Moneter.co.id – Kadin Indonesia akan mendukung rencana pemindahan ibu
kota RI dari Jakarta ke daerah lain, bila itu menjadi ketetapan pemerintah.
“Nanti kalau sudah menjadi keputusan pindah, kami akan
dukung. Kami serahkan pada pemerintah,” kata Ketua Umum Kadin Indonesia,
Rosan P Roeslani, Rabu (13/12).
Kadin Indonesia meyakini perintah sudah melakukan kajian yang
panjang dan mendalam mengenai pemindahan ibu kota. Banyak negara yang memisahkan antara
ibu kota dengan pusat bisnis, sehingga semestinya tidak menjadi masalah bagi
dunia usaha. “Karena sudah
dikaji sudah dihitung pro dan kontranya. Kalau sudah keputusan, kami
mendukung,” katanya menegaskan.
Apalagi bila tempat yang ditunjuk pemerintah lebih baik
ketimbang Jakarta. Bagi Kadin
Indonesia, yang penting adalah lokasi itu memiliki kapasitas yang dapat
memudahkan dunia usaha. “Kalau
itu tempat yang lebih baik mengedepankan efesiensi dunia usaha dan komunikasi
lebih baik,” kata dia.
Ia menjelaskan, Kadin menyerahkan keputusan pemindahan ibu kota kepada
pemerintah seutuhnya.
Sementara itu, Rapat Pimpinan Nasional Kadin Indonesia
mengagendakan pembahasan tentang pembangunan daerah dan Sumber Daya Manusia
untuk menyusun program kerja Kadin 2018. “Kadin sengaja mengambil tema Membangun Daerah dengan Meningkatkan
Sumber Daya Manusia untuk Memajukan Perekonomian Indonesia yang Berkeadilan,”
ujarnya.
“Kami melihat pertumbuhan ekonomi itu akan tumbuh
berkualitas jika manusianya juga berkualitas. Kami juga melihat pertumbuhan
tidak hanya terpusat di Jawa saja, tetapi harus Indonesia centris,” ujar Rosan
P Roeslani.
Kadin mencoba untuk menyelaraskan pertumbuhan secara
berimbang. Ketimpangan ekonomi
dinilai masih mewarnai perekonomian nasional dan daerah. Secara nasional indeks
Gini rasio tahun 2016 dan 2017 masih berkisar pada 0,40 hingga 0,41 dan di
daerah berkisar 0,33 hingga 0,41. Sementara itu, dalam kurun waktu 2016-2017, perkembangan
ekonomi Indonesia masih dalam tren positif dan stabil.
Secara umun pertumbuhan ekonomi Indonesia membaik, namun
capaian pertumbuhan yabg berada di kisaran 5 persen itu tidak mampu menyerap
kebutuhan angkatan kerja baru yang setiap tahunnya mencapai 2 juta orang.
“Kami akan terus mendorong pelaksanaan
program pendidikan vokasi agar angkatan kerja yang dihasilkan sesuai dengan
kebutuhan industri dan menjadi tenaga kerja siap pakai, kami berkomitmen penuh
dengan ini,” ujarnya. (SAM)