Moneter.id – Basuki Tjahaja Purnama (BTP) atau lebih dikenal dengan sebutan Ahok resmi
menjabat sebagai Komisaris Utama PT Pertamina pada Senin (25/11) lalu.
Baca juga: RUPS Pertamina Putuskan Perubahan Direksi dan Komisaris, Ini Daftarnya
Mantan
Gubernur DKI Jakarta ini dalam menjalankan tugasnya sebagai komisaris
utama di perusahaan migas milik negara nantinya akan memeroleh gaji yang
lumayan cukup besar.
Dilansir
dari laman moneysmart.id, Rabu (27/11) berdasarkan Laporan
Keuangan Pertamina pada 2018, total kompensasi untuk direksi dan komisaris
mencapai US$ 47,237 juta atau sekitar Rp 661 miliar. Angka itu turun
dibandingkan tahun 2017 yang mencapai US$ 52,781 juta.
Pada
2018, jumlah direksi dan komisaris Pertamina mencapai 17 orang. Jika dihitung
rerata, maka per orangnya mendapat kompensasi sekitar Rp 39 miliar per tahun
atau sekitar Rp 3,2 miliar per bulan.
Sebagai
perbandingan, gaji pokok gubernur DKI Jakarta memang hanya Rp 3 juta per bulan.
Tapi angka ini belum ditambah komponen tunjangan Rp 5,4 juta.
Kemudian,
kepala daerah juga berhak mendapatkan biaya penunjang operasional sebesar 0,13%
dari pendapatan asli daerah (PAD) berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 109
Tahun 2000.
BPO itu
tidak ditransfer ke rekening pribadi. Uangnya tersimpan di Biro Kepala Daerah
dan Kerja Sama Luar Negeri (KDH KLN). Gubernur dapat mengambilnya kapan saja
kalau ia merasa perlu dan tidak ada kewajiban untuk melaporkan penggunaan
dananya.
Sebagai
informasi, PAD DKI Jakarta pada 2018 mencapai Rp 44,56 triliun. Ini berarti BPO
untuk kerja gubernur ibu kota mencapai sekitar Rp 65 miliar per tahun.
Sementara
itu, Direktur Pemasaran Korporat Pertamina, Basuki Trikora Putra, membantah
kabar soal besaran gaji Ahok yang sebesar Rp 3,2 miliar per bulan. “Saya anggap itu tidak benar, hoaks,” kata Basuki di Jakarta, seperti
dikutip dari Katadata.co.id.
Kabar
tersebut dinilai tidak dapat dipertanggungjawabkan. Ia juga mengaku tidak
mengetahui dari mana perhitungan soal gaji tersebut didapatkan.