Moneter.co.id – Komisi IV DPR meminta Kementerian Keuangan (Kemenkeu) untuk tidak menerapkan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) gula 10%.
Anggota Komisi IV DPR Taufik R Abdullah mengatakan, jika itu diberlakukan maka pasti akan menjadi tekanan bagi petani tebu. Karena dengan sekarang ini saja, petani belum sejahtera.
“Pemberlakukan PPN ini merupakan disinsentif bagi petani tebu dan merupakan kebijakan yang kontraproduktif dengan keinginan pemerintah untuk menuju swasembada gula,” ucapnya, Selasa (11/7).
Selain itu, petani selama ini juga dihadapkan pada situasi yang tidak menentu, baik itu kondisi iklim maupun harga. “Setelah panen, seringkali petani dihadapkan pada permainan tengkulak. Bisa dikatakan petani tidak memiliki posisi yang cukup kuat dalam menentukan harga,” kata Taufik.
Jika pemerintah tetap menerapkan PPN, dikhawatirkan akan menurunkan semangat petani dalam menanam tebu. “Jika itu terjadi, maka ketahanan pangan dari komoditas gula bisa terancam. Kalau ketersediaan kurang, peluang impor pasti akan lebih besar,” sambung dia.
Taufik juga mendesak pemerintah untuk memfasilitasi petani tebu dalam mendapatkan akses permodalan. Selain itu juga memperkenalkan inovasi budidaya pertanian sehingga produktivitas meningkat.
Sementara terkait dengan produktivitas, Anggota Komisi XI DPR M. Sarmuji menjelaskan, selama ini petani selalu mengeluhkan soal rendemen gula yang rendah sebagai akibat teknologi pabrik gula lokal yang sudah usang.
“Jika rendemen gula bisa dibenahi misalkan bisa meningkat dari sekitar 7% menjadi rata-rata 9%, maka penerapan PPN bisa terkompensasi dan petani merasa tidak dirugikan,” katanya.
Sarmuji menegaskan agar pemerintah melaksanakan kewajibannya dulu membenahi pabrik gula yang bisa berefek pada peningkatan rendemen gula, baru kemudian berfikir mengenakan PPN gula 10%.
“Setelah menaikkan rendemen terlebih dulu, setelah itu dikenakan PPN, pemerintah mendapatkan pemasukan tanpa mengurangi kesejahteraan petani. Di lain sisi inefisiensi ekonomi juga bisa berkurang,” pungkasnya.
Rep.Hap