Moneter.co.id – “Kami
menyambut baik Putusan MK yang mengabulkan Permohonan Pemohon untuk seluruhnya”
demikian disampaikan Ali Nurdin, SH, ST dari Kantor Ali Nurdin & Partners
selaku Ketua Tim Kuasa Hukum Para Pemohon dalam Perkara Nomor15/PUU-XV/2017
tentang Pengujian UU No.28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah
(UU PDRD) menanggapi putusan MK yang dibacakan pada hari Selasa, (10/10).
Permohonan
tersebut diajukan oleh Para Pemohon yang memiliki dan menggunakan Alat Berat
dalam pekerjaannya, yaitu PT Tunas Jaya Pratama?yang berkantor di Jakarta, PT Mappasindo yang berasal
dari Provinsi Papua dan PT Gunungbayan Pratamacoal?dari Samarinda. Perusahaan tersebut
bergerak di berbagai sektor pertambangan, konstruksi dan lain-lain.
Mahkamah
Konstitusi dalam amar putusannya menyatakan mengabulkan Permohonan Pemohonan
Pemohon untuk seluruhnya. Kemudian Mahkamah juga menyatakan bahwa Pasal 1 angka
13 sepanjang frasa “termasuk alat-alat berat dan alat-alat besar yang dalam
operasinya menggunakan roda dan motor dan tidak melekat secara permanen”, Pasal
5 ayat (2) sepanjang frasa “termasuk alat-alat berat dan alatalat besar”; Pasal
6 ayat (4), dan Pasal 12 ayat (2) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang
Pajak Daerah dan Retribusi Daerah bertentangan dengan Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum
mengikat.
“Dengan
adanya putusan MK tersebut maka Alat Berat bukan Objek Kendaraan Bermotor, dan
oleh karenanya bukan Objek Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) dan Bea Balik Nama
Kendaraan Bermotor (BBNKB), sehingga terhadap Para Pemilik Alat Berat tidak
bisa ditagihkan PKB dan BBNKB karena Pemilik Alat Berat bukan Subjek PKB dan
BBNKB,” ujarnya diketerangan rilis yang Moneter.co.id terima, Jumat (13/10).
Ali Nurdin
menjelaskan bahwa Putusan Mahkamah Konstitusi tersebut merupakan buah
perjuangan panjang sejak keluarnya UU No. 34 Tahun 2000 tentang PDRD yang
menempatkan Alat Berat sebagai Kendaraan Bermotor, padahal sebelumnya dengan UU
No. 18 Tahun 1997 Alat Berat tidak termasuk Kendaraan Bermotor, yang dilakukan
oleh Para Pemilik dan Pengguna Alat Berat yang dimotori oleh Asosiasi Jasa
Pertambangan Indonesia (ASPINDO) dibawah pimpinan Bapak Cahjono Imawan, dan
didukung oleh Gabungan Asosiasi Para Pemilik dan Pengguna Alat Berat seperti
Himpunan Industri Alat Berat Indonesia (HINABI), Asosiasi Jasa Pertambangan
Indonesia (ASPINDO), Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia (APHI), Perhimpunan
Agen Tunggal Alat Berat Indonesia (PAABI), Asosiasi 2 Perusahaan Ban Indonesia
(APBI), Indonesia Mining Association (IMA), Asosiasi Pengusaha dan Pemilik Alat
Konstruksi Indonesia (APPAKSI).
Dengan
keluarnya UU PDRD No. 34 tahun 2000 yang diubah dengan UU 28 Tahun 2009, Alat
Berat ditetapkan sebagai bagian dari Kendaraan Bermotor sehingga menjadi Objek
PKB dan BBNKB, dan para pemilik Alat Berat harus membayar PKB dan BBNKB
walaupun tidak setuju karena Alat Berat bukan Kendaraan Bermotor.
Berbagai
masukan dan keberatan telah disampaikan oleh Asosiasi Pemilik Alat Berat
(ASPINDO dkk) kepada Pemerintah bahwa Alat Berat tidak bisa dikelompokkan
sebagai Kendaraan Bermotor sehingga tidak bisa dikenakan PKB dan BBNKB.
Beberapa kementerian sektoral yang berkaitan dengan Alat Berat, seperti
Kementerian Pekerjaan Umum, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral,
Kementerian Perindustrian dan Kamar Dagang dan Industri (KADIN) telah
menyatakan bahwa Alat Berat bukan Kendaraan Bermotor sehingga tidak bisa
dikenakan PKB dan BBNKB. Akan tetapi Pemerintah tidak berani untuk merevisi UU
PDRD.
Pada tahun
2012, beberapa perusahaan yang memiliki alat-alat berat seperti PT Pamapersada
Nusantara, dkk telah mengajukan Judicial Review UU PDRD ke Mahkamah Konstitusi
dalam perkara Nomor 1/PUUX/2012 akan tetapi gugatan tersebut ditolak oleh
Mahkamah Konstitusi dengan alasan bahwa Alat Berat merupakan bagian dari Kendaraan
Bermotor sebagaimana diatur dalam Penjelasan Pasal 47 ayat 2 huruf e bagian c
UU No. 29 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (UU LLAJ).
Seperti
diketahui, Ali Nurdin juga merupakan salah satu kuasa hukum Pemohon
bersama-sama dengan Prof. Dr. Adnan Buyung Nasution. Pemohon dalam perkara
tersebut adalah PT Bukit Makmur Mandiri Utama, PT Pamapersada Nusantara, PT Swa
Kelola Sukses, PT Ricobana Abadi, PT Nipindo Prima Primatama, PT Lobunta
Kencana Raya, PT Uniteda Arkado.
Menyikapi
putusan MK tersebut, Ali Nurdin mengusulkan kepada Asosiasi Pemilik Alat Berat
untuk melakukan uji materil UU LLAJ yang menjadi dasar penolakan JR UU PDRD,
dan usul tersebut diterima sehingga pada tahun 2015 Ali Nurdin menjadi kuasa
hukum Pemohon PT Tunas Jaya Pratama, PT Multi Prima Universal, dan PT Marga
Maju Mapan dalam Perkara Nomor 3/PUU-XIII/2015 mengenai Pengujian Penjelasan
Pasal 47 ayat 2 huruf e bagian c UU No. 29 Tahun 2009 tentang LLAJ. Pada
tanggal 31 Maret 2016, MK mengabulkan Permohonan Pemohon untuk seluruhnya
dengan menyatakan bahwa Penjelasan Pasal 47 ayat 2 huruf e bagian c UU LLAJ
bertentangan dengan konstitusi dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat.
Setelah
keluarnya Putusan MK No. 3/PUU-XIII/2015, pada bulan Agustus 2016 Pemerintah
melalui Kementerian Dalam Negeri dalam suratnya kepada Para Gubernur se
Indonesia menyatakan bahwa terhadap Alat-Alat Berat masih tetap bisa dikenakan
PKB dan BBNKB karena ketentuan dalam UU PDRD yang mengaturnya masih ada dan
belum dicabut, sesuai dengan Putusan MK No. 1/PUU-X/2012 yang menolak gugatan
Pemohon. Sehingga terdapat beberapa Pemerintah Daerah yang tetap menagih PKB
dan BBNKB terhadap perusahan yang memiliki Alat Berat. 3
Menurut Ali
Nurdin, sikap Pemerintah tersebut tidak dapat dibenarkan karena Putusan MK No.
3/PUU-XIII/2015 bersifat final dan mengikat atau erga omnes,artinya mengikat
secara umum tidak saja terhadap para pihak yang berperkara, akan tetapi juga
berlaku bagi peraturan perundangundangan lainnya, termasuk undang-undang.
Putusan MK
pada dasarnya melahirkan norma hukum yang setara dengan undang-undang, sehingga
dengan adanya Putusan MK No. 3/PUUXIII/2015 yang memutuskan Alat Berat bukan
Kendaraan Bermotor, maka norma lain yang bertentangan dengan putusan dimaksud
harus batal demi hukum termasuk pengertian kendaraan bermotor dan penarikan PKB
dan BBNKB dalam UU PDRD. Sikap Pemerintah yang mempertahankan Alat Berat
sebagai bagian dari Kendaraan Bermotor dan tetap menarik PKB terhadap Alat
Berat merupakan tindakan yang inkonstitusional karena telah menimbulkan ketidakpastian
hukum dan ketidakadilan.
Ali Nurdin
yang juga menjadi konsultan hukum Gabungan Asosiasi Pemilik dan Pengguna Alat
Berat telah mengajukan permasalahan tersebut kepada Kementerian Koordinator
Perekonomian, dan telah diadakan beberapa kali pertemuan antara Pimpinan
Asosiasi yang tergabung dalam Gabungan Asosiasi Pemilik dan Pengguna Alat Berat
dengan Kementerian Koordinator Perekonomian yang didampingi oleh perwakilan
dari Kementerian Dalam Negeri dan Kementerian Keuangan pada akhir Tahun 2016
dan awal Tahun 2017.
Dalam
pertemuan tersebut, Pemerintah dapat memahami aspirasi dari Asosiasi, akan
tetapi tidak bisa berbuat banyak karena UU PDRD masih berlaku.
Merujuk hasil
pertemuan tersebut, maka demi tercapainya kepastian hukum pada bulan Februari
Tahun 2017 ditempuhlah upaya hukum Pengujian UU PDRD ke Mahkamah Konstitusi
dalam perkara Nomor 15 Tahun 2017, yang kemudian diputuskan pada tanggal 10
Oktober 2017 dengan mengabulkan Permohonan Pemohon untuk seluruhnya.
Dengan adanya
putusan MK tersebut, Ali Nurdin berharap Pemerintah Daerah menghormati dan
menjalankan putusan MK dengan tidak melakukan penagihan PKB dan BBNKB terhadap
Alat Berat.
(TOP)