Moneter.id
– Kementerian Perindustrian (Kemenperin)
terus mendorong terealisasinya proyek-proyek gasifikasi batubara di tanah air,
termasuk rencana pembangunan coal to methanol di Batuta Coal Industrial
Park (BCIP), Kutai Timur, Kalimantan Timur.
Pembangunan proyek pabrik metanol dari
batubara dengan proses gasifikasi tersebut, merupakan upaya peningkatan kapasitas
industri metanol di Indonesia yang kebutuhannya terus meningkat.
“Kebutuhan metanol di Indonesia telah mencapai
1,1 juta ton pada tahun 2019. Sementara itu, Indonesia hanya memiliki satu
produsen metanol, yaitu PT Kaltim Methanol Industri di Bontang, dengan
kapasitas sebesar 660 ribu ton per tahun,” kata Menteri Perindustrian (Menperin)
Agus Gumiwang Kartasasmita, Minggu (17/5).
Menperin menuturkan, rencana pembangunan coal
to methanol di BCIP di Kutai Timur bernilai
investasi 2 miliar dolar AS. Proyek konsorsium antara PT Bakrie Capital
Indonesia dengan PT Ithaca Resources dan Air Products and Chemical, Inc tersebut,
diproyeksikan akan mengolah 4,7 – 6,1 juta ton batubara menjadi 1,8 juta ton metanol
per tahun.
“Proyek coal to methanol dengan
proses gasifikasi batubara merupakan industri pionir di Indonesia. Hingga saat ini
belum ada industri kimia dengan teknologi proses gasifikasi batubara,” terangnya.
Agus berharap, konsorsium rencana
pembangunan coal to methanol ini dapat dilaksanakan dengan baik dan
lancar hingga beroperasi secara komersial nantinya.
“Dalam mendukung pelaksanaan proyek coal
to methanol Kemenperin juga akan senantiasa mendampingi pelaksanaan proyek
ini dan akan turut membantu mengatasi permasalahan teknis yang muncul,”
tegasnya.
Menurut Menperin, industri metanol
merupakan industri petrokimia yang memegang peranan sangat penting bagi pengembangan
industri di hilirnya. Bahan baku metanol sangat dibutuhkan dalam industri
tekstil, plastik, resin sintetis, farmasi, insektisida, plywood.
“Metanol
juga sangat berperan sebagai antifreeze dan inhibitor dalam kegiatan migas.
Kemudian metanol merupakan salah satu bahan baku untuk pembuatan biodiesel,” ujarnya.
Selain itu, metanol dapat diolah lebih
lanjut menjadi Dimethyl Ether (DME) yang dapat dimanfaatkan sebagai produk
bahan bakar. “Metanol akan terus memainkan peran penting sebagai bahan baku
utama di industri kimia. Hal tersebut secara pasti akan membuat kebutuhan
metanol meningkat di masa mendatang,” ungkap Menperin.
Terkait biodiesel, dalam kesempatan yang
sama, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyampaikan, pemerintah
menargetkan penerapan penggunaan biodiesel B40 pada tahun 2022 dan bertahap
menjadi B100 pada 2024-2025.
“Karena banyak dibutuhkan, maka industri metanol
didorong agar tumbuh terus,” ujarnya.
Ia menyampaikan, kebutuhan metanol di dalam
negeri sekitar dua juta ton dan baru dapat dipenuhi dari produsen lokal sebesar
700.000 ton. Pemerintah mendukung hilirisasi batubara karena Indonesia memiliki
potensi cadangan batubara medium range yang sesuai digunakan untuk likuifikasi
menjadi methanol.
Menperin menambahkan, saat ini sektor
industri dituntut untuk menjadi penggerak utama pertumbuhan ekonomi nasional
karena sektor industri berperan penting dalam menciptakan nilai tambah,
perolehan devisa dan penyerapan tenaga kerja yang pada akhirnya meningkatkan
kesejahteraan masyarakat.
Pada tahun 2019, kontribusi sektor
industri pengolahan non-migas merupakan penyumbang terbesar Produk Domestik
Bruto (PDB) nasional yang mencapai angka 17,58% atau sekitar Rp2.784 triliun.
“Kontribusi industri bahan kimia dan
barang kimia pada tahun 2019 mencapai 1,16% atau sekitar Rp184 triliun,
meningkat dibandingkan tahun sebelumnya sebesar 1,12%,” sebutnya.
Pertumbuhan industri bahan kimia dan
barang kimia tahun 2019 menunjukkan peningkatan yang signifikan, yaitu sebesar
8,20% dibandingan tahun sebelumnya yang tumbuh negatif -4,18%.
Sedangkan, nilai ekspor bahan kimia dan
barang dari bahan kimia pada 2019 mencapai 12,65 miliar dolar AS, dengan nilai
impor sejumlah 21,51 miliar dolar AS. Total investasi di sektor tersebut pada 2019
mencapai Rp23,54 triliun.
“Pemerintah akan terus berupaya
menciptakan iklim usaha industri yang baik, menguntungkan, dan berkesinambungan
melalui berbagai kebijakan sehingga investasi dapat terus bertumbuh dan kekuatan
ekonomi negeri kita menjadi semakin kokoh,” pungkasnya.