sehingga bisa meningkatkan profitabilitas serta menambah arus
kas.
Sementara Chief
Investment Officer Mitratel Hendra Purnama menyampaikan, perseroan akan
menyerap sebanyak 40% untuk belanja modal (capital
expenditure/capex) organik dan 50% untuk anorganik.
“Kenapa organik lebih besar, karena perseroan
melihat kebutuhan akuisisi cukup besar untuk tahun 2022 dan 2023. Sehingga kami
tidak mau melewatkan kesempatan tersebut. Untuk organik, perseroan sudah
memperhitungkan dengan perkembangan dari bisnis tower yang
ada di Indonesia,” ujar Hendra.