Moneter.id – Direktur Utama PT PLN
(Persero) periode 2016-2018 Sofyan Basir didakwa memfasilitasi pertemuan antara
anggota Komisi VII DPR Eni Maulani Saragih, politikus Partai Golkar Idrus
Marham dan pengusaha Johannes Budisutrisno Kotjo untuk mempercepat kesepakatan
proyek PLTU Mulut Tambang RIAU-1.
“Terdakwa Sofyan Basir dengan sengaja memberi
kesempatan, sarana atau keterangan untuk melakukan kejahatan yakni
memfasilitasi pertemuan antara Eni Maulani Saragih, Idrus Marham dan Johanes
Budisutrisno Ktojo dengan jajaran Direksi PT PLN (Persero),” kata jaksa
penuntut umum (JPU) KPK Budhi Sarumpaet saat membacakan surat dakwaan di
pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta dilansir Antara, Senin (24/6).
Kata jaksa, tujuan
pertemuan itu adalah agar mempercepat proses kesepakatan proyek
“Independent Power Producer” (IPP) Pembangkit Listrik Tenaga Uap
Mulut Tambang RIAU-1 (PLTU MT RIAU-1) antara PT Pembangkitan Jawa Bali
Investasi (PJBI) dengan BNR Ltd dan China Huadian Engineering Company Limited
(CHEC,LTd) yang dibawa oleh Johannes Budisutrisno Kotjo.
“Padahal terdakwa mengetahui Eni Maulani Saragih dan
Idrus Marham akan mendapat sejumlah uang (fee) sebagai imbalan dari Johannes Budisutrisno Kotjo sehingga
Eni Maulani Saragih selaku anggota Komisi VII DPR RI 2014-2019 dan Idrus Marham
menerima hadiah berupa uang secara bertahap seluruhnya berjumlah Rp4,75 miliar
dari Johannes Budisutrisno Kotjo selaku pemegang saham Blackgold Natural Resources
Limited (BNR, Ltd),” tambah jaksa Budhi.
Fee tersebut akan
dibagikan kepada Johanes Budisutrisno Kotjo (JK) mendapat sebesar 24 persen atau 6 juta dolar AS. Setya Novanto (SN) sebesar
24 persen atau sekitar 6 juta dolar AS.
Kemudian, Andreas Rinaldi (AR) sebesar
24 persen atau sekitar 6 juta dolar AS. PR yaitu CEO PT BNR Ltd
Rickard Philip Cecile sebesar 12 persen atau sekitar 3,125 juta dolar AS
5. Rudy yaitu Direktur Utama PT Samantaka Batubara Rudy
Herlambang sebesar 4 persen atau sekitar 1 juta dolar AS.
Lalu, IK yaitu Chairman BNR Ltd Intekhab Khan sebsar 4 persen atau
sekitara 1 juta dolar AS. James
yaitu Direktur PT Samantaka Batubara James Rijanto sebesar 4 persen atau
sekitar 1 juta dolar AS dan other yaitu pihak-pihak lain yang membantu sebesar 3,5 persen atau
sekitar 875 ribu dolar AS.
Sekedar informasi, Direktur
PT Samantaka Batubara Rudy Herlambang pada 1 Oktober 2016 mengajukan permohonan
proyek PLTU MT RIAU-1 agar PT PLN memasukan proyek ke dalam rencana umum
penyediaan tenaga listrik (RUPTL) PT PLN.
Namun, karena setelah beberapa bulan tidak ada tanggapan maka
Kotjo menemui Setya Novanto untuk meminta bantuan agar dipertemukan dengan PT
PLN.
SN kemudian memperkenalkan Kotjo
dengan Eni Maulani Saragih selaku anggota Komisi VII DPR. Pada kesempatan itu
Setnov menyampaikan kepada Eni agar membantu Kotjo dalam proyek PLTU itu dan
akan memberikan “fee” dari bagian yang akan diperoleh Kotjo dari
CHEC, yang kemudian disanggupi oleh Eni Saragih.
“Menindaklanjuti permintaan Johannes Kotjo, pada saat
rapat kerja Komisi VII DPR dengan PT PLN, Eni Maulani Saragih menyampaikan
kepada terdakwa bahwa ia ditugaskan oleh Setya Novanto untuk mengawal
perusahaan Johanes Budisutrisno Kotjo dalam proyek pembangunan PLTU MT RIAU-1
di PLN guna kepentingan mencari dana untuk Partai Golkar dan pemilu legislatif
Partai Golkar, untuk itu Eni Maulani meminta terdakwa melakukan pertemuan
dengan Setya Novanto di rumah Setya Novantao yang disanggupi terdakwa,”
tambah jaksa.
Pertemuan dilakukan pada 2016 dimana Sofyan didampingi
Direktur Pengadaan Strategis 2 PT PLN Supangkat Iwan Santoso bersama dengan Eni
Maulani Saragih bertemu dengan Setya Novanto di rumahnya.
Dalam pertemuan itu SN meminta proyek PLTGU Jawa III kepada
Sofyan Basir, namun Sofyan menjawab PLTGU Jawa III sudah ada kandidat dan agar
mencari pembangkit listrik lainnya, sehingga Eni berkoordinasi dengan Supangkat
terkait proyek PLTU MT RIAU-1.
Beberapa waktu kemudian di Hotel Mulia Senayan, Sofyan
kembali bertemu dengan Eni dan Johannes Kotjo membahas proyek pembangunan PLTU
MT RIAU-1 dan Jawa sesuai pesan dari Setya Novanto sebelumnya.
“Dalam pertemuan itu terdakwa menyampaikan kepada
Johannes Budisutrisno Kotjo agar ikut proyek Riau saja dengan kalimat ‘ya sudah
kamu di Riau aja, jangan mikirin di Jawa karena sudah melebihi kapasitas’, yang
kemudian disanggupi oleh Johannes Kotjo,” tambah jaksa Budhi.
Selanjutnya pada awal 2017, Johannes Kotjo dan Eni menemui
Sofyan di kantor Sofyan untuk membawa proposal penawaran terkait proyek
pembangunan PLTU MT RIAU-1 di mana Sofyan kemudian mengarahkan agar proposal
diserahkan langsung kepada Supangkat Iwan.
Pertemuan selanjutnya dilakukan di hotel Fairmont Jakarta.
Sofyan mengajak Iwan Santoso dan Nicke Widyawati bertemu Eni dan Johannes. Eni
dan Johannes dalam pertemuan itu meminta kepada Sofyan agar proyek PLTU MT
RIAU-1 tetap dicantumkan dalam Rencana Umum Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL)
PT PLN 2017-2026.
“Kemudian terdakwa meminta Nicke Widyawati untuk
menindaklanjuti permintaan tersebut,” tambah jaksa.
Atas permintaan Eni dan Johannes Kotjo tersebut, pada 29
Maret 2017, IPP PLTU MT Riau pun masuk ke dalam RUPTL PT PLN 2017-2026 dan
disetujui masuk dalam rencana kerja dan anggaran (RKAP) PT Pembangkit Jawa Bali
(PJB). PT PJB sesuai Perpres no 4 tahun 2016 ditunjuk melaksanakan 9 proyek IPP
dengan wajib memilik 51 persen saham.
Sofyan kembali bertemu dengan Supangkat Iwan bersama dengan
Eni Maulani Saragih dan Johanes Budisutrisno Kotjo. Atas arahan Sofyan,
Supangkat menjelaskan mekanisme pembangunan IPP berdasarkan Perpres No. 4 tahun
2016. Supangkat juga menyampaikan agar mitra akan bekerja sama dengan
menyediakan modal untuk anak perusahaan PT PLN dan selanjutnya CHEC akan
menjadi penyedia modal.
Pertemuan lanjutkan dilakukan Sofyan dengan Eni dan Johannes
Kotjo di BRI Lounge.
“Terdakwa menyampaikan bahwa Johanes Budisutrisno Kotjo
akan mendapat proyek PLTU MT RIAU-1 dengan skema penunjukkan langsung dimana
anak perusahaan PLN yaitu PT PJB akan memiliki saham perusahaan konsorsium
minimal sebesar 51 persen sesuai perpres no 4 tahun 2016,” jelas jaksa.
Pada September 2017 di restoran Arkadia Plaza Senayan, Sofyan
dan Supangkat Iwan kembali bertemu Eni dan Johannes Kotjo dan pada pertemuan
itu, Sofyan memerintahkan Supangkat Iwan untuk mengawasi proses PLTU MT RIAU-1
Dan Eni juga meminta Sofyan dan Supangkat Iwan agar Johannes Kotjo bisa segera
mendapat proyek PLTU MT RIAU-1 tersebut.
Pada 14 September 2017 di kantor PLN ditandatangani kontrak
induk (heads of agreeement) oleh Dirut PT PJB Iwan Agung Firstantara, Plt Dirut
PT PLN Batubara Suwarno, perwakilan CHEC Ltd Wang Kun, CEO BNR Richard Philip
Cecile dan Dirut PT Samantaka Rudy Herlambang untuk membentuk konsorsium
mengembangkan proyek PLTU MT RIAU-1.
Komposisi saham konsorsium adalah PT PJBI 51 persen, CHEC Ltd
37 persen dan BNR Ltd 12 persen dan pihak penyedia batu bara adalah PT
Samantaka Batubara.
Atas arahan Sofyan juga agar Power Purchased Agreement (PPA)
proyek PLTU MT RIAU-1 segera ditandatangani maka Supangkat Iwan pada 22-23
September 2017 di Surabaya melakukan rapat konsinyerin dengan beberapa anak
perusahaan PT PLN dengan kesepakatan bahwa PPA akan dilakukan terhadap PT PJB
dan PLN Batubara yang tujuannya untuk menaikkan posisi tawar anak perusahaan
dalam mencari rekanan.
“Hasil rapat konsinyering tersebut oleh Supangkat Iwan
kemudian dilaporkan kepada terdakwa dan atas laporan itu, terdakwa meminta agar
PPA proyek PLTU MT RIAU-1 segera ditandatangani,” tambah jaksa.
Sofyan pun menandatangani PPA proyek PLTU MT RIAU-1 dengan
mencantumkan tanggal maju yaitu 6 Oktober 20117 padahal “letter of
intent” IPP PLTU MT RIAU-1 baru ditandatangani Supangkat Iwan dan
perwakilan perusahaan konsorsium pada 17 Januari 2018 dengan menggunakan tanggal
mundur yaitu tertanggal 6 Oktober 2017 berisi masa kontrak 25 tahun dengan
tarif dasar 5,4916 dolar AS per kWh dan segera membentuk perusahan proyek yang
akan menjadi pihak penjual berdasarkan PPA.
Setelah Setya Novanto ditahan KPK dalam kasus KTP-El, Eni
Maulani selanjutnya melaporkan perkembangan proyek PLTU MT RIAU-1 Idrus Marham
agar Eni tetap diperhatikan terdakwa karena Idrus saat itu merupakan Sekretaris
Jendral Golkar saat itu. Eni juga menyampaikan bahwa akan mendapat
“fee” dari Kotjo untuk mengawal proyek tersebut.
Pada 25 September 2017, Eni Maulani melalui telepon
berkomunikasi dengan Idrus Marham dan Idrus mengarahakan Eni untuk meminta uang
2,5 juta dolar AS kepada Johannes Kotjo untuk keperluan Musyawarah Nasional
Luar Biasa (Munaslub) Partai Golkar yang disanggupi Eni.
Selanjutnya pada 7 Juni 2018 di kantor pusat PT PLN, Eni
kembali memfasilitasi pertemuan antara Direktur Utama PT Samantaka Batubara
Rudy Herlambang dengan Supangkat Iwan dan dilasanakan penandatangan amandemen
perjanjian konsorsium PT PJBI, CHEC Ltd dan BNR Ltd yang menyatakan para pihak
sepakat untuk pengelolaan proyek dilaksanaan dalam bentuk pengendaliaan bersama
dan tunduk kepada hal-hal khusus.
“Pada 2 Juli 2018 sekitar pukul 11.37 WIB, Eni menelepon
terdakwa untuk membuat janji pertemuan dengan terdakwa, kemudian Eni
menyampaikan ‘Terkait yang kemarin, Huadian sudah selesai dan penting juga itu
buat Bang Idrus kita. Jadi saya penting ngomong. Karena yang bisa inikan ke Pak
Kotjo itu Pak Sofyan, jadi saya perlu untuk bertemu dengan Pak Sofyan sendiri,
baru setelah itu saya ajak Pak Kotjo, gitu Pak’, yang selanjutnya disanggupi
terdakwa,” papar jaksa.
Pertemuan selanjutnya pada 3 Juli 2018 di house of Yuen
Dining and Restaurant Fairmont Hotel antara Sofyan dan Eni, Eni menjelaskan
bahwa kesepakatan PPA PLTU MT RIAU harus jelas sehingga perlu ada finalisasi
kesepakatan kembali dengan Johannes Kotjo. Eni lalu melaporkan pertemuan itu
kepada Idrus dan menyampaikan ada pembagian “fee” kepada Sofyan, Eni
dan Idrus setelah proses kesepakatan proyek.
Atas bantuan Sofyan telah memfasilitasi Eni untuk mempercepat
proses kesepaktan IPP PLTU MT RIAU maka untuk kepentingan munaslub partai
Golkar dan biaya kampanye pilkada suami Eni Maulani Saragih sebagai calon
Bupati Temanggung yang diusung partai Golkar, Eni bersama Idrus menerima
imbalan berupa uang seluruhnya Rp4,75 miliar yang diterima secara bertahap
melalui tenaga ahli Eni Maulani Tahta Maharaya di kantor Johannes Kotjo, Graha
BIP Jakarta.
Pemberian uang itu yaitu pada 18 Desember 2018 senilai Rp2
miliar, 14 Maret 2018 sejumlah Rp2 miliar, 8 Juni 2018 sejumlah Rp250 juta dan
pada 13 Juli 2018 sejumlah Rp500 juta.
Selanjutnya sesaat setelah pemberian uang pada 13 Juli 2018,
Johanes Kotjo dan Eni Maulani diamankan oleh petugas KPK beserta uang sejumlah
Rp500 juta.
Dari total penerimaan uang dari Johanes Kotjo sejumlah Rp4,75
miliar tersebut, sejumlah Rp713 juta diserahkan oleh Eni Maulani selaku
Bendahara Munaslub Partai Golkar kepada Muhammad Sarmuji selaku Wakil
Sekretaris Steering Committe Munaslub Partai Golkar 2017 sesuai dengan
keinginan Idrus Marham, sedangkan sisanya dipergunakan oleh Eni untuk
kepentingan kampanye suaminya dalam Pilkada Temanggung.
Atas perbuatannya, Sofyan Basir diancam pidana dalam pasal 12
huruf a jo pasal 15 UU No. 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No.
20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 56 ke-2
KUHP.
Pasal itu mengatur mengenai setiap orang yang melakukan
percobaan, pembantuan atau pemufakatan jahat untuk melakukan tindak pidana
korupsi pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah atau
janji, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut
diberikan untuk menggerakkan agar melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam
jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya dengan ancaman penjara
minimal 4 tahun dan maksimal seumur hidup dan denda minimal Rp200 juta maksimal
Rp1 miliar.
Terhadap dakwaan itu, Sofyan Basir langsung mengajukan
keberatan (eksepsi) yang sudah dibacakan dalam sidang. Sidang dilanjutkan pada
1 Juli 2019.
Informasi saja, Sofyan selaku Dirut PT PLN membawahi
beberapa direktu antara lain Direktur Pengadaan Strategis-2 Supangkat Iwan
Santoso dan Direktur Perencanaan Korporat Nicke Widyawati merupakan rekan kerja
Komisi VII DPR yang membidangi energi, riset dan teknologi serta lingkungan
hidup.
Johannes Budisutrisno Kotjo (JK) merupakan pemegang saham BNR
Ltd sebesar 4,3 persen yaitu sebanyak 40,045 juta lembar saham BNR. BNR punya
anak perusahaan yaitu PT Samantaka Batubara yang juga bergerak dalam
pertambangan batu bara.
Pada 2015, Johannes Kotjo melakukan kesepakatan dengan CHEC Ltd
mengenai rencana pemberian fee
sebagai agen proyek pembangunan PLTU MT RIAU-1 yang diperkirakan nilai
proyeknya 900 juta dolar AS dengan “fee” sebesar 2,5 persen atau
sejumlah 25 juta dolar AS.