Moneter.id – Pemerintah Indonesia bersama
United Nation Industrial Development
Organization (UNIDO) akan
menyelenggarakan Konferensi Regional Pembangunan Industri ke-1 (Regional Conference on Industrial
Development/RCID) di Bali pada 8-9 November 2018. Kegiatan ini bertujuan untuk membuka peluang
dan potensi dalam penerapan
revolusi industri 4.0 di
negara-negara berkembang di kawasan Asia Pasifik.
RCID akan dibuka secara resmi oleh Menteri
Perindustrian Airlangga Hartarto bersama Wakil Menteri Kementerian Luar Negeri
AM Fachir dan Direktur Jenderal UNIDO Li Yong. Rencananya kegiatan ini dihadiri perwakilan dari 27 negara berkembang di
kawasan Asia Pasifik,
antara lain Afghanistan, Bangladesh, Bhutan, Jepang, Kamboja, Korea
Utara, Laos, Malaysia, Myanmar, Nepal, Pakistan, Timor Leste, dan Vietnam.
“Industri 4.0 merupakan tren
transformasi proses industri yang didorong oleh pesatnya perkembangan
teknologi, khususnya dalam proses otomasi dan pertukaran data,” kata Plt.
Direktur Jenderal Ketahanan dan Pengembangan Akses Industri
Internasional (KPAII) Kementerian Perindustrian Ngakan Timur Antara di Jakarta, Rabu
(7/11).
Menurut
Ngakan, implementasi revolusi industri generasi keempat melibatkan beberapa aspek utama pada transformasi teknologi terkini, di antaranya
melalui cyber-physical system, internet of things, serta komputasi awan
dan kognitif (cloud and cognitive
computing).
“Sederhananya,
revolusi industri 4.0 mengandalkan
internet dalam proses industri sehingga dapat lebih efektif dan efisien,” jelasnya.
Meski
internet bukan lagi hal yang baru, namun belum banyak negara-negara berkembang
yang menyadari urgensi dan manfaat penerapan industri 4.0. “Perlu disadari, industri 4.0
tidak mengenal batas-batas nasional. Jadi,
apabila negara-negara di Asia Pasifik tidak berpikir secara
regional, mereka akan kehilangan peluang yang terus mengiringi perkembangan industri 4.0,” imbuhnya.
Dalam hal
ini, Indonesia berkomitmen dalam membangun industri manufaktur berdaya saing
global. Ini ditandai dengan inisiatif penerapan industri 4.0 melalui peluncuran peta jalan Making Indonesia 4.0. Kebijakan ini
memuat strategi seluruh pemangku kepentingan dalam mengimplementasikan industri di era digital, dengan memilih lima
sektor industri piroritas
yang akan menjadi pionir, yaitu industri makanan dan minuman, tekstil dan pakaian, otomotif,
kimia, dan elektronika.
Melalui peta jalan tersebut, Kemenperin menargetkan penerapan industri 4.0 dapat
merevitalisasi dan mengakselerasi pertumbuhan sektor industri manufaktur, dengan meningkatkan
produktivitas tenaga kerja, mendorong ekspor produk industri, serta membuka 10
juta lapangan kerja baru yang bermuara pada mewujudkan Indonesia sebagai
kekuatan ekonomi terbesar ke-10 di dunia pada tahun 2030.
“Untuk itu,
Kemenperin sebagai focal
point menjalin kerja
sama dengan UNIDO di
Indonesia. Apalagi, Indonesia sebagai salah
satu negara yang berkembang
dan terdepan
dalam penerapan industri
4.0 di Asia,” ungkap Ngakan.
Ngakan
menambahkan, pertemuan tersebut diproyeksikan menjadi wadah pertukaran pengalaman,
pandangan, pengetahuan, dan langkah efektif dalam menjawab tantangan teknis di era revolusi industri 4.0. Terlebih lagi,
pertemuan ini juga diharapkan menjadi platform
di kawasan Asia Pasifik untuk mengakselerasi penerapan industri 4.0.
“Pertemuan
ini akan mendorong kolaborasi antara pemerintah, pelaku usaha, kalangan
akademisi, serta pemangku kepentingan terkait dalam mengakselerasi implementasi
industri 4.0,” tuturnya.
Sebagai bentuk konkret hasil pertemuan ini, konferensi
akan merumuskan rekomendasi strategi dan kebijakan bagi negara berkembang dalam
menerapkan industri
4.0. Pengalaman
yang dimiliki negara-negara maju seperti Jepang, China dan Korea Selatan akan menjadi benchmark bagi negara berkembang di Asia
Pasifik yang akan dituangkan ke dalam instrumen komitmen non-binding negara-negara partisipan RCID melalui ‘Bali
Declaration’.
Beberapa hal umum yang dikomitmenkan di dalam Bali Declaration tersebut, antara lain
dukungan untuk mengidentifikasi sektor pendorong utama penerapan Revolusi
Industri 4.0 yang disesuaikan dengan kondisi negara-negara berkembang, dorongan untuk
mengidentifikasi pembelajaran kisah sukses penerapan industri 4.0 negara maju di
kawasan Asia Pasifik, dan
desakan pemerintah negara-negara berkembang untuk mendorong komitmen regional
dalam memanfaatkan peluang dan menjawab tantangan penerapan industri 4.0.
(TOP)