Moneter.id - Badan Pusat Statistik (BPS) merilis angka kemiskinan per Maret 2018 menjadi 9,82 persen. Bila melihat tren tahunan, BPS mencatat bahwa angka tersebut adalah titik kemiskinan terendah sepanjang sejarah. Meski demikian, menarik untuk melihat bagaimana evolusi kebijakan pengentasan kemiskinan di Indonesia berjalan.
Tulisan
ini membagi tiga periode dalam sejarah pembangunan ekonomi di Indonesia,
Periode Orde Baru, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), dan Periode Presiden Joko
Widodo (Jokowi). Ketiganya dipilih karena dianggap memiliki sudut pandang kebijakan yang
berbeda dalam mengentaskan kemiskinan di Indonesia.
Pertama, kebijakan pengentasan kemiskinan
pada periode Orde Baru. Momen paling penting dalam kebijakan pengentasan
kemiskinan di era ini adalah pada periode tahun 1970-1990, yang mana. turun
dari serkitar 60% menjadi 15% pada awal tahun 1990.
Oil Boom pada periode
tersebut memberikan ruang yang cukup luas bagi pemerintah untuk menggelontorkan
keuntungan penjualan minyak yang besar bagi kebijakan pengentasan kemiskinan.
Tercatat
ada banyak instrumen kebijakan pengentasan kemiskinan pada periode ini. Yang
utama adalah Kredit Likuiditas Bank Indonesia (KLBI), bentuknya adalah Kredit
Investasi Kecil dan Kredit Modal Kerja Permanen. Kebijakan-kebijakan lain
adalah program pengembangan daerah tertinggal melalui Inpres Desa Tertinggal,
Transmigrasi.
Kedua, adalah kebijakan pengentasan kemiskinan
periode Presiden SBY. Pada periode ini, kemiskinan turun
dari sekitar 16% pada awal pemerintahan menjadi 11,25% pada tahun 2014.
Kebijakan
pro-poor pada periode ini cenderung
diarahkan pada pendekatan karitatif seperti pemberian bantuan langsung tunai
dan subsidi energi. Peningkatan bantuan pada periode ini memang berdampak pada
kenaikan tingkat konsumsi masyarakat miskin.
Meski
demikian kebijakan tersebut memiliki beberapa kelemahan seperti tidak tepat
sasaran dan sempitnya ruang fiskal karena besarnya subsidi yang diberikan.
Ketiga, periode kebijakan pengentasan kemiskinan
Presiden Jokowi. Fokus penting pada periode ini adalah pemerataan
daerah tertinggal dan pengurangan subsidi untuk belanja produktif.
Kebijakan
seperti dana desa dan Program Keluarga Harapan (PKH) terbukti efektif dalam
meningkatkan elastisitas konsumsi perkapita untuk penduduk termiskin di luar
jawa, dibanding dengan elastisitas penduduk di Pulau jawa.
Dengan
kata lain, pertumbuhan ekonomi di luar Jawa cukup mampu mendorong pertumbuhan
konsumsi perkapita penduduk termiskin di wilayah tersebut. Pada periode ini,
alokasi subsidi energi juga diarahkan untuk belanja produktif seperti belanja
Infrastruktur, kesehatan, dan pendidikan.
Setiap
periode memiliki pola yang berbeda dalam mengentaskan kemiskinan. Selain faktor
politis, struktur ekonomi yang terjadi pada masing-masing periode juga turut
berdampak pada efektifitas kebijakan pada masing-masing periode.
Ditambah
lagi, elastisitas pendapatan di masing-masing periode terhadap perubahan
struktur ekonomi yang berbeda.
Dhenny Yuartha
Junifta - Peneliti INDEF