Moneter.id – Anak usaha PT
Lippo Karawaci Tbk (LPKR) yakni, PT Waluya Graha Loka (WGL) berencana menjual
seluruh kepemilikan dan pengoperasian rumah sakit dan klinik di Myanmar. Hal
itu tertuang dalam Conditional Share Purchase Agreement perjanjian pengikatan
pembelian saham (PPPS).
Wakil
Presiden Direktur LPKR, Hendra Sidin mengatakan, WGL akan mengalihkan
kepemilikannya dan pengoperasian rumah sakit dan klinik di Myanmar yakni Yoma
Siloan Hospital Pun Hlaing Limited senilai USD19,5 juta kepada OUELH Health
care Service (MM) Pte Ltd (OHS) dan OUELH Healthcare Asset Pte Ltd (OHA) yang
juga merupakan anak usaha LPKR.
“Tujuan
rencana transaksi akan berdampak positif terhadap kegiatan operasional keuangan
perseroan,” katanya beberapa hari lalu.
Alhasil, lanjutnya transaksi ini merupakan transaksi afiliasi sehingga
harus memenuhi ketentuan Peraturan Bapepam dan LK No. Kep-412/BL/2009 tentang
Transaksi Afiliasi dan Benturan Kepentingan.
Sekedar informasi, aksi korporasi perseroan melepas aset demi peningkatan
likuiditas bukan kali pertama di lakukan. Sebelumnya di tahun lalu, perusahaan
juga menjual saham Bowsprit Capital Corporation Limited pada Oktober 2018.
Lalu, menjual unit First Real Estate Investment Trust (First REIT)
Bridwater International Limited. Perusahaan memperoleh dana segar sebesar SG$
99 juta atau sekitar Rp1,07 triliun (asumsi kurs Rp10.880/SG$).
Penjualan saham itu dilakukan kepada OUE Limited (OUE) sebesar 60% dan
OUE Lippo Healthcare Limited (OUELH) dengan jumlah divestasi 40%.
Untuk REIT, perusahaan menjual dan mengalihkan sebanyak 83,59 juta unit
REIT tersebut kepada OLH Healthcare Investment Pte. Ltd. Transaksi ini
menghasilkan nilai sebesar SG$ 103 juta (Rp1,12 triliun).
Kedua aksi
ini dilakukan perusahaan untuk memperkuat kondisi likuiditasnya saat ini.
Pasalnya, dua lembaga rating internasional, Fitch Ratings dan Moody’s Investors
Service menyoroti kondisi keuangan LPKR.
Moody’s
tengah meninjau kembali rating dan kemungkinan akan menurunkan peringkat
perusahaan dari saat ini, B1. Alasannya, likuiditas perseroan termasuk arus kas
perusahaan akan melemah dalam 12 bulan ke depan disebabkan oleh utang jangka
pendek sebesar Rp1,33 triliun.
Selain itu,
Moody’sjuga menyoroti adanya risiko refinancing LPKR. Adapun Fitch Ratings
menyebutkan bahwa arus kas operasional perseroan akan negatif menyusul eksekusi
pra-penjualan (marketing sales) yang berisiko tinggi di kemudian hari.
Lembaga ini
juga menyebutkan bahwa kondisi tersebut akan mengarah pada adanya risiko
default atas obligasi tanpa jaminan yang dikeluarkan perseroan senilai USD410
juta dan jatuh tempo pada 2022 mendatang.