Senin, Oktober 6, 2025

DPR: Menteri Enggartiasto Lukita Diduga Lindungi Para Calo Gula

Must Read

Moneter.co.id – Wakil Ketua Komisi VI DPR Inas Nasrullah Zubir mensinyalir terjadinya praktik mafia atau persekongkolan antara pembuat kebijakan dengan para calo dan pemeras dalam kebijakan lelang gula kristal  rafinasi (GKR).

"Ini semua untuk menggarong pendapatan negara. Modusnya dengan diterbitkannya Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No.16/M-DAG/PER/3/2017 pada 17 Maret 2017," kata dia dalam pesan WhatsApp Messenger kepada Moneter.co.id, Jumat (16/5).

Inas menegaskan, Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita diduga juga melindungi calo gula dengan keluarnya Surat Keputusan Menteri Perdagangan No. 684/M-DAG/KEP/5/2017 pada 23 Mei 2017.

"Surat itu berisi penunjukan PT Pasar Komoditas Jakarta (PKJ) sebagai perusahaan yang akan melakukan lelang tersebut. Padahal rekam jejak perusahaan tersebut sama sekali tidak jelas dan baru saja didirikan," tegas dia.

Moneter.co.id coba mencari informasi lebih lanjut perihal perusahaan yang dimaksud oleh Inas Zubir tersebut. Situs resmi perseroan hanya menulis bahwa PKJ adalah perusahaan yang telah memeroleh izin dari Badan Pengawasan Perdagangan Berjangka Komoditi (BAPPEBTI) sebagai penyelenggara pasar lelang komoditas nasional di Indonesia. 

Inas mengungkapkan, selama ini alur praktik perdagangan gula yang terjadi adalah pembeli (pengguna GKR), penjual (pabrik rafinasi), Ditjen Perdagangan Luar Negeri (pengawasan impor raw sugar), dan Ditjen Perdagangan Dalam Negeri (pengawasan perdagangan GKR).

Kemudian, tidak ada biaya apapun alias nihil, term of payment 30-90 hari, tidak ada jaminan apapun alias nihil, dan franko gudang pembeli (barang yang diperjualbelikan akan menjadi hak milik pembeli pada saat barang tersebut sampai di gudang pembeli. Sehingga segala bentuk risiko yang timbul selama dalam perjalanan menjadi tanggung jawab penjual termasuk ongkos angkut barang tersebut).

"Setelah adaanya lelang baru, alur praktik perdagangan gula mengalami perubahan dan menjadi sangat tidak efisien. Di mulai dari pembeli (pengguna GKR), penjual (pabrik rafinasi), serta melibatkan PT Pasar Komoditas Jakarta (penyelenggara lelang), PT Kliring Berjangka Indonesia (lembaga penjamin), dan PT Sucofindo (lembaga verifikasi)," jelas dia.

Penjelasan Inas, pihak lain yang juga ikut dilibatkan adalah BAPPEBT, Ditjen Perdagangan Luar Negeri (pengawasan impor raw sugar), Dinas Perdagangan (verifikasi pembeli dan penjual, termasuk kegiatan usaha, kapasitas dan kebutuhan GKI dan tempat penyimpanan GKR), Ditjen Perdagangan Dalam Negeri (pengawasan perdagangan GKR), dan Ditjen Perlindungan Konsumen dan Tata Tertib Niaga (pengawasan perdagangan GKR).

"Semula yang tidak ada jaminan dan tidak ada biaya apapun, kini dikenakan jaminan dan biaya. Misalnya, biaya registrasi sebagai peserta lelang Rp 3 juta (sekali bayar) untuk mendapatkan user ID serta password, dan virtual account," ujarnya.

Lainnya, biaya keanggotaan Rp 6 juta per tahun, biaya transaksi (pembeli) sebesar Rp 50 ribu per ton, biaya transaksi (penjual) sebesar Rp 150 ribu per ton, term of payment secara cash and carry, pembeli menyerahkan uang jaminan tunai 10 persen dikali harga batas atas dikali kuantiti. 

Kemudian, uang Jaminan akan di tahan sampai dengan waktu pelunasan, serta loco gudang penjual alias free on board shipping point (syarat jual beli di mana pembeli menanggung biaya pengiriman barang, dari gudang penjual sampai ke gudangnya sendiri/ pembeli).

"Transaksi melalui pasar lelang akan memparpanjang rantai birokrasi dengan tujuang mengutip fee dari industri makanan dan minuman serta dan cenderung beraroma korupsi dan kolusi yang dilegalkan," tegas Inas.

Dia menambahkan, yang menyedihkan adalah usaha kecil menengah (UKM) dan industri kecil menengah (IKM) yang notabene banyak dimiliki oleh rakyat kecil dan menengah akan kesulitan mengakses pasar lelang tersebut.

"Ini terjadi karena terbatasnya kapasitas, apalagi biaya-biaya lelang tersebut cenderung memalak mereka! Padahal kebutuhan GKR oleh UKM dan IKM jumlahnya relatif kecil, yaitu hanya 50 kg hingga 5 kwintal per bulan," ujarnya. 

Karena GKR harus di ambil sendiri oleh pembeli, lanjut Inas, maka UKM dan IKM akan mengeluarkan biaya, tenaga dan waktu lebih apabila dibandingkan dengan melalui distributor seperti saat ini. 

"Potensi biaya tambahan yang akan menjadi beban Industri makanan dan minuman adalah Rp 2,4 triliun dan sebagian besarnya akan dinikmati oleh PKJ," ungkapnya.

Penegasan Inas, Enggartiasto Lukita selaku menteri Perdagangan terkesan sangat memproteksi PKJ. Ini terlihat di dalam rapat kerja (raker) dengan Komisi VI pada 5 Juni lalu.

"Enggartiasto Lukita tidak mau membuka siapa saja pemegang saham perusahaan tersebut, tapi informasi di luar mengatakan bahwa pemegang saham perusahaan tersebut adalah orang-orang penting di negeri ini dan ditengarai sebagian dananya untuk agenda politik 2019," jelasnya.

Reporter : HYN

 

 

 

- Advertisement -spot_img
- Advertisement -spot_img
Latest News

UmrahCash dan VIDA Hadirkan Solusi Aman & Praktis

UmrahCash berkolaborasi dengan VIDA, penyedia identitas digital terkemuka di Indonesia, menghadirkan dompet digital syariah yang aman dan praktis khusus...
- Advertisement -spot_img

More Articles Like This

- Advertisement -spot_img